CG-48. Diambang Kematian

2.2K 85 28
                                    

"Sebab aku mencintaimu. Aku bisa mengorbankan nyawaku untukmu. Sekalipun dunia bisa ku berikan untukmu, akan kulakukan hal itu."

• C R A Z Y G I R L •

Dengan langkah cepat, Maudy berlari mengarah pada sahabatnya yang terkapar dengan cucuran darah dimana-mana. Maudy merasa sesuatu menghantam dadanya, penampakan apa yang dilihatnya kini? Sungguh diluar dugaannya.

Buliran kristal berjatuhan dikedua pelupuk mata Maudy, ia terisak hebat. Sedangkan Pangeran ia seperti orang ling-lung sekarang, menatap Febby yang juga sedang menatapnya dengan senduh.

"Febby," Maudy berucap dengan bibir bergetar. "Ma...maaf." lirihnya.

"Kalian ngapain diem ajah? Telpon ambulance sakarang!" perintah Adit yang entah bagaimana bisa, pria itu datang dengan tiba-tiba. Merasa shock dengan apa yang dilihatnya sekarang. Ia kemudian berletuk lutut disamping Febby. Menggenggam erat tangan gadis itu, memberikan seluruh kekuatan yang ia punya. Sebenarnya Adit menyaksikan detik-detik disaat Febby menyelamatkan Pangeran dan Maudy.

Maudy dengan cepat mengeluarkan ponselnya, sesuai apa yang dikatakan Adit, ia menelfon pihak rumah sakit dan segera mengirim ambulance.

Baju putih yang dipakai Febby sebagian sudah berganti warna menjadi merah. Dengan sisa-sisa nyawa yang ia punya arah pandang Febby mengarah Pada Pangeran. Lantas ia tersenyum kecil. "Pangeran gakpapa?"

Pangeran, Adit, dan Maudy terperanga, jenis pertanyaan macam apa ini? Disaat Febby sedang berada diambang kematian gadis itu masih sempatnya menanyakan kondisi diri Pangeran?

"Lo gila yah? Udah jelas yang ketabrak mobil itu lo, bukan Pangeran. Ngapain lo tanyain kondisi dia?" Adit menyahut keras emosinya mulai memuncak.

"Gue gakpapa kok, Dit. Ini cuma luka kecil nanti juga membaik," ucap Febby berusaha menyembunyikan rasa sakit yang sekarang ia rasakan dibalik senyuman.

"Apa lo bilang? Luka kecil? Lo ketabrak truck bego, lo pendarahan hebat, kepala sama hidung lo berdarah dan lo bisa ajah mati!"

"Tapi, Dit—"

"Diam! Gak usah banyak ngomong, sekali lo ngomong gue tabok nih!" Adit tidak mengerti lagi apa yang dikatakannya, asal ceplos. Pria itu frustasi.

"Maafin gue Feb," setelah lama mendiam, akhirnya Pangeran membuka suara. Merasa sangat bersalah. "Karena gue, lo kayak gini. Lo korbanin diri lo."

Lagi-lagi Febby tersenyum, dengan air mata yang sudah jatuh ia menatap Pangeran dengan penuh arti. "Pangeran kan tahu, kalo Febby cinta sama Pangeran. Febby bakal lakuin apa pun demi Pangeran, sekalipun itu nyawa Febby taruhannya."

Bagai ditusuk belati tajam, Adit dan Maudy merasa sesuatu menyayat hatinya. Perkataan gadis itu sangat menyakitkan bagi keduanya.

"Sekarang dua puluh empat jam itu sudah usai, Pangeran boleh kok putusin Febby sekarang! Tapi satu hal yang Pangeran harus tahu, Febby selalu cinta sama Pangeran."

Lagi dan lagi, tanpa Febby sadari ucapannya membuat dua orang merasakan sakit hati. Memendamnya, seolah tidak menimbulkan efek apa-apa. Karena bagi mereka, luka Febby lebih mengenaskan dibandingkan yang mereka rasakan.

"Maafin Febby, mungkin beberapa hari ke depan, Febby gak temuin Pangeran dulu. Pangeran harus jaga kesehatan pokoknya, supaya gak sakit kayak Febby!"

Pangeran menggangguk saja.

"Kisah pacaran kita memang singkat, tapi semoga Pangeran tidak lupa, semoga Pangeran bisa bahagia, terima kasih untuk dua puluh empat jamnya."

Lantas kemudian mata sipit gadis itu tertutup, membuat Adit, Maudy dan Pangeran panik.

CRAZY GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang