Hal yang dulu pernah menjadi kebiasaannya. Kini terulang lagi.
Di ruang gelap ini. Bermandikan cahaya bulan. Udara dingin menusuk kulit. Pecahan kaca berserakan di lantai. Terdapat beberapa bercak darah. Sebuah kaca dengan bercak darah diujung itu tengah dipegang erat oleh seorang gadis.
Kenapa? Kenapa selalu seperti ini? Ia terbiasa melukai diri sendiri ketika sedih. Menurutnya, ini akan menghilangkan rasa sakit itu.
Ia sedih, ia sakit, ia merasa kosong.
Bagaikan candu baginya, ia merasa tenang ketika rasa sakit keluar dari tangannya. Membuatnya lupa akan duniawi. Membuatnya lupa akan segala hal menyedihkan dalam hidupnya.
Apakah belum cukup hanya dengan ia tak dipedulikan oleh suaminya? Sekarang bahkan suaminya itu membencinya.
Bukan tanpa alasan ia tak mengadu pada orang tua. Karna ia tahu, jika mereka tahu. Maka ia akan mendapat pengawasan ketat. Yah, ia yang akan dapat pengawasan agar tak terjadi hal seperti ini.
Apa mereka tidak mengerti? Betapa pahitnya hidup ini?
Biarlah orang lain berfikir ia kurang bersyukur. Ia terlalu egois, atau apapun itu.
Ia juga tahu, dulu dia adalah seorang tokoh antagonis. Yang selalu menindas yang lemah. Namun, itu dulu. Apakah seorang antagonis juga tak boleh memiliki kebahagiaan?
Ia selalu menahan diri untuk tak melakukan hal itu lagi. Ia sudah menahan diri untuk tidak berlaku jahat pada orang lain. Berbulan bulan tanpa sepengetahuan orang lain ia selalu datang ke psikolog. Ia merasa selalu diluar kendali ketika melakukan kejahatan.
Masih teringat jelas di benaknya. Dulu, kala SMP. Ia masih mudah emosian. Sedikit ia tersinggung. Maka ia akan membully orang itu habis habisan. Ia merasa selalu berlaku jahat. Dan ketika kejahatan itu telah usai. Maka ia akan mengurung diri di kamar mandi dan melakukan pembalasan untuk dirinya sendiri. Ya, dengan cara melukainya.
Hingga tahun terakhir. Ia mengenal Arka dan teman temannya. Mereka yang selalu mengontrol Archa. Mereka selalu menahannya untuk berhenti berbuat jahat.
Hari ini, sudah cukup. Ia hanya takut, mungkin besok ia tak akan bisa bersabar lagi. Emosinya yang dulu pernah hilang. Segala kegilaan yang pernah tenggelam, kini kembali lagi.
Si Archa pemeran antagonis akan kembali.
.
.
.
Archa bahkan tak tahu kapan Arga keluar dari rumah sakit. Arga tak pulang ke apartemen. Namun, sekarang Arga tengah berada di lorong sekolah bersama teman temannya.Mereka secara bersamaan menatap Archa sinis, tatapan tak bersahabat.
Oh tidak, bahkan sekarang ia ingin menonjok mereka. Archa memejamkan matanya, berusaha mengontrol emosi meluap luapnya yang kembali.
Baru sebulan ia sekolah di sini. Ia merasa sudah bisa mengontrol emosinya dengan baik. Sehingga ia berhenti menemui psikolog itu.
Namun, ternyata hanya berlaku sebulan. Hanya sebulan ia dapat mengontrol emosinya.
Mereka hanya tahu, Archa sering melukai diri sendiri. Namun, mereka tak tahu pasti apa penyebabnya. Dokterpun hanya mengatakan pada mereka jika Archa hanya sedang sedih. Padahal, kenyataannya lebih dari itu.
Archa, perempuan kuat itu. Bahkan seorang dokter profesional pun tidak yakin bisa menyembuhkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Make It Right (Telah Terbit)
Fiksi RemajaBagaimana jika berada di posisinya? Ada namun, tidak dianggap. Berstatus, tapi diabaikan. Ya, itu nasibnya. Dia, Archa yg mencintai Arga. Arga Yang mencintai dunianya dan tentu saja bukan Archa dunianya, melainkan wanita lain. Dia, Arga. Makhlu...