Percaya nggak percaya kini kondisi Archa sangat mengenaskan.
Tadi setelah ia mencoba berbagai cara menyakiti diri. Namun, tentu saja digagalkan oleh sepasang kekasih yang saat ini tengah menatapnya frustasi.
Kini kedua tangannya di borgol dan diikat ke sandaran kasur. Kakinya terus menendang ke segala arah. Tubuhnya terpontang panting. Ia benar benar frustasi. Rasanyaa ingin mati saja.
Hingga sebuah suntikan menenangkan dirinya. Perlahan gerakannya melemah dan ia tertidur.
"Kita harus gimana?" tanya Letta frustasi, matanya berkaca kaca menatap Varo di depannya.
"Kamu tenang dulu oke? Inget ada junior kita di perut kamu" ucao Varo sambil memeluk Letta.
"Ta-tapi..."
"Sstt... Biarin begini dulu untuk sementara. Mungkin, besok ia sudah tenang" ucap Varo.
"Aku tahu rasanya menjadi dia. Aku tahuu... Rasanya akan sangat sakit kalau tidak melampiaskannya pada sesuatu. Hiks..." ucap Letta memeluk erat Varo.
.
.
.
"Nggak seharusnya kita biarin Carla yang maju. Gue tahu kekuatan Archa waktu dia nonjok gue. Bahkan saat itu gue tahu dia nggak sungguhan. Harusnya kita nggak terima tantangan Archa. Carla di dalem gara gara kitaa..." ucap Beta meracau."Gue juga bingung! Kita semua nggak tahu orang tuanya dimana. Siapa. Nggak tahu satupun anggota keluarganya. Kita harus gimana?"
"Gue bakal jaga dia. Sampe sembuh. Kalian tenang aja. Gue.... bakal tanggung jawab" ucap Arga.
Pikirannya bercabang kemana mana. Bagaimana kalau kondisi Carla parah? Bagaimana kalo Carla sampai menderita penyakit keras? Bagaimana kalau Carla sampai....
Pikirannya terlalu penuh akan Carla. Ia hanya merasa sangat bersalah. Ia ketua geng ini. Tapi, ia membiarkan anggotanya terluka begitu parah. Tadi sekilas dokter sudah bilang kalau Carla patahu tulang. Hingga saat ini Carla sedang didalam ruang operasi.
Betapa malangnya nasibmu Archa...
.
.
.
Satu minggu.Satu minggu Arga terus menjaga Carla. Tidak pernah sekalipun ia pulang. Baju ganti selalu dibawakan oleh Galih ataupun Beta ketika datang. Ia pun sudah meminta ijin keoada guru. Guru juga mengerti akan kondisi Carla yang hanya sebatang kara disini.
Kondisi Carla lumayan parah. Hidungnya retak. Kakinya patah. Ujung matanya membengkak biru. Juga luka luka leban yang memudar masih ada di kisaran wajahnya.
"Udahh... kenyangg" ucap Carla dengan mata berkaca kaca.
"Satu lagi oke?" ucap Arga dengan mangkuk dan sendok ditangannya.
"Nggakk... hikss... bibirku sakit" ucap Carla.
Arga menghela napas pasrah.
.
.
.
Archa, ia hanya bisa terus tersenyum getir menatap itu semua. Tidak ada hari yang terlewati tanpa menengok Carla.Ia akan seharian penuh duduk di dalam ruangan dokter Rina. Ruangan yang bersebrangan dengan kamar Carla, berpisahkan dengan taman rumah sakit.
Duduk dengan tirai yang hanya terbuka sedikit. Cukup membuatnya terus melihat dengan jelas adegan suaminya yang tengah bermesraan. Bahkan beberapa kali terlihat mereka seperti sedang berciuman.
Tentu saja Dokter Rina sebenarnya tidak akan pernah mengijinkan Archa melihat itu semua. Namun, bukan Archa jika bisa diancam. Ia akan berbuat nekat.
Akhirnya dengan syarat kedua tangan Archa harus diikat dan ada satu tali yang terhubung dengan kaki meja.
Namun, sejauh ini. Tak ada hal berarti. Archa tidak pernah memberontak. Ataupun berusaha melukai diri sendiri. Ia hanya terus menatap kosong kearah jendela.
"Berhentilah, saya benar benar tidak ingin kamu masuk rumah sakit jiwa lagi" ucap Dokter Rina yang baru saja memasuki ruangan.
Nemenin para jombs di malam minggu
KAMU SEDANG MEMBACA
Make It Right (Telah Terbit)
Roman pour AdolescentsBagaimana jika berada di posisinya? Ada namun, tidak dianggap. Berstatus, tapi diabaikan. Ya, itu nasibnya. Dia, Archa yg mencintai Arga. Arga Yang mencintai dunianya dan tentu saja bukan Archa dunianya, melainkan wanita lain. Dia, Arga. Makhlu...