32. Secret Love

44.9K 1.8K 208
                                    

Vana memijat keningnya pelan, memandangi layar komputer yang menyala menampilkan laporan keuangan perusahaan. Gadis itu melirik jam dinding diruang kerjanya sesaat, sudah pukul 07.00 malam namun pekerjaannya belum juga selesai.

Ya, malam ini Vana menggantikan Feya untuk merevisi laporan. Dia tidak tega melihat wajah Feya yang memelas karna ingin bertemu anaknya, Vana memahaminya. Feya seorang ibu, terlebih anaknya masih sangat kecil dan membutuhkan asi tentu saja. Jadi masuk akal kalau Feya tidak bisa melembur malam ini.

"Lembur ya mbak?"

Terdengar suara dari belakang yang tentu mengejutkan Vana, dengan cepat gadis itu memalingkan tubuhnya dan mendapati seorang satpam disana.

Vana bernapas lega, ia sempat mengira hantu. Terlebih keadaan yang mulai gelap ditambah lampu kantor tidak dihidupkan seluruhnya.

"Iya Pak," Jawab Vana.

"Yasudah, kalau begitu ruangannya tidak saya kunci, permisi mbak." Pamit satpam itu kemudian berlalu dari ruangan Vana.

Vana memilih kembali fokus pada layar laptop, berusaha secepat mungkin merevisi laporan agar dia dapat segera pulang.

Hening.

Suasana kantor mendadak hening atau memang Vana baru menyadarinya. Vana mengedarkan matanya pada seluruh ruangan. Tidak ada siapapun disini. Tapi entah mengapa Vana merasa ada yang sedang mengawasinya.

"Halo-" suara Vana bergema di tiap sudut ruangan. Tak ada jawaban apapun, menandakan jika memang tidak ada seseorang disini "Fokus Vana, jangan takut hantu itu tidak ada." Gumannya.

Akhirnya Vana memilih untuk tidak berpikir macam-macam dan kembali pada tugasnya dan mulai merevisi.

Brakkk

Vana menggebrak meja frustasi, gadis itu kembali memijat kepalanya sejenak "Apa yang salah sihh." Keluh Vana pada dirinya sendiri. Sungguh, ia tidak menemukan kesalahan apapun dalam laporannya atau memang Vana yang tidak teliti?

"Meja itu tidak bersalah sayang." Suara bariton terdengar tepat di belakang Vana yang sontak membuat Vana berbalik menatap pemilik suara menyebalkan itu. Terkejut akan kehadiran mahluk tak diundang dibelakangnya.

"Memangnya kenapa?" Sewot Vana kesal, "Apa aku harus mengganti meja perusahaan mu jika rusak?"

"Sebenarnya iya," Dave mulai melangkah maju lalu mendudukkan bokongnya di kursi yang terletak di sebelah Vana "Tapi jika kau yang merusaknya, aku ikhlas."

"Bagus." Jawab Vana seadanya.

"Seingatku aku menyuruh Feya yang merevisinya, bukan kau."

"Feya punya anak kecil Dave, kau kejam sekali berusaha memisahkannya dengan anaknya." Jelas Vana.

Dave terkekeh "Aku hanya menyuruhnya melakukan revisi, tidak sampai memisahkannya dengan anaknya, kau lebay sekali."

Vana memutar matanya, tidak mempunyai niat untuk menanggapi ucapan Dave, lebih baik dia fokus saja pada tugas nya malam ini.

Bukannya merasa diabaikan, Dave malah terhanyut memandangi wajah Vana, agar lebih menjiwai Pria itu sengaja menopang dagunya dengan satu tangannya dan terus memandangi wajah gadisnya itu.

Lagi, untuk kesekian kalinya Vana memijat pelan pelipisnya lalu menghembuskan napasnya kasar.

"Cukup." Kata Dave "Berikan file sialan itu padaku, aku yang akan merevisinya sendiri." Dave menyodorkan sebuah flashdisk pada Vana.

Vana terhenyak, memandang Dave dengan tatapan haru sembari tersenyum "Dave," Vana menyentuh pipi kiri Dave menggunakan tangannya "Apa aku sudah bilang kalau kau sangat tampan bagaikan nampan malam ini?" Ujar Vana dengan ekspresi dibuat-buat.

Zrelost (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang