19. You're my everything

60K 2K 279
                                    

Vote dulu, baru baca!

Happy reading ~

Vana terbangun dari tidurnya dan mengerjapkan matanya berkali-kali, ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 02.00 pagi. Sayup-sayup ia mendengar suara yang entah berasal darimana, terdengar seperti teriakan yang tertahan atau mungkin isakan? Dengan cepat Vana menyigap selimutnya dan keluar dari kamarnya mengikuti sumber suara itu. Suasana mansion yang gelap mendominasi membuat jantung Vana terpacu seolah sedang melakukan uji nyali, ia melangkahkan kakinya perlahan.

Mengapa mansion ini terlihat menyeramkan ketika malam? Bayangkan saja mansion sebesar ini hanya dihuni oleh tiga orang, Leon, bi inah dan supirnya yang merangkap menjadi tukang kebun juga- sebenarnya empat orang jika ia masuk dalam hitungan. Memangnya kemana kedua orang tua Leon?

Seseorang menepuk pundak belakang Vana dan sukses membuat gadis itu terpenjat "Bibi membuatku kaget" ucap nya parau pada wanita paru baya yang berada di depannya itu.

"Maaf non, tapi dari tadi bibi juga ndak bisa tidur denger den Leon kaya gitu" ucap pembantu Leon khas dengan logat jawanya.

Vana memandang pintu kamar Leon yang tertutup "Kenapa nggak Bi Imah cek aja didalem"

"Bibi ndak berani non, non Vana aja nggeh yang masuk, monggo non"

Vana menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Vana berjalan menuju kamar Leon, meraih gagang pintu Leon dan membukanya, tidak terkunci ternyata,batin Vana.
Vana memasuki kamar Leon, matanya tertuju pada seorang pria dengan mata masih terpejam, peluh membanjiri sekitar dahinya. Vana menyentuh dahi Leon sebelum akhirnya terkejut karna panas yang cukup tinggi pada dahi pria itu.

"Leon.." ucap Vana berusaha membangunkan Leon dengan menggoyangkan tangan nya.

Mimpi apa yang dialami pria itu hingga ketakutan seperti ini? Sebenarnya dulu Vana pernah mengigau sampai menangis karna memimpikan diserang oleh alien, tapi itu saat usianya tujuh tahun, tidak mungkin Leon yang sudah dewasa memimpikan hal itu bukan.

"Bukan Leon pa..maafin Leon" ucapnya parau dengan wajah penuh kesakitan.

Nafas Vana tercekat, entah mengapa perasaan iba hinggap didirinya, ia tidak tega melihat Leon yang mengigau seperti itu, sepertinya pria itu mengalami trauma yang cukup berat. Tangan Vana terjulur menyentuh pipi Leon dan menepuknya pelan membuat sang empunya membuka matanya dengan nafas terengah-engah.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Vana khawatir.

Dengan gerakan kilat Leon menarik Vana dalam dekapannya, berusaha mencari kenyamanan dari gadis itu. Satu-satunya yang Leon butuhkan sekarang adalah rasa aman.Namun entah apa yang dilakukan gadis itu sehingga bisa membuatnya nyaman dan aman.

"Aku tidak pernah baik-baik saja" ucap Leon parau.

"Kau hanya bermimpi buruk Leon, semuanya akan baik-baik saja tidak ada yang perlu kau takutkan" Vana mengusap punggung Leon pelan.

Leon melepaskan pelukannya, menatap kedua manik biru itu dalam. Dalam hati ia mengakui bahwa Vana memiliki mata yang indah, tapi bukan itu yang membuatnya bingung. Perasaan apa yang ia rasakan sehingga membuat jantung nya berdetak semakin kencang? bukan detak ketakutan yang biasa terjadi padanya melainkan detakan yang membuat hatinya hangat.

Leon mengalihkan pandangannya "Kau tidak mengerti"

"Kau deman Leon, akan ku ambilkan kompres untukmu" ucap Vana yang akan beranjak dari tempat tidur Leon namun pria itu menahannya, Leon memegang tangan Vana.

"Tidak perlu, kembalilah ke kamarmu"

Dasar keras kepala, kau bisa kena ayan jika deman setinggi itu bodoh!

Zrelost (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang