–Hold on i still want you
comeback i still need you–
Vana berlari menyusuri koridor rumah sakit tanpa memikirkan beberapa bercak merah yang mungkin masih melumuri tangan juga bajunya. Pandangannya terpaku pada wajah tenang yang sedang menutup matanya mengabaikan kepanikan yang terjadi disekelilingnya. Wajah itu kemudian menghilang dari pandangan Vana selaras dengan tertutupnya pintu ICU."Kami akan mengusahakan yang terbaik." Kata seorang suster sebelum operasi Dave dimulai.
Vana mengangguk gusar sebelum akhirnya seseorang menariknya dan memeluknya erat, seolah menjadi penyandar atas semua kekhawatiran yang menyerang batinnya.
"Dia akan baik-baik saja," Ujar Bibi Jessie sembari mengusap punggung Vana pelan "Lebih baik kamu ganti baju terlebih dahulu."
"Dia benar Van," celetuk Leon.
"T-tapi aku ingin tetap disini, Dave bilang aku tidak boleh meninggalkannya, aku tidak ingin meninggalkan nya Leon." Racau Vana.
"Vana, lihatlah dirimu," Leon memegang kedua pundak Vana untuk menyadarkan gadis itu akan penampilannya yang kacau saat ini "Apa kau yakin akan menemui Dave dengan penampilan seperti ini?"
Vana memandang pintu ICU sejenak sebelum akhirnya mengangguk dan menuruti permintaan Jessie juga Leon.
**
"Dok, Pasien kehilangan banyak darah, denyut nadinya mulai melemah." Kata seorang perawat yang menangani Dave dalam ruang operasi.
Terdapat tiga orang dokter spesialis bedah juga empat orang perawat yang sedang menangani Dave saat ini.
"Kita harus mengeluarkan peluru itu terlebih dahulu." Sahut seorang dokter muda yang diketahui bernama Alaric.
Perawat itu mengangguk kemudian mulai menuruti permintaan Alaric, tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka untuk mengeluarkan peluru dari dalam tubuh Dave. Namun disaat detik terakhir operasi Dave tiba-tiba kehilangan detak jantungnya.
Tiiiit
Alaric melirik sekilas elektrodiagram, yaitu semacam monitor pendeteksi detak jantung yang terpasang pada tubuh Dave yang tidak menunjukkan adanya detakan disana.
"Siapkan AED!" Teriak Alaric dengan wajah panik.
Dalam hitungan ketiga tubuh seolah Dave terangkat keatas selaras dengan aliran listrik yang mulai menyentuh saraf tubuhnya, memaksa jantungnya untuk kembali bekerja.
"Tingkatkan!" Kata Alaric sebelum menggunakan alat kejut jantung itu untuk kedua kalinya dan sukses membuat detakan lemah pada jantung Dave kembali.
"Pasien mengalami masa kritis, jika dia tidak bisa melewatinya maka tidak ada kemungkinan dia akan selamat." Kata seorang dokter kepada Alaric tepat setelah operasi Dave berakhir.
Alaric mengangguk "Aku tahu."
**
Vana menyenderkan kepalanya yang terasa sangat berat pada kursi tunggu rumah sakit, perempuan itu memandang kedua tangannya sejenak yang kini telah bersih dari noda darah. Kejadian itu berlalu begitu cepat. Vana memejamkan matanya, bayangan senyum Dave yang tercetak sempurna dengan mata berbinar memandangnya seolah menamparnya berkali-kali, sangat menyakitkan.
'mengetahui kau baik-baik saja sudah lebih dari cukup'
Vana menggeleng pelan bersamaan dengan air matanya yang jatuh membasahi kedua pipinya. Kalimat tersebut seakan berkata kalau Dave akan benar-benar pergi meninggalkannya, tidak! Vana bahkan tidak bisa membayangkan kehidupannya tanpa Dave didalamnya. Meskipun Vana belum benar-benar memaafkan Pria itu seratus persen tapi Vana tidak bisa menyangkal kalau dia masih mencintai Dave dan akan terus begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zrelost (END)
RomansaHarap kebijakannya dalam memilih bacaan. Tidak disarankan untuk anak dibawah umur. (Cerita diprivate sebagian, follow dulu untuk membaca) Dave Putra Perwira adalah salah satu CEO yang sukses mengelola perusahaan keluarganya di usia yang dibilang cu...