Ramaikan part ini ya guys, zona wajib vote huehehe.
Warning, part ini mengandung unsur dewasa.
***Vana meliukkan tubuhnya sembari memejamkan kedua matanya merasakan sentuhan yang diberikan Dave pada bagian sensitifnya. Jantungnya berdebar tak tentu arah dan napasnya juga tersengal.
"Satu ronde lagi ya sayang?"
Vana mendelik seketika.
"Apa? Tidak! aku capek!" Bantah Vana yang langsung membuat Dave menatapnya dengan tatapan memelas. Terlebih tangan Dave masih saja nakal bermain-main dibawahnya. Ah Pria itu, selalu saja berkata 'satu ronde' padahal terhitung Dave sudah mengatakan hal itu sebanyak lima kali.
"Tapi sayang–" Ucapan Dave terhenti ketika terdengar suara tangisan bayi dari speaker yang berada di nakas kamarnya. Pria itu menghembuskan napas kasar.
"Devan pasti terbangun." Ucap Vana pelan.
Kemudian Vana bergegas merapikan piyama tidurnya yang berantakan karena ulah Dave dan beranjak menuju ruangan kamar anaknya, yang hanya berjarak lima meter dari ranjangnya.
Sedangkan Dave hanya bisa terdiam sembari menatap sendu kepergian Vana dari kamarnya "Mengapa anakku tidak bisa diajak bersekongkol, memangnya dia pikir ayahnya tidak perlu susu sepertinya?" Runtuk Dave entah kepada siapa.
Dave lalu memutuskan untuk menyusul Vana menuju ruangan Devano. Pria itu sebelumnya membasuh wajahnya terlebih dahulu untuk menghilangkan kantuk yang menyerangnya. Waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari.
Vana terlihat kewalahan menggendong Devano, anak kecil yang baru menginjak usia 10 bulan itu terus saja menangis digendongan ibunya.
"Kalau kamu capek, kamu bisa tidur Vana, biarkan aku yang menidurkannya," Ujar Dave dengan percaya diri. Sebenarnya dia sendiri tidak tahu bagaimana cara menidurkan anak kecil, hanya saja Dave tidak tega melihat wajah lelah Vana.
Terlebih baby sitter yang biasanya mengurus Devano sudah mengundurkan diri tiga hari lalu karena tidak sanggup menghadapi tingkah nakal bocah kecil itu. Dan Dave belum bisa menemukan Baby sitter lain yang menurutnya pantas untuk membantu Vana mengurus Devano. Mungkin memang kriteria yang Dave berikan cukup selektif karena menyangkut putra kesayangannya.
Dave akui, putranya itu memang aktif dan tidak bisa diam. Persis seperti Vana meskipun bentuk wajahnya menurun darinya. Tampan tentu saja.
Apalagi sekarang Devano sudah belajar merangkak, jadi harus ekstra pengawasan jika tidak mau mendengar tangisan bayi kecil itu karena kepalanya kepentok meja atau kursi atau bahkan tembok.
Vana mengangguk setuju lalu memberikan Devano pada gendongan Dave "Epan bobok sama ayah ya, kalo ayah-nya tidur duluan nanti tabok aja ya sayang."
"Vana, jangan berbicara seperti itu pada anak kita," Kata Dave kemudian terkekeh kecil.
"Lagipula Epan tidak akan mengerti Dave, iya kan sayang!" Kata Vana lalu memberi kecupan ringan pada pipi gembul putranya.
"Mau juga dong cium..." Goda Dave sembari memanyunkan kedua bibirnya kedepan.
Vana bergedik ngeri, Dave sama sekali tidak terlihat imut "Mamam nih cium," Kata Vana kemudian tertawa, saat berhasil menjejalkan bibir Dave dengan boneka kecil dari ranjang anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zrelost (END)
RomanceHarap kebijakannya dalam memilih bacaan. Tidak disarankan untuk anak dibawah umur. (Cerita diprivate sebagian, follow dulu untuk membaca) Dave Putra Perwira adalah salah satu CEO yang sukses mengelola perusahaan keluarganya di usia yang dibilang cu...