3. Interested

111K 3.7K 320
                                    


"Lo nganterin bunga apa bangun masa depan sih? Lama amat." grutu Lily.

"Berhentii lah menggerutu aku sedang tidak mood hari ini Ly" ujar Vana malas.

"Bukannya lo habis dari perusahaan terbesar di Jakarta? Harusnya lo seneng bego," balas Lily melempar Vana dengan kelopak bunya mawar.

Vana hanya memejamkan mata menerima lemparan kelopak dari Lily, seolah ia sedang diruqyah.

"Sudahlah sama sekali tidak ada yang menarik disana, hanya bangunan penuh orang menyebalkan, by the way terimakasih sudah menjaga tokoku" ujar Vana.

"Siapa maksud lo?" Lily menautkan alisnya.

"Dove perwira, kau mengenalnya? Dia benar-benar menyebalkan, brengsek, biadap, mesum dan.."

"Maksud lo Dave perwira?" Potong Lily sebelum Vana menyelesaikan makiannya "Ceo yang ganteng itu? Demi apa lo ketemu sama dia Van?" Lily terlihat bersemangat saat membahas tentang pria.

"Jadi namanya Dave? Ku kira namanya Dove" ujar Savana mengingat kembali percakapannya dengan Dave tadi.
Rupanya dia salah menyebut nama pria itu tadi, sungguh bodoh.

"Lo bener-bener kurang pergaulan Van" ucap Lily sambil menatap Vana iba.

Dasar ratu drama, pikir Vana.

Lily memgambil tasnya dan berniat untuk pulang "Baiklah, gue pergi dulu ya little cat," balas Lily sambil terkekeh.

Vana menghembuskan nafasnya menatap banyak sekali kelopak yang berjatuhan dilantai, apa Lily habis mengubur seseorang disini? Seperti nya Vana punya tugas menyapu ulang karna teman laknatnya itu "Hati hati Ly" Vana melambaikan tangannya.

Mobil Lily terlihat meninggalkan teras depan toko Vana, Lily memang satu satu nya teman yang Vana miliki. Dia berasal dari keluarga berada namun tidak sombong, bahkan Lily kerap menawarkan bantuan material kepada Vana namun dia menolaknya secara halus.

**
Vana terduduk diam melamun sambil memainkan bunga mawar yang tergeletak dimeja kasirnya.

*Kliring* Bel pintu toko vana berbunyi menandakan ada pembeli yang masuk tokonya.

"Tidak sulit ternyata menemukanmu gadis angkuh" ujar Dave tiba-tiba, sekarang dia sudah berada di depan meja kasir milik Vana.

Sontak Vana melotot kerarahnya seolah seperti kucing betina yang tak ingin diganggu, Apa pria ini mengikutinya tadi? Sialan.

"Pergilah aku tidak ingin berurusan denganmu" ketus Vana lalu masuk kedalam ruangan kamar yang berada di dalam kotonya.

Vana hendak menutup pintu namun dicegah oleh Dave "Tunggu Savana, ada yang ingin ku bicarakan padamu"

"Tidak ada yang perlu kita bicara-"

"Aku ingin menjadi pelangganmu, jadi setiap hari aku ingin kau mengantar bunga ke ruanganku, edelweis kau ingat?" potong Dave

"Kau tidak perlu mengantarnya pagi seperti hari ini, kau bisa mengantarnya pukul 9" lagi, Dave mengatakannya dengan raut datar terlewat santai. Sepertinya ia menerapkan prinsip bahwa tuhan selalu bersama orang-orang santuy. "Jika kau menolak aku bisa membuat tokomu itu bangkrut, kau tidak lupa siapa aku bukan"

"Kau mengancamku?"

"Tepat sekali, lagipula apa ruginya bagimu? Bunga mu laku setiap hari dan kau mendapat uang kan?"

Dave sepertinya serius mengancamnya, wajahnya terlihat tidak main-main. Lagipunya pembeli bodoh macam apa yang datang lalu memaksa menjadi pelanggan tetap tanpa diminta.

Zrelost (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang