Jimin Pov
Member BTS sedang berjalan-jalan malam menikmati musim dingin di Hongkong. Tapi aku tidak sedang pada mood sebagus itu. Aku hanya ingin istirahat di hotel sebelum sebuah panggilan telpon menggangguku.
"Hallo, Jimin." Kata seseorang dari ujung telepon.
"Hallo Pa?" jawabku tanpa semangat.
"Apa urusanmu di Jepang sudah selesai?" tanya papa yang aku jawab dengan singkat. Ya
Tidak biasanya papa tertarik dengan urusan ke artisanku dan sekarang beliau menanyakannya. Apa beliau sudah merestuiku menjadi idol sepenuhnya.
"Apa kau bersama Jeong di sana?" tanya papa yang membuatku terkejut.
"Tentu saja tidak, dia pasti bersama membernya." Ucapku tak berminat. Ada helaan di ujung telepon, aku tau papa kecewa karena aku belum berbaikan dengan jeong.
"Baiklah, padahal papa mau minta tolong sampaikan pada Jeong kalau nenek sakit." Ucap papa getir.
Aku segera beranjak bangun mendengar nenek sakit, "Nenek sakit apa?" tanyaku penasaran.
Papa mendengus, "Biasa Maagnya kambuh karena susah makan." Kejadian waktu itu memang membuat nenek jarang makan dan prediksiku benar. Nenek akan lebih menyusahkan dari pada anak kecil.
"Apa aku harus pulang Pa?" tanyaku pada papa.
Kalau nenek sakit terutama karena tidak mau makan, akulah yang bertugas membujugnya. Aku sudah hafal dengannya, karena aku terlalu sibuk dengan jadwal BTS jadi aku jarang mengunjunginya.
"Tidak perlu kalau kau lelah," lanjut Papa. "besok saja, nenek bisa menunggu."
"Aku akan pulang pa." Jawabku mantap, lalu menutup panggilan itu.
Aku menghela nafas, mendengar papa yang mencoba memahamiku dan itu membuatku tidak enak. Aku mengemasi pakaianku dan menelfon manejer BTS untuk mengantarku ke bandara. Aku akan pulang ke korea malam ini juga.
Di dalam mobil, aku masih terus memegang ponselku dengan bimbang. Aku ingin memberitahunya tapi dia tidak pernah membaca pesanku jadi akan percuma saja.
Hampir saja aku pulang ke korea tanpa memberitahu Jeong tentang nenek yang sakit. Sebelum aku melihat gerombolan anak-anak Jype berjalan keluar dari hotel tempat mereka menginap.
"Hyung tunggu aku sebentar, aku mau berbicara pada Jeongyeon twice sebentar." Pesanku pada manajerku yang duduk di belakang kemudi.
"Jangan membuat keributan, pakai topimu." Dia mengingatkanku yang langsung ku turuti.
Aku melihat ada banyak sekali artis jype yang berjalan beriringan, sepertinya mereka akan pergi ke suatu tempat bersama. Aku meneliti dimana keberadaan jeong diantara sekian banyak orang. Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari papa dan langsung pergi.
Bagaimana aku mengatakan pada jeong kalau dia saja dikerumuni begitu banyak temannya. Aku melihat dia sedang merangkul Caeyeong dibelakang Nayeon dan Sana. Sedangkan dibelakangnya banyak anak got7 dan beberapa pria yang ku tebak itu anggota day6.
Aku akan memisahkan Jeong dengan temannya terlebih dahulu, pikirku. Akupun berjalan mendekati jeong dan meraih lengannya. Aku hanya akan membawanya beberapa menit tidak lebih. Namun tatapan semua orang beralih padaku dengan kaget bercampur heran dan menjadi kemarahan.
Tangan Jeong meronta di dalam cengkraman tanganku. Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku selesai berbicara. Ya hanya berapa menit atau bahkan beberapa detik saja.
"Diam, jangan membuatku terlihat seperti penculik." Pekikku yang mendapat jawaban namaku sendiri. Jimin?
Air muka jeong mengeras, yang sebelumnya tampak takut kini berubah marah padam. Ia tambah meronta sampai hampir aku kehilangannya, untung tanganku segera menyambarnya. Namun tiba-tiba seorang tamu tidak di undang datang menghalangiku.
"Lepaskan dia!" perintahnya dan aku berusaha tidak gentar.
"Jangan ikut campur!" bentakku yang sialnya dia jawab dengan pukulan keras di wajahku.
Aku merasa ada cairan asin di ujung bibirku dan aku tahu itu adalah darah segar dari bibirku yang pecah. Aku tidak terima, bisa-bisanya dia memukulku begitu.
Aissh. Manajerku menarik tubuhku menjauhi pria itu dan menyisahkan kepalan tanganku yang tidak pernah mendarat di wajahnya. Aku melihat JB hyung datang menghampiri kami dan wajah terkejutnya melihatku berdiri diantara anak jype. Dia menatapku dengan heran.
Dia melarangku untuk membawa jeong kecuali jika jeong yang mau sendiri. Aku menghela nafas ke udara, menunggu jeong menyetujuinya hanya sebuah kebodohan. Jeong saja sudah menggenggam tangan pria itu. Dan aku hanya bisa menatapnya getir.
Aku hanya ingin mengatakan beberapa kata saja, kenapa aku harus mendapatkan pukulan sampai bibirku pecah begini. Apa sebegitu berharganya Jeong baginya, ini membuatku jengkel.
Tatapan Jeong meredup ketika tanpa sengaja aku mengatakan bahwa nenek sakit keras dan meminta kita pulang ke korea. Sebenarnya itu hanya spontan tapi ku pikir tidak buruk juga.
Rasakan kubohongi sekalian kau, aku sudah sangat kesal. Aku mengandalkan wajahku untuk berakting sedih.
Aku melihat Jeong panik dan matanya berkaca-kaca. Genggaman tangannya pada pria itu terlepas. Aku melihat pria itu terlihat kecewa dan aku melihatnya dengan puas.
Jeong berjalan ke arahku dan ku ajak masuk ke dalam van. Ada perasaan lega yang menggelitik dalam hatiku. Ada kepuasan yang tidak bisa ku jelaskan.
Dan aku sadari cewek yang selama berbulan-bulan menghindariku berjalan ke arah ku dengan sukarela dan duduk satu mobil denganku.
*****
Chapter ini adalah mini chapter berjudul Lie, sesuai dengan judul lagu Jimin.
Kebohongan yang tidak disengaja menjadi sebuah kebiasaan yang nikmat sekaligus beracun di waktu yang sama.
Ayo biasakan taburkan bintang dan follow kalau kalian suka cerita ini.
Thanks para reader yang sudah setia menunggu dan membaca ceritaku ini.
Jangan Lupa bahagia 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
She is a Pandora ^Jimin x Jeongyeon x Brian^ ✔
Fanfiction"Lagian siapa yang mau menikahimu, cewek tomboy!" Ketus jimin sekilas menoleh pada jeong dan kembali menatap neneknya penuh protes. "Dia bukan tipeku, lagian siapa yang percaya dia seorang wanita melihat dari bentuknya saja meragukan!" cibir Jimin...