Musim dingin akan berlalu di gantikan musim semi yang menghangat dan segar. Pucuk-pucuk daun mulai bermunculan dan bunga-bunga mulai bermekaran mewarnai kota seoul yang beberapa bulan ini memutih dan membeku. Salju mulai luruh meninggalkan cairan bening yang sekarang mulai memudar ditelan bumi. Orang-orang mulai bergerak aktif dengan semangat dan meninggalkan kamar-kamar hangat mereka.
Namun sepertinya tidak berlaku untuk seorang pria yang setiap hari meringkuk di atas kasurnya serasa hari-hari terlalu dingin untuk ia lalui. Ia terus memejamkan matanya meski rasa kantuk tidak kunjung mendatanginya. Ia ingin waktu cepat berlalu menghapus luka-luka yang ia torehkan pada hati seseorang.
Dia bukan orang jahat, tapi bersikap baik cukup sulit untuk ia lakukan terlebih pada gadis itu. Ia sendiri bingung kenapa ia selalu bereaksi berlebihan ketika bersama gadis itu. Perilakunya seakan tidak terkendali, tubuhnya seperti bukan miliknya, mulutnya tidak mau mendengarkannya dan terus mengatakan hal yang tidak masuk akal.
Sudah berkali-kali, bahkan ratusan kali mulutnya mengucapkan maaf yang justru terdengar sudah tidak berarti lagi dan menjadi basi. Dadanya sesak setiap kelebatan-kelebatan memori yang menampilkan kelakuan brengseknya muncul dalam pikirannya.
Dia ingin menemui gadis itu untuk menebus dosanya, tapi sepertinya sudah tidak ada kesempatan lagi. Gadis itu terlalu jauh untuk ia raih dan kakinya terlalu letih untuk bangkit berlari lebih jauh lagi. Ia tahu tidak seharusnya ia menyerah, tapi apakah ia punya harapan.
Pria itu menangkat tubuhnya dan duduk di ujung ranjangnya. Tangannya memeluk kedua kakinya dengan erat seakan kaki-kaki itu akan berlari sendiri jika ia tidak memeganginya. Hari ini seperti biasa, ia disibukan dengan pikiran-pikiranya dalam diam dan melamun, sampai sebuah suara dari ponselnya menggerang keras mengusik lamunannya.
Sial. Siapa yang menggaggu malam-malam seperti ini! pekiknya kesal.
Ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Entah benda itu sudah berapa hari di sana tidak tersentuh olehnya, tapi kali ini ponsel itu terlalu berisik meraung-raung menyakiti telinganya.
"Hallo," ucap pria itu dengan malas.
"Jimin....." suara dari ujung telepon mengejutkannya. Suaranya sangat ia kenal dan sungguh membuatnya was-was. Keterkejutannya membuat jeda cukup lama dan membuat namanya semakin sering di sebut. "Jimin, Jimin apa kau masih disana?"
******
Di gedung BigHit
Jimin Pov
BTS sedang disibukan dengan persiapan comeback awal tahun ini. Mungkin tidak hanya awal tahun saja kami akan sibuk sepanjang tahun ini. Ya, terlebih kami menggarap banyak lagu untuk comeback kali ini. dan sebuah lagu utama dipilih dari ciptaan member bts sendiri, yaitu Suga.
Aku menerima lembaran lirik lagu yang disodorkan oleh Namjoon hyung padaku dan kuterima dengan malas, ya tentu saja aku mendapat tatapan tidak suka oleh leader BTS itu. Aku mengerti dia pasti marah padaku karena insiden di Hongkong kemarin yang melibatkan aku dan artis dari jype.
Memberku juga sangat terkejut mendengar kabar itu dari manajer kami yang mengantarku dengan joeng. Tapi Namjoon hyung lebih terkejut lagi dan marah karena Jackson hyung yang memberitahunya dan itu cukup detail yang membuat aku diinterogasi beberapa jam tanpa bisa membela diri.
Aku menghembuskan nafasku kasar dan mulai membaca lirik lagu untuk comeback kami. Judul lagu itu Spring Day dan ku pikir ini adalah lagu yang sedikit sendu. Tidak banyak lagu bts yang bernada sendu dan bercerita tentang rindu seperti ini.
lagu itu membuatku tenggelam dengan isi lirik itu seakan aku bisa merasakan betapa merananya menahan rindu, tapi aku tidak sedang rindu dengan siapapun. Mungkin?
KAMU SEDANG MEMBACA
She is a Pandora ^Jimin x Jeongyeon x Brian^ ✔
Fanfiction"Lagian siapa yang mau menikahimu, cewek tomboy!" Ketus jimin sekilas menoleh pada jeong dan kembali menatap neneknya penuh protes. "Dia bukan tipeku, lagian siapa yang percaya dia seorang wanita melihat dari bentuknya saja meragukan!" cibir Jimin...