Chapter 11: Still

748 113 11
                                    

Jimin meraih tubuh gadis itu yang mulai kaku dan membisu. Bisunya sekarang tidak lagi membuat jimin kesal, namun sesuatu yang lebih besar dan lebih menakutkan. Gemuruh dalam dadanya mengisyaratkan bahwa tidak ada ketenangan di sana, hanya ada kekhawatiran dan ketakutan yang berpacu saling rebut untuk menguasai.

Jari-jemari Jimin meraih wajah sang gadis yang pucat di kelilingi air yang berhasil membekukan darahnya dan merenggut kehangatan tubuhnya. Gadis itu tidak bereaksi, namun Jimin mengerti bahwa diamnya gadis itu adalah sebuah signal bahwa sekarang Jimin berkejaran dengan waktu kalau dia tidak ingin sesuatu yang lebih buruk terjadi.

Lengan jimin menelisik masuk kepinggang gadis itu dan mengalungkannya dengan sempurna hingga akhirnya ia menarik tubuh itu ke permukaan.

*****

Jihyo sekarang mulai gusar, salah satu membernya tidak bisa ia hubungi sejak sore tadi. Ponselnya yang tidak pernah terlepas dari genggaman tangannya tidak kunjung memberi kabar bahwa yang ia tunggu dalam keadaan baik-baik saja.

Ia harus memastikan, bagaimana pun ia adalah leader grup yang memiliki jadwal padat. Dan besok pagi ada sebuah jadwal untuk perilisan produk kosmetik yang twice bintangi. Ya, meski bukan jadwal yang mengharuskan mereka banyak berlatih, tapi datang dalam jumlah member penuh adalah sebuah tanggungjawab yang mereka harus penuhi.

"Jeong tidak menjawab, sepertinya ponselnya mati." Ucap nayeon murung setelah berkali-kali mencoba menghubungi jeongyeon teman satu grupnya itu.

Jihyo menghela nafas panjang, ia sepertinya sudah lelah sekarang. Hasil yang nayeon berikan padanya tidak berbeda dengan hasil yang ia dapat. Gadis itu tidak mengangkat panggilannya, bahkan nada terhubungpun tidak ada.

Ia merebahkan tubuhnya ke atas sofa, mencoba mengistirahatkan punggungnya yang sudah tegang sedari tadi. Ini sudah pukul 11 malam dan masih tidak ada kabar apakah orang yang mereka tunggu akan datang hari ini atau menyusul besok. Padahal kemarin jeongyeon mengabarinya akan sampai asrama sore hari dan sekarang hampir tengah malam.

Nayeon ikut duduk di samping jihyo, wajahnya tidak jauh berbeda dengan jihyo yang khawatir. Mereka berdua tidak pergi tidur seperti member yang lain, bukan berarti yang lain tidak khawatir. Namun jihyo yang meminta mereka untuk tidur lebih dulu. Ia tidak mau di peluncuran produk kosmetik justru wajah mereka tampak lusuh. Jadi hanya Jihyo dan Nayeon saja yang mencari kabar jeongyeon.

Ting Tong

Jihyo dan Nayeon segera beranjak ketika suara bel asrama mereka berbunyi. Mereka setengah berlari menghampiri pintu. Namun beberapa detik kemudian mereka menghela nafas kecewa.

"Yoon oppa, jeongyeon tidak bisa dihubungi dari tadi sore." Ucap Jihyo ketika kaki seorang pria yang tidak lain adalah manajernya itu baru selangkah masuk ke dalam asrama mereka.

Ya, mereka memutuskan untuk memberitahu manajer mereka untuk membantu mereka mencari jeongyeon.

"Huuch," manajernya juga menghela nafas sambil menghampiri sofa. "Aku juga sudah mencoba menghubunginya beberapa kali saat perjalanan kesini, tapi ponselnya mati."

Tidak ada kabar yang manajer mereka bawa yang membuat dua gadis itu lega. Justru mereka tampak lebih murung sekarang dan larut dalam diam.

"Bukannya kalian bilang dia ke rumah neneknya?" tanya manajer mereka yang dijawab anggukan tanpa kata. "kalian tahu alamatnya kan?"

Dan kali ini pertanyaan manajernya dijawab dengan jihyo dan nayeon yang saling tatap. Mata mereka membulat dan berbinar seperti mendapat sebuah ide cemerlang.

"Brian oppa." Teriak keduanya serempak membuat manajernya kaget.

"Kenapa dengan Brian?" tanya manajer mereka penuh kebingungan. Namun baik jihyo dan nayeon tidak ada yang menjawab, justru nayeon segera meraih ponselnya untuk menelpon seseorang.

She is a Pandora ^Jimin x Jeongyeon x Brian^ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang