Semester pertama berhasil Retha lalui dengan baik. Tak ada kisah indah seperti fase hidup sebelumnya. Semuanya kembali seperti sedia kala. Saat sebelum dirinya bertemu dengan lelaki yang sempat singgah di hidupnya. Duduk di bangku kantin sekolah yang dulu sering ia duduki dengan lelaki itu, Retha menatap rintik hujan yang berjatuhan dari langit. Rupanya semesta sedang mendukung dirinya untuk bersedih.
Lembaran kertas yang berceceran di atas meja kantin menunjukkan bahwa perempuan itu sedang asyik mengerjakan tugasnya dan tidak ingin diganggu. Beberapa adik kelas yang mengenalnya menyapa. Retha membalasnya dengan senyum. Mungkin mereka juga bertanya-tanya kenapa banyak alumni yang suka sekali untuk sekadar menghabiskan waktu di kantin bawah.
Selain dirinya, ada Dika dan teman-temannya di meja ujung kantin. Tapi Retha menenggelamkan diri supaya tak ada yang berani mendekat. Sudah cukup dirinya dianggap bodoh oleh mereka yang sesekali melirik dari kantin ujung. Retha hanya berharap Nina dan Rio segera datang. Sedikit kesal karena mereka bilang akan tiba di sini pukul dua. Bahkan jam di pergelangan tangan Retha sudah menunjukkan pukul setengah tiga lewat.
"Neng, ini green tea-nya." Bu Asih, salah penjual minuman di kantin, mengantar minuman pesanan Retha ke meja.
Retha mendongak dengan senyum, "Oh, iya. Berapa, Bu?" tanyanya.
"Delapan ribu, Neng." balas Bu Asih.
Perempuan berkacamata itu mengeluarkan lembaran rupiah dari dompet hitamnya, "Ini, Bu." ia menyerahkan lembaran dua lembar lima ribu.
Bu Asih mengambil kembalian dari dalam kantung celemek yang ia kenakan, "Ini kembaliannya, Neng."
"Makasih, Bu." ucap Retha sebelum Bu Asih berlalu mengantar pesanan ke meja lainnya.
Menikmati gelas kaca berisi minuman berwarna hijau kesukaannya, Retha hampir tersedak ketika kedua sahabat yang ia tunggu-tunggu datang mengagetkannya. Karena jadwal kuliahnya yang jauh dari kata padat, Retha pun paling sering bisa diajak kumpul bersama teman-temannya yang di Bandung. Jatinangor ke Bandung terasa dekat karena dirinya ingin segera kembali ke zona nyamannya.
"Sorry, ya, Reth. Macet tadi. Biasa jalanan Bandung abis ujan lo tau sendiri, kan?" ucap Nina yang langsung duduk di seberangnya.
Retha mengangguk-angguk maklum. Kertas-kertas yang tadinya bercecerah di atas meja Retha rapihkan. Map berwarna pink itu kembali terisi oleh lembaran tugas milik Retha. Ia menaruh map itu di samping tasnya di kursi supaya tidak mengganggu jika mereka makan nantinya.
"Reth, lo tau ambil booklet dimana?" tanya Rio yang belum sempat mengambil buku kenangan angkatan mereka itu.
Retha menunjuk gerombolan yang ada di meja ujung dengan dagunya, "Kayaknya di sana."
"Oke. Bentar, ya. Gue ambil booklet dulu." ucap Rio yang langsung melanjutkan langkahnya menuju kantin ujung.
"Udah makan lo?" tanya Nina.
Retha menggeleng, "Bingung gue mau pesen apa. ATL ga jualan."
Mata Nina bergerak meneliti satu per satu toko yang menjual berbagai macam makanan dan minuman, "Gue mau Indomie kuah aja, deh. Lo berdua mau apa? Biar gue yang pesenin."
"Lo sengaja, ya. Ya udah samain aja." kata Retha pada akhirnya.
"Gue juga, deh. Bayarin dulu, ya, Na." tambah Rio yang sudah kembali dan mengambil duduk di sebelah Nina. Ia menyengir lebar ke arah Nina.
"Ga di kampus, di sini lo juga mau ngutang?" tanya Nina kesal sebelum beranjak dari duduknya.
Kursi dan meja panjang itu hanya ditempati Retha dan Rio. Tak ada adik kelas yang berani duduk bersama mereka. Ditambah saat Rio mulai membicarakan hal yang terlihat cukup serius dengan Retha. Bahkan teman-teman alumni yang juga datang langsung melewati mereka menuju meja ujung tanpa menyapa. Jelas reputasi Retha mendadak jatuh sejak kejadian naas saat prom.
"Lo tau kalo Rad bakal pulang?" tanya Rio dalam mode seriusnya.
Retha menggeleng. Ada sedikit rasa bahagia ketika mendengar bahwa Radyan akan segera ada di kota yang sama dengannya. Tapi juga sedih karena mungkin saja ia tidak bisa berjumpa walaupun mereka ada di kota yang sama. Retha memilih bereaksi biasa saja. Rio memang masih bertukar kabar dengan mantannya itu. Tidak dengan Retha yang memerlukan waktu untuk sembuh karena kepergian lelaki itu. Begitu melihat Nina kembali ke meja, Rio menutup mulutnya. Rio menyibukkan diri membuka lembaran buku kenangan yang baru saja ia terima itu.
"Anjir, kenapa beungeut aing lawak pisan?" komentar Rio saat melihat foto dirinya yang tergabung bersama Manda, Gilang, dan Fanya.
Retha menggeleng-gelengkan kepalanya lelah. Rio tidak berubah. Rindu rasanya bercakap dengan bahasa Sunda dengan Rio. Walaupun dirinya tidak fasih dengan bahasa daerah yang satu itu, Retha merindukan lingkungannya yang penuh orang Sunda. Di kampusnya yang banyak pendatang dari luar Bandung, memaksanya harus berbicara dengan bahasa Indonesia atau malah terbawa dengan gaya bicara yang bisa dibilang cukup gaul. Cukup sulit Retha beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Selalu ada kesulitan ketika kita berada di lingkungan yang baru untuk beradaptasi. Tapi Retha mengalami kesulitan yang dirinya rasa tak bisa atasi. Mungkin ketika dulu dirinya baru masuk SMA, dirinya belum menjadi seseorang yang karakternya sudah terbentuk. Nah, di SMA-lah karakter dirinya terbentuk seiring dengan perubahan yang masih bisa disesuaikan dengan dirinya. Berbeda dengan dirinya yang sudah memiliki karakter dan orang lain pun sudah berkarakter di perkuliahan ini. Sehingga terkadang rasa saling terintimidasi dan mengintimidasi meruak di antara dirinya dan rekan-rekan barunya di perkuliahan.
Jika Retha memilih merantau ke Kabupaten Sumedang, kedua sahabat di hadapannya itu memilih melanjutkan pendidikannya di Bandung. Keduanya diterima di salah satu universitas swasta di Bandung yang berlokasi di Tamansari. Berada di jurusan yang berbeda, keduanya sama-sama menyempatkan diri untuk bertemu sesering mungkin. Begitu juga dengan Retha yang hampir seminggu dua kali pulang ke Bandung hanya karena dirinya belum menemukan kenyamanan di perbatasan antar kota itu.
Enjoy!
Love, Sha.
14/01/2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Make it Right
ChickLit[COMPLETED] Retha kembali dipertemukan dengan masa lalunya. Setelah banyak yang dilaluinya sendirian, Retha kembali bertemu Radyan. Di bagian kehidupan yang berbeda, ketika keduanya lebih dewasa dalam menghadapi persoalan, mereka kembali berjumpa. M...