22

2.5K 213 5
                                    

Rasanya Retha belum rela melepas lelaki di sampingnya yang sedang fokus menyetir kembali ke negeri kincir angin. Ini hari terakhi Radyan di Bandung sebelum kembali mengejar mimpinya. Tentu pagi-pagi sekali, lelaki itu sudah datang ke rumah Retha untuk menghabiskan waktu berkualitas yang jarang dimilikinya bersama Retha. Penampilan Retha dan Radyan benar-benar serasi. Saat Radyan mengenakan kaus hitam lengan pendek dan celana bahan berwarna khaki, Retha mengenakan sweater kaus coklat dengan rok kotak-kotak selutut berwarna hijau tua.

"Reth, ke Jakarta aja gimana?" tanya Radyan tiba-tiba sembari menarik rem tangan saat lampu berwarna merah menyala di perempatan Simpang Dago.

Retha yang sedang mengecek inbox akun e-mail-nya sontak menoleh ke arah Radyan, "Hah? Ngapain? Kok, tiba-tiba?" tanyanya.

Radyan dan Retha memang belum merencanakan lokasi tujuan mereka hari ini. Tapi Retha juga tidak akan menduga bahwa lelaki di sebelahnya memiliki pemikiran untuk pergi ke Jakarta saat lelaki itu juga besok akan ke Jakarta. Lampu berubah menjadi hijau dan Radyan kembali melajukan mobilnya dan berbelok ke arah Sumur Bandung.

"Ketemu Ayah sama Bunda. Kian sama Kiran juga. Kamu, kan, udah lama ga ketemu sama mereka. Gimana?" tanya Radyan kembali fokus ke jalanan di hadapannya.

Retha berpikir sejenak sebelum menjawab, "Oke." rasanya rindu juga dengan kehangatan di tengah-tengah keluarga Radyan yang ramai itu.

Mampir ke sebuah mini market sebelum melewati gerbang jalan tol, Retha membeli beberapa camilan dan minuman kemasan untuk menemani perjalanan keduanya. Radyan juga ikut masuk ke dalam mini market bernuarsa biru dan putih itu. Saat sampai di kasir, Retha yang hendak membayar dicegah oleh Radyan. Mereka berdebat sampai Retha mengalah. Mengeluarkan kartu, karena Radyan sudah terbiasa tidak menggunakan uang cash, lelaki itu meminta satu bungkus merek rokok favoritnya pada pramuniaga. Tentu Retha langsung menatap lelaki itu bingung.

"Kamu masih ngerokok?" tanya Retha saat keduanya berjalan keluar dari ruangan berpenyejuk udara itu.

Bahkan Radyan sedang membakar satu batang rokok yang terjepit di antara kedua bibirnya, "Masih." lelaki itu memberikan kunci mobilnya pada Retha, "Kamu masuk duluan aja, ya. Lima menit."

Retha menerima kunci mobil itu dengan tangan kanannya yang tidak membawa totebag berisi belanjaan mereka, "Oke."

Lelaki yang sedang merokok sembari memainkan ponselnya di salah kursi yang disediakan di teras mini market itu terlihat baik-baik saja. Retha jadi memutar otak untuk mencari alasan Radyan membakar batang berbahan nikotin itu. Karena yang Retha tahu Radyan hanya akan merokok ketika lelaki itu sedang banyak pikiran yang berat. Arah pandang Retha mengikuti gerak lelaki yang sudah menyelesaikan kegiatan merokoknya dan berjalan menuju mobil.

"Kenapa?" tanya Retha dengan tatapan khawatirnya ketika Radyan sudah duduk di sebelahnya.

Lelaki yang sedang memasang sabuk pengamannya itu menoleh pada Retha, "Oh- gapapa. Cuma pengen aja. Kamu ga usah khawatir mukanya." balasnya dengan senyum.

"Bener? Kamu sering ngerokok, ya, di Belanda?" tanya Retha yang butuh diyakinkan.

Retha bukan mau melarang Radyan, hanya saja ia khawatir. Takut-takut jika lelaki berhidung mancung di sebelahnya itu sedang mengalami hari yang berat. Walaupun asap rokok adalah hal yang paling Retha tidak suka, ia tahu kalau Radyan tidak akan melakukannya di sampingnya. Dan tentunya Radyan memang tidak sesering itu menghisap zat adiktif itu.

"Kalo aku bilang lebih sering kamu bakal marah?" tanya Radyan takut-takut.

"Kenapa kamu jadi sering ngerokok?" tanya Retha yang tidak ingin menghakimi lelaki yang belum memberi penjelasan apapun padanya.

Radyan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sebelum menjawab, "Banyak yang ga berjalan sesuai rencana. Termasuk ga ketemu kamu cukup lama. Aku butuh pengalihan." jelasnya pada akhirnya.

"Ya ampun, aku disamain sama rokok. Terus kenapa kamu sekarang ngerokok? Aku, kan, sekarang ada di sini." Retha mengusap lengan lelaki yang belum juga melajukan mobilnya.

Radyan menoleh ke arah perempuan di sampingnya yang memberi rasa nyaman dalam usapan di lengannya. Keduanya sama-sama terkejut ketika jarak di antara wajah mereka tidak sampai satu jengkal. Radyan tentu bisa melihat bola mata Retha yang melebar karena terkejut. Sementara Retha bisa merasakan terpaan napas Radyan di wajahnya. Perempuan itu mengatupkan bibirnya sembari menelan ludahnya susah payah karena jantungnya mendadak berdebar dengan kencang.

Dengan impulsif, Radyan mendekatkan wajahnya pada Retha yang makin membuka matanya lebar. Kemudian Retha merasakan bibir Radyan bertabrakan dengan bibirnya. Bukan kecupan sesaat karena pada nyatanya Radyan diam cukup lama di bibir Retha dengan mata terpejam. Mata indah Retha ikut terpejam saat Radyan menggerakkan bibirnya. Aroma nikotin yang kuat dirasakan indra penciumannya.

Keintiman yang baru pertama kali Retha rasakan diakhiri Radyan yang seperti tiba-tiba mendapatkan akal sehatnya kembali, "Re- tha-, aku-" belum sempat ia melanjutkan kalimat tergagapnya, Retha memeluk tubuhnya.

"It's okay." lirih Retha yang menenggelamkan wajahnya di pundak Radyan.

"Maaf." ucap Radyan yang melingkarkan lengannya ke tubuh Retha sembari mengusap puncak kepala perempuan itu.

Retha merenggangkan pelukannya dari Radyan dengan wajah menunduk. Pengalaman pertamanya ini terasa luar biasa. Retha menggulum bibirnya yang malah mengembalikan ingatannya dengan rasa bibir lelaki yang sedang menatapnya intens. Radyan bahkan menyadari rona merah di balik pipi Retha yang tertutup rambut yang berjatuhan.

Retha mengembalikan posisi duduk nyamannya dengan canggung. Ia tak berani menatap wajah lelaki yang baru saja menciumnya itu. Apakah ini yang pertama juga untuk Radyan? Lega Retha rasakan ketika Radyan mulai melajukan kembali mobilnya ke jalan raya. Bahkan sampai memasuki jalan tol, keduanya masih diselimuti keheningan canggung.

"Reth?" tanya Radyan meraih tangan kanan Retha dari atas pangkuan perempuan itu.

Retha enggan menolehkan kepalanya, "Jangan dulu. Aku malu." ucapnya namun tak juga menarik tangannya dari genggaman Radyan.

Radyan tertawa pelan, "Ya ampun, Reth. Kenapa harus malu? Kalo aku bakal sering cium kamu gimana? Lebih nagih daripada rokok ternyata."

Astaga. Bagaimana Radyan bisa sefrontal itu? Retha semakin jengah dibuatnya. Perempuan itu menoleh dengan wajah kembali memerah karena Radyan mengecupi punggung tangannya. Retha merasa ada yang salah dengan lelaki di sampingnya itu. Namun perempuan yang sedang menahan senyumnya itu tak juga mengambil pusing mengenai tindakan Radyan yang begitu mengejutkannya karena secara tak sadar ia juga senang diperlakukan seperti itu oleh Radyan.

Wow super degdegan nulis part ini. Takut fail. Takut dihujat. See you in the next part!

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang