04

4.5K 334 5
                                    

Retha tidak memiliki rencana apa pun untuk merayakan malam tahun barunya. Sebelum suara petasan mengganggu tidurnya, ia berusaha untuk segera terlelap di atas kasurnya. Kantuk belum juga datang. Retha menatap langit-langit kamarnya yang sama sekali tidak menarik sebenarnya. Sebuah ketukan pintu membuatnya menoleh malas ke sumber suara. Suara Rakha memanggilnya terdengar setelahnya. Perempuan yang sudah siap tidur dengan piyama kuningnya itu bangkit dari posisi terlentangnya.

"Apa, sih, Bang?" tanya Retha langsung menyandarkan diri pada daun pintu yang hanya bisa memuat kepalanya.

Rakha tampak bingung dengan panampilan adiknya di malam tahun baru ini malah sudah siap tidur dengan piyamanya, "Lo mau pergi pake beginian, Dek?" tanyanya.

Dahi Retha berkerut, "Hah? Orang Retha mau tidur juga."

"Loh, terus kenapa Rio, Nina, Manda, sama Farah ada di depan? Mereka mau jemput lo katanya." jelas Rakha, "Samperin, gih." lanjutnya sebelum berlalu dari kamar adiknya.

Dengan alis berkerut, Retha menuruni anak tangga. Rupanya empat sahabatnya yang datang tanpa memberi kabar itu sedang bersenda gurau di ruang tamu rumahnya. Mata Nina menangkap kedatangan Retha yang masih mengenakan piyama. Perempuan yang mengenakan kemeja putihnya itu yakin jika sahabatnya itu pasti tidak membaca pesan yang ia kirim.

"Lo ga baca Line gue?" tanya Nina.

Retha menggelengkan kepalanya, "Gue ga mau acara marathon movie gue keganggu jadi gue matiin semua notif." ia tersenyum tanpa rasa bersalah.

Keempat sahabat di hadapannya itu menghela napas berat.

Manda menghampiri sahabatnya kemudian memegang kedua pundaknya, "Ayo kita siap-siap." ia membalikkan tubuh Retha kemudian mendorongnya menuju kamarnya.

"Eh, emang pada mau kemana? Gue ga usah ikut, lah." mohon Retha yang pasrah didorong paksa oleh Manda.

Perempuan yang rambutnya kini berubah menjadi warna coklat itu menggeleng, "Masa lo tega sama kita yang udah bela-belain nyamperin lo walaupun lo ga respon chat kita."

"Lo belum jawab, kita mau kemana?" tanya Retha lagi.

Manda tertawa dibuat-buat, "Sebenernya gue juga ga tau kita mau kemana. Rio bilang mau ngerayain tahun baruan di Dago Atas."

Pada akhirnya, Retha menurut. Ia membebaskan Manda memilih pakaian yang akan dirinya pakai dari lemarinya. Manda juga berperan dalam memberi polesan natural di wajah Retha. Beruntung Retha sudah punya kulit yang sempurna jadi ia tak perlu memoleskan banyak produk ke wajah sahabatnya itu.

Dua puluh menit berlalu. Ketiga sahabat Retha yang menunggu di ruang tamu sudah jenuh dengan ponselnya itu memilih bersandar malas di atas sofa. Jam yang menggantung di dinding ruang tamu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat lima. Sudah dijamin mereka akan terjebak macet dengan mobil yang dibawa Farah itu.

"Yuk!" Rio bangkit dari duduknya sambil memainkan kunci mobil milik Farah di tangannya.

Rio yang menyetir mobil. Nina duduk di kursi penumpang sebelah Rio. Ketiga perempuan lainnya termasuk Retha duduk di kursi belakang juga tak henti-hentinya menggoda Rio dan Nina yang sepertinya memiliki hubungan khusus. Yang laki-laki hanya diam sementara yang perempuan sudah seperti kepiting rebus. Tak biasanya Rio sediam ini.

Jalanan Dago benar-benar tidak bersahabat. Yang biasanya dari rumah Retha ke Dago Atas bisa ditempuh dalam waktu dua puluh menit, kini harus ditempuh selama empat puluh lima menit. Rio menjalankan mobil Farah ke jalanan yang begitu familiar di mata Retha. Perempuan yang menggenggam erat ponsel di pangkuannya itu mencoba memikirkan kemungkinan lainnya dari pada kemungkinan terbesar yang sedang ia duga.

"Yo, kita mau kemana, sih?" tanya Retha pada akhirnya.

Mobil yang dikendarai Rio berbelok memasuki pekarangan rumah yang terakhir Retha kunjungi sebulan yang lalu, "Tahun baruan sama anak-anak." balasnya.

"Yo! Lo udah gila?!" seru Nina menyadari orang-orang yang sedang berlalu-lalang adalah wajah-wajah yang ia kenal.

Memarkirkan mobil berjajar dengan mobil-mobil lainnya, Rio mematikan mesin mobil. Semua menatap Retha cemas kecuali Rio. Hanya Rio yang tahu kisah sebenarnya. Ketiga sahabat perempuannya itu sama sekali tidak tahu kisah setelah malam naas itu dan memilih membenci Radyan dengan sebab lelaki itu telah melukai Retha. Belum lagi kabar taruhan antara Radyan dan Daniel tersebar luas setelahnya.

Rio keluar dari mobil terlebih dahulu. Nina menyusul Rio untuk segera menumpahkan caci makinya pada lelaki yang tidak ia mengerti jalan pikirnya. Retha memilih ikut keluar di tengah-tengah Manda dan Farah yang kebingungan. Akhirnya kedua sahabatnya itu mengapit Retha di antara keduanya untuk melindungi Retha dari tatapan meremehkan yang tak bisa dihindarkan sejak mereka menginjakkan kaki di kediaman Radyana Pratama yang kini sedang ramai mengadakan pesta. Tentu sang pemilik rumah akan menampakkan hidungnya juga.

"Lo beneran gapapa, Reth?" tanya Farah cemas.

Retha menggeleng, "Gue gapapa. Ada yang kalian sama mereka ga tau tentang gue sama Rad. Nanti gue bakal cerita."

Memasuki pintu utama kediaman Pratama, lampu dengan berbagai warna menyinari mereka dalam cahaya yang redup. Musik menghentakkan menyambut pendengaran mereka untuk pertama kali. Berbagai macam camilan ringan dan minuman tersedia di berbagai sudut. Lantai satu yang langsung menyambung ke area kolam renang di belakang rumah itu sudah dihiasi berbagai dekorasi pesta.

Seseorang bertepuk tangan menyambut kehadiran Retha, "Wah.. wah... Ada yang masih punya muka juga untuk dateng ke acara angkatan."

Retha mendapati Kayla dan Daniel yang datang menghampirinya, "Kenapa gue harus malu?" tanyanya balik.

"Cewek gampangan kayak lo ga pantes menginjakkan kaki di sini." tambah Kayla.

Belum sempat Retha membalas, seseorang menginterupsi perdebatan mereka, "Kenapa Retha ga pantes ada di sini?"

Semua menoleh ke arah sumber suara. Ditambah keterkejutan yang jelas di wajah Retha melihat lelaki yang ia rindukan berjalan mendekat dan berhenti di sampingnya. Menatap Daniel dan Kayla di hadapannya dengan tatapan tajam. Tak ada yang berubah dari Radyan. Rasa yang sudah beberapa bulan ini tenggelam di lubuk hatinya yang paling dalam itu kini menghangatkan hatinya. Perasaan itu masih ada.

"Seharusnya kalian yang merasa malu." ucap Radyan pada Kayla dan Daniel, "Bunda bilang kamu masih sering ke sini. Itu bener?" tanyanya beralih pada Retha.

Tak hanya Retha yang terpaku di tempatnya. Seisi ruangan yang mengamati kejadian sejak tadi pun terkejut dengan pernyataan yang keluar dari mulut Radyan. Belum sempat membalas pertanyaan Radyan, tangan Retha yang sudah berkeringat itu diraih oleh Radyan. Lelaki itu menarik Retha ke sisi ruangan lainnya. Perempuan yang kesadarannya belum kembali itu hanya menurut mengikuti langkah Radyan.

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang