07

3.7K 268 0
                                    

Sejak linimasa Twitter dan Instagram Retha ramai tentang unggahan sebuah akun Tik-tok mengenai titik-titik iknonik di SMA-nya, perempuan itu langsung meminta teman-temannya menemani dirinya menikmati ayam tulang lunak langganannya zaman sekolah. Ketika akhirnya jadwal teman-temannya bisa seragam, Retha dengan semangat empat lima bersiap menuju sekolahnya. Serindu itu Retha dengan menu favoritnya yang selalu tidak buka saat dirinya ke sekolah.

"Weh, rambut baru! Ngecat dimana, lo?" tanya Manda dari kursi penumpang di sebelah Farah, menyadari perbedaan yang begitu mencolok dari penampilan sahabatnya yang baru saja masuk ke duduk di kursi penumpang.

Rambut sebahu Retha yang tadinya hitam legam kini berubah menjadi ombre hitam ke coklat terang. Nina yang matanya tak terlepas dari Retha di sampingnya, mengakui bahwa warna itu sangat cocok dengan penampilan Retha. Belum lagi karena sahabatnya itu pernah bercerita mengenai jurusannya yang bisa dibilang cukup liberal kalau masalah penampilan.

"Biasa di Anata." jawab Retha sembari menutup pintu di sebelah kirinya.

"Ga ada niat sekalian warna pink fanta atau hijau gitu, Reth?" canda Farah.

Retha berpikir sejenak, "Ide bagus, tuh."

"Stres lo, Reth." celetuk Nina yang langsung membuat seisi mobil tertawa.

Mobil putih milik Farah itu akhirnya melaju membelah jalanan Bandung yang cukup lancar di siang hari ini. Karena keempat sahabat itu punya selera musik yang sama, mereka mengeluarkan sebanyak-banyaknya tenaga mereka untuk ikut bernyanyi selama playlist mereka diputar. Kesampingkan suara merdu yang akan didengar. Mereka hanya berekspresi sesuka hati mereka.

"Capek, anjir." celetuk Nina saat akhirnya mereka berhenti bernyanyi.

"Untung mobil gue selalu sedia minum sama permen." tambah Farah yang melihat persediaannya sudah diambil oleh tangan-tangan sahabatnya.

Manda tertawa pelan, "Thank you, ya, Far."

Mobil yang dikendarai Farah berhenti tepat di gerbang sekolah yang tertutup sebelah. Satpam sekolah mereka rupanya tidak menyadari kedatangan mobil Farah sehingga perempuan itu harus membunyikan klakson. Farah menurunkan kaca jendela mobilnya kemudian menyapa Pak Asep yang membukakan gerbang tadi.

Selesai memarkirkan mobil dekat dengan gerbang, keempat perempuan itu beranjak keluar dari mobil. Masih dua ada jam lagi menuju jam pulang sekolah tapi sudah ada beberapa siswa yang melewati gerbang untuk segera pulang. Retha jadi teringat dirinya pernah ikut kabur keputrian saat kelas sepuluh bersama ketiga sahabatnya itu.

"Perasaan lo sering banget ke sekolah, Reth. Kenapa ga pernah beli ATL?" tanya Manda saat mereka melewati meja piket.

Retha memindahkan sling bag-nya ke pundak kirinya, "Gue ga pernah jodoh sama ibu ATL-nya. Kalo ga jualan pasti udah tutup." jawabnya.

"Eh, itu bukannya rombongannya Gita sama Ezra?" tanya Nina menyipitkan matanya pada segerombol alumni yang berjalan berlawanan arah dengan mereka.

"Mau kemana, Git?" tanya Retha yang kebetulan berada selangkah lebih depan dari teman-temannya dan langsung berpapasan dengan Gita.

"Hi, Reth. Biasa, bantuin Pak Bowo ngawasin anak-anak di AVI." balas Gita yang kemudian berlalu dengan teman-teman satu band-nya, "Duluan."

Pak Bowo, guru kesenian mereka sudah pensiun bersamaan dengan kelulusan angkatan mereka. Namun guru pecinta alat musik itu memilih tetap menjadi pembina ekstrakurikuler kesenian di sekolah mereka. Di usia senjanya, tentu Pak Bowo membutuhkan bantuan alumni yang memiliki kapasitas bermusik yang baik demi kelanjutan Rumah Seni yang beliau bangun sejak tahun 1995.

Apalagi Rumah Seni yang memang sudah berlangganan punya panggung sendiri dengan titel Konser Rumah Seni di main event From 2 with Love. Berisi anggota paduan suara, angklung, ansamble, tari, dan ekstrakurikuler seni lainnya akan tampil membawakan theme song di panggung besar F2WL nantinya. Theme song untuk acara tahunan yang tentunya memiliki tema berbeda diciptakan oleh Pak Bowo. Aransemen oleh Pak Bowo dan seringnya lirik diciptakan bersama-sama anggota Rumah Seni.

"Foto di karet dulu, yuk!" ajak Manda pada ketiga sahabatnya itu.

"Ih, malu kali ada adik kelas." balas Farah.

"Justru sama mereka kita minta tolong fotoin. Pasti mau. Yuk." tambah Nina menarik lengan Farah dan Retha menuju pohon legendaris sekolah mereka itu.

Retha memilih langsung berdiri di depan pohon itu bersama Farah di sampingnya. Di sana, Manda menyodorkan ponselnya kepada salah satu adik kelas berseragam olahraga yang sedang beristirahat di pinggir lapangan untuk mengabadikan gambar mereka. Setelah dibujuk, akhirnya laki-laki yang mungkin hanya terpaut satu tahun dengan mereka mau dijadikan korban mereka.

Keempat sahabat itu akhirnya duduk di meja panjang yang menjadi favorit tempat favorit mereka makan atau pun bersenda gurau di kantin bawah. Siang itu kantin yang hanya diperuntukkan bagi kelas sebelas dan dua belas itu cukup ramai. Masih ada beberapa siswa yang bersantai walaupun jam istirahat mereka sudah usai.

Retha langsung beranjak setelah menitipkan tasnya pada ketiga sahabatnya untuk memesan makanan paling dirindukannya enam bulan terakhir ini. Perempuan berambut coklat terang itu berjalan menuju warung penjual ayam tulang lunak yang cukup berada di ujung kantin. Penampilan Retha yang cukup mencolok itu tentu mengundang rasa penasaran bagi penghuni meja ujung yang diisi teman-teman seangkatannya. Dika dan Radyan sudah pasti ada di sana.

"Mantan lo, Rad." bisik Radyan.

Lelaki itu hanya melirik sekilas perempuan dengan penampilan yang lebih berani itu dari kejauhan.

Retha memilih mengabaikan tatapan dari penghuni meja ujung yang penuh dengan kepulan asap rokok itu dan kembali ke mejanya. Perempuan dengan kulot di bawah lutut berwarna krem dengan kaus putih bermotif kartun pisang itu mempersilahkan ketiga temannya untuk mencari menu yang mereka inginkan. Memasang tampang tidak ingin diganggu, Retha memilih mengeluarkan ponselnya dari sling bag hitamnya.

Pagi!

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang