08

3.6K 274 1
                                    

Turun dari ojek online yang ia pesan, Retha langsung berjalan memasuki area sekolah. Entah sudah berapa kali perempuan itu menginjakkan di sekolah selama libur kuliahnya ini. Yang jelas, wajah Retha yang kini lebih mudah dikenali dengan rambut coklat terangnya itu sering didapati guru yang sedang berjaga di meja piket. Retha hanya tersenyum melewati guru-guru yang jelas merupakan guru baru di sekolahnya karena ia tak mengenali satu pun wajah itu di sana.

Jika minggu lalu memang jadwalnya para alumni manajer datang untuk  memberi materi ke divisinya masing-masing, hari ini adalah pertemuan  besar antara panitia inti yang sedang berjalan dengan alumni panitia  inti. Berhubung rapat akan dimulai selepas jam sekolah, Retha memilih  datang saat jam makan siang. Seperti biasa, Retha duduk di salah satu  meja kantin sendirian. Menunggu Rio dan Nina yang sudah berjanji akan  tiba lima menit lagi.

Brown sugar yang Retha pesan akhirnya sampai bersamaan dengan  lelaki yang sedang ia hindari. Lelaki itu langsung menghambil duduk di  hadapannya. Retha berusaha sebaik mungkin menghindari kontak mata dengan  Radyan. Ia melirik ke segala arah untuk memastikan bahwa seluruh orang  di kantin tidak menjadikannya pusat perhatian.

"Masih ngehindar?" tanya Radyan saat berhasil duduk di hadapan Retha.

Retha hanya diam memilih fokus dengan ponselnya. Tentu ia mencari  keberadaan Rio dan Nina. Tak ada balasan pesan satu pun dari kedua orang  itu. Ternyata kedua orang itu berjalan melewatinya dengan tatapan  heran. Nina yang sudah hampir melabrak Radyan langsung Rio tarik menuju  kantin ujung yang sudah ramai dengan alumni lainnya.

"Kamu masih ngehindarin aku?" tanya Radyan yang entah sejak kapan mengubah sapaannya pada Retha menjadi aku-kamu.

Retha masih mengabaikan pertanyaan Radyan yang terdengar lebih lembut itu di telinganya.

"Kamu mau bener-bener kita selesai sampai di sini aja?" tanya Radyan  lagi yang ternyata membahas pembahasan mereka semalam di ruang obrolan.

Pesan singkat yang Retha dapatkan saat malam pergantian tahun itu  baru ia baca semalam. Mereka bertukar pesan hingga larut malam. Retha  yang mendorong jauh Radyan untuk pergi dan Radyan yang tidak menyerah  untuk kembali mendapatkan Retha. Padahal tepat sebelum Radyan terbang  jauh ke Benua Eropa, ia berkata bahwa Retha akan mendapatkan yang lebih  baik darinya. Rupanya Radyan yang tidak bisa melepas Retha semudah itu.

Perempuan dengan kardigan hitamnya itu menghela napas berat.  Ditatapnya lelaki di hadapannya itu sebelum melontarkan kalimatnya.  Retha hanya ingin mengakhiri segalanya dengan baik. Tapi sepertinya  lelaki keras kepala di hadapannya itu akan mempersulit rencananya.

"Penjelasan aku semalam kurang jelas?" tanya Retha mengintimidasi Radyan.

Sesaat suasana di antara keduanya menegang. Radyan sedikit terkejut  dengan pertanyaan bernada dingin yang baru saja ia dengar. Retha yang ia  tahu selalu ceria, manja, dan manis. Tapi kali ini Radyan menemukan  sisi lain Retha yang membuatnya terdiam. Setidaknya ia ingin mendengar  penjelasan dari perempuan di hadapannya mengenai pembahasan yang mereka  obrolkan secara langsung.

"Bilang ke aku sekarang kalo kamu bener-bener mau selesai sama aku." pinta Radyan.

Retha menatap netra Radyan, "Aku mau kita selesai."

Radyan terpaku di tempatnya. Keheningan menyelimuti dua orang yang  sama-sama enggan beranjak dari duduknya. Retha sendiri terkejut dengan  kalimat yang ia lontarkan pada Radyan bisa terdengar begitu tegas. Ada  sedikit rasa sesal begitu melihat raut wajah Radyan yang terluka. Retha  merasa dirinya jahat detik itu juga.

"Kenapa?" tanya Radyan yang terlihat ragu mendengarkan pernyataan menyakitkan lainnya dari bibir lawan bicaranya itu.

"Aku mau bebas, Rad. Aku juga mau kenal cowok-cowok lain. Perjalanan aku masih panjang. Aku juga mau dipertemukan dan punya cerita sama cowok lain sebelum menemukan yang terbaik. Aku ga mau terikat sama kamu doang." jelas Retha, "Kamu juga pasti butuh itu, kan, Rad?"

Radyan menggelengkan kepalanya berkali-kali selama mendengar penjelasan Retha. Lelaki itu tidak ingin mendengar satu kata pun yang keluar dari bibir Retha saat ini. Ia menolak untuk percaya bahwa Retha sudah tidak menginginkannya.

Sejak tiga tahun lalu menyukai Retha dan Radyan berhasil mendapatkan balasan cinta dari perempuan itu pada akhirnya membuatnya tak ingin mengakhiri semuanya dengan perempuan berambut kecoklatan di hadapannya itu. Lima bulan tidak bertukar kabar dengan Retha hampir membuatnya gila. Memberi waktu pada Retha untuk sendiri ternyata bukan pilihan yang tepat. Retha benar-benar sudah tidak memiliki rasa yang sama dengannya.

"Selama ini aku berpikir kalo aku bisa hidup bahagia sama kamu salah ga?" tanya Radyan lirih.

Retha sedikit terkejut dengan nada suara Radyan yang benar-benar terluka di hadapannya, "Dunia kita ga di situ-situ aja, Rad. Aku dan perkuliahanku di sini, kamu dan perkuliahanmu di Belanda sana. Masih banyak waktu untuk mencari. Perjalanan kita masih panjang dan aku ga mau terikat sama kamu doang. Kalo Tuhan emang mengatakan bahwa kita berjodoh kita akan sama-sama lagi, kok."

Kalimat yang sudah Retha perhalus itu ternyata tetap menimbulkan gores di hati Radyan. Lelaki itu pikir perasaannya pada Retha tak sedalam itu. Namun mendapati kenyataan Retha tak menginginkannya lagi sangat menohoknya. Radyan tahu bahwa dirinya sudah terlalu banyak pula menyakiti Retha.

"Kamu inget kalo aku sama sekali ga ngerti pacaran itu buat apa, kan, Rad?" tanya Retha mengingatkan topik yang sempat mereka bahas beberapa bulan yang lalu itu, "Walaupun aku ga ngerti sama hal-hal itu, seenggaknya pengalaman pacaran sama kamu ga buruk-buruk amat. Makasih buat rasa bahagia yang selalu kamu hadirkan buat aku setelah rasa sakit itu."

Radyan masih menggelengkan kepalanya. Mencoba menolak apapun yang baru saja ia dengar. Matanya sudah sedikit berkaca. Radyan takut kehilangan Retha. Ditatapnya mata Retha yang balik menatapnya tanpa rasa. Retha dengan perasaannya itu sudah tidak ada. Mata perempuan itu kosong. Radyan sudah tidak bisa lagi merasakan kehangatan itu.

"Aku mohon jangan pergi, Reth." lirih Radyan.

Retha tersenyum getir sembari menggeleng.

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang