Ikatan alumni atau yang lebih dikenal dengan IKA menaungi alumni SMA Negeri 2 Bandung dengan angkatan 1952 sebagai angkatan tertua. Memiliki program rutin, yaitu reuni akbar yang hampir setiap tiga tahun sekali. Bahkan ketika angkatan Retha, yaitu angkatan 2019 baru saja lulus, reuni akbar dilaksanakan yang otomatis membuat angkatan 2019 menjadi angkatan paling muda yang hadir. Tak semua, namun ada beberapa yang ikut hadir dan bersedia menjadi pengurus. Berada di bawah naungan IKA, angkatan 2019 juga memiliki program angkatannya sendiri.
Reuni perdana yang tidak hanya menjadi ajang untuk silaturahmi juga menjadi wadah untuk keberlangsungan kegiatan angkatan mereka selanjutnya. Maka di akhir acara, dicetuskanlah dana abadi yang menjadi sumber berkelanjutan untuk program-program angkatan 2019 selanjutnya. Dana itu akan digunakan untuk acara angkatan seperti reuni maupun pengeluaran lainnya yang mengatas namakan angkatan 2019. Seperti beberapa tahun lalu ketika ada adik kelas mereka yang meninggal, mereka mengirim karangan bunga sebagai simbol bela sungkawa.
Karena sebagian besar alumni angkatan 2019 sudah berpenghasilan, maka sumber dana abadi berasal dari mereka yang sudah berpenghasilan. Selain untuk acara angkatan dan pengeluaran lainnya, dana abadi juga dibuat untuk memenuhi iuran wajib IKA. Dengan minimal nominal sebesar dua puluh ribu rupiah setiap bulannya tentu langsung disetujui karena tidak memberatkan. Bagi yang berlebih, tentu bisa menyumbang lebih.
"Pulang bareng kita ga, Reth?" tanya Nina yang berjalan di samping Retha dengan merangkul lengan Rio.
Retha yang sejak penutupan acara sedang berdebat dengan Radyan melalui pesan singkat hanya mengangkat bahu, "Ga tau. Tapi Rad maksa buat balik bareng. Tuh, kan, nelepon." pekiknya saat melihat layar ponselnya, tertera nama Radyan di sana.
"Angket, deh, Reth." saran Nina yang tidak ingin dirinya dan Rio mendapat masalah dengan Radyan karena membawa kabur Retha malam ini.
Menuruti saran Nina, Retha akhirnya menggeser tombol hijau di layar ponselnya dan mendekatkan beda pipi itu ke telinganya, "Halo?"
"Kamu dimana?" tanya Radyan langsung tanpa berbasa-basi.
"Aku bareng Nina sama Rio aja, ya." balas Retha khawatir jika lelaki itu malah menyusulnya di tengah keramaian ini.
"Diem di sana." ujar Radyan yang sepertinya sudah menemukan keberadaan Retha.
Retha memutar kepalanya untuk mencari keberadaan Radyan. Benar saja lelaki itu sedang berjalan mendekat ke arahnya. Retha sudah hendak protes namun ternyata Radyan berjalan memasuki lift. Dalam panggilan yang masih tersambung, Radyan meminta Retha untuk menunggunya di lobi hotel ketika sudah sepi. Retha menghela napas dan akhirnya menuruti lelaki kerasa kepala itu.
"Tungguin gue sampe sepi, ya." pinta Retha pada kedua sahabatnya itu.
"Gusti, meni riweuh." celetuk Rio yang sama lelahnya menjadi saksi bisu hubungan tidak jelas antara Retha dan Radyan.
"Tungguin, ya..." bujuk Retha dengan mata berharap pada Rio dan Nina.
Pada akhirnya Nina dan Rio menemani Retha menunggu di lobi. Ketiganya duduk di atas sofa yang memang disediakan di lobi hotel. Dua puluh menit berlalu, akhirnya tak ada lagi wajah yang mereka kenal berkeliaran di lobi. Bahkan Nina sudah terkantuk dalam posisi menyandarnya pada sofa. Mengirimkan pesan pada Radyan kalau lobi sudah kosong, lelaki itu membalas bahwa akan tiba di lobi dalam lima menit.
Membiarkan Rio dan Nina pergi terlebih dahulu, Retha menunggu depan lobi. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.35 saat mobil merah milik Radyan menunjukkan keberadaannya. Retha langsung membuka pintu penumpang dan duduk di samping Radyan. Setelah Retha memakai sabuk pengamannya, Radyan pun melajukan mobilnya ke jalan raya. Bandung di malam minggu seperti ini memang selalu ramai. Kota ini seperti tidak ada matinya.
"Drive thru McD mau ga? Aku laper." Radyan buka suara ketika mobil membelah jalanan malam Dago yang diterangi lampu-lampu bergaya Eropa.
"Boleh." balas Retha yang hampir saja tertidur kalau saja suara Radyan tidak menginterupsinya.
"Capek, ya?" tanya Radyan.
Retha mengangguk lemas, "Tapi aku juga laper."
Sampai di drive thru McD Simpang, Radyan tentu memesan paket Cheeseburger sementara Retha hanya memesan Chicken Bites dan Apple Pie. Mendapatkan pesanan mereka, Radyan memilih memarkirkan mobilnya di lahan parkir McD yang kebetulan kosong. Keduanya makan dalam hening selama kurang lebih lima menit. Retha merasa energinya kembali lagi. Belum menjalankan mobilnya setelah menyelesaikan makannya, Radyan membuat Retha bingung.
"Kenapa?" tanya Retha yang merasa risi ditatap intens oleh Radyan di sampingnya.
"Nikah sama aku mau ga?" tanya Radyan ketika Retha menoleh menatapnya.
Bola mata Retha terbuka lebar sementara tubuhnya terasa kaku, "Ga lucu, Rad." ucapnya setengah mati karena tenggorokannya mengering.
"Aku serius." balas Radyan dengan keyakinan di mata dan senyuman tulusnya, "Nikah sama aku, ya, Arretha Putri?" ulangnya namun kini sebuah cincin perak bermata sebuah berlian di tengahnya ulurkan dengan kedua jarinya.
Radyan bahkan belum pernah merencanakan apapun dengan Retha sejauh ini. Mendapati lelaki itu tiba-tiba mengajaknya menikah di usia yang bisa Retha katakan cukup muda membuat perempuan itu sedikit ragu. Perjalanan karirnya masih panjang dan ia masih ingin melakukan itu. Tapi pernikahan tentu bukan batasannya. Hanya saja... Retha lebih memilih menanyakannya langsung pada lelaki di hadapannya yang baru saja menyatakan keseriusannya.
"Rad-" semua pertanyaan sedang berputar di kepala Retha, "Can I ask you something before?" tanyanya.
"Sure." balas Radyan yang siap menjawab segala pertanyaan yang mungkin muncul begitu saja dari tindakan impulsifnya.
"Kamu bakal kasih izin aku untuk kerja?" tanya Retha.
Radyan menggenggam cincin perak itu dalam kepalan tangan kanannya dan mengangguk, "You can do whatever you like, termasuk untuk kerja. Aku ga bakal larang."
"Setelah kita menikah, kita bakal tinggal di mana?" pertanyaan Retha seharusnya mereka diskusikan sebelum keduanya mantap untuk berkomitmen.
"Apartemen aku. Ya, walaupun masih nyicil. Does it bother you?" tanya Radyan balik.
Retha menggeleng.
"So?" tanya Radyan menuntut jawaban dari perempuan yang kali ini tidak bisa ia baca dengan mudah.
Retha mengangguk pelan setelah memantapkan hati, "Iya. Aku mau nikah sama kamu."
Di balik senyumnya, Radyan sejujurnya ingin meninju angin merayakan keberhasilannya, "May I?" ia kembali mengangkat cincin peran dari kepalan tangannya.
Retha kembali mengangguk, "Sure."
Setelah cincin berhasil tersemat di jari manis Retha, perempuan itu langsung meraih Radyan ke dalam pelukannya. Radyan pun ikut melingkarkan lengannya pada tubuh Retha. Mereka berpelukan cukup lama. Keduanya menyadari jika ada sesuatu yang terasa beda. Ada masa depan yang diperjelas oleh pertanyaan Radyan tentang komitmen. Retha tidak lagi mengelak jika hatinya memang untuk Radyan, lelaki yang selalu memperjuangkan waktu untuknya.
"Ga perlu nyesel, dong, aku ga hapus foto kamu di Instagram aku." celetuk Radyan mengurai pelukannya pada Retha.
Well, chapter 30 akan menjadi chapter penutup kisah Retha dan Radyan. Kerasa ada yang beda ga sih buku ini dari buku sebelumnya? Tell me please.
Enjoy!
Love, Sha.

KAMU SEDANG MEMBACA
Make it Right
ChickLit[COMPLETED] Retha kembali dipertemukan dengan masa lalunya. Setelah banyak yang dilaluinya sendirian, Retha kembali bertemu Radyan. Di bagian kehidupan yang berbeda, ketika keduanya lebih dewasa dalam menghadapi persoalan, mereka kembali berjumpa. M...