26

2.8K 187 3
                                    

Retha tidak memiliki keterampilan di bidang pemasaran sebelumnya. Namun ternyata, Noah yang merekrut dirinya sebagai staf di departemen pemasaran meyakini kalau dirinya akan paham seiring dengan berjalannya waktu. Di sinilah Retha sekarang. Tidak lagi bekerja di kedai kopi milik pamannya, Retha kini menjadi salah satu staf di departemen pemasaran perusahaan pakaian multinasional tempat dimana lelaki bernama Noah yang ditemuinya satu bulan lalu bekerja. Tentu ini merupakan batu loncatan yang baik untuk Retha.

Kemampuan bahasa Inggris yang tentunya lebih di antara staf lainnya yang juga warga negara Indonesia membuat Retha sering diikutkan dalam pertemuan penting. Bertemu langsung dengan klien sampai petinggi perusahaan. Semua dilakukan supaya komunikasi antar dua perusahaan bisa berjalan dengan baik tanpa kesalahpahaman. Kantor tempatnya bekerja juga membebaskan pegawainya dalam berpakaian asal masih dalam batas kesopanan.

Perempuan dengan kemeja putih dan celana jeans biru itu datang dengan langkah ringannya di atas block heels hitam lima centinya. Retha pun duduk di kursi tempatnya menghabiskan waktu kurang lebih delapan jam setiap harinya saat sampai di kubikel divisi pemasaran. Di kubikelnya sudah ada Gabriel yang tepat duduk berhadapan dengannya. Adel, sang pemilik meja di sebelah Retha, datang lima menit kemudian setelah Retha menyalakan komputernya.

"Lo mau kopi atau teh ga, Del? Gue mau ke pantry." tanya Retha pada Adel sebelum melanjutkan langkahnya menuju pantry.

"Kopi susu, deh, Reth. Thank you, ya." balas perempuan asal Bogor itu.

"Oke." dengan begitu, Retha melanjutkan langkahnya menuju pantry yang ada di sudut ruangan lantai ini.

Sampai di pantry, sembari menunggu air dari pemanas elektrik panas, Retha mengecek ponselnya. Ada pesan dari Radyan semalam yang belum sempat ia balas karena kantuk menyerang. Lelaki itu akan diwisuda hari ini. Dan bagian yang paling Retha tunggu adalah kepulangan Radyan. Berbeda dengan Rasya yang memilih bekerja dan tinggal di Belanda, Radyan tentunya akan kembali ke tanah air. Retha membalas pesan Radyan yang tentunya akan dibaaca ketika lelaki itu bangun.

"Good morning, Retha." sapa seseorang yang baru saja memasuki pantry, Noah.

"Good morning, Noah." balas Retha dengan senyum ketika Noah mengambil sebuah mug dari kabinet di atas mereka.

"Let me guess. Is your boyfriend going back to Indonesia soon?" tanya Noah yang mendapati wajah Retha terlihat lebih bahagia dari hari-hari sebelumnya.

Retha hanya tersenyum.

Noah mengangkat alisnya kemudian mengangguk paham, "Okay. I get it." jeda sesaat sebelum ia melanjutkan kalimatnya, "Lucky you. Time zone and distance won't be your problem anymore."

"Oh, I forgot that you also had a long distance relationship with your girlfriend. How is she?" tanya Retha pada atasannya itu sembari menuangkan air panas ke mug berisi bubuk kopi susu kemasan miliknya dan Adel.

"I talked to her last night. She's great." balas Noah menuangkan kopi hitam dari teko elektrik yang memang sudah disediakan kantor.

Hari bergulir begitu cepat seperti hari-hari sebelumnya. Retha meregangkan tubuhnya di atas kursinya. Seharian menatap layar komputer membuat seluruh tubuhnya lelah. Beberapa kubikel sudah kosong karena memang sudah waktunya jam pulang kantor. Adel yang duduk di sampingnya juga sudah bersiap untuk pulang. Masih pukul lima saat Retha melihat jam di pergelangan tangannya. Sepertinya tidak buruk juga jika ia mampir sebentar ke Little J sebelum kembali ke rumah paman dan bibinya.

"See you tommorow, Gabe." pamit Retha pada Gabriel yang akan melembur hari ini supaya mendapatkan cuti akhir tahunnya.

"See you, Reth." balas Gabriel melambaikan tangannya sementara satu tangannya masih berkutat dengan lembaran berisi data statistik pemasaran.

"Let's go!" seru Adel yang bersemangat menyetujui rekannya itu untuk ikut ke Little J.

Retha pun meraih tas hitamnya dari atas meja kemudian meninggalkan kubikel. Bersama Adel, ia menunggu lift yang akan membawa mereka ke lobby. Saat sampai di lobby, keduanya langsung menyebrang ke Little J yang terlihat cukup ramai di jam pulang kantor seperti ini. Caca langsung menyambut kedatangan Retha dari balik meja kasir. Setelah menyebutkan pesanan masing-masing, Retha meminta Adel mencari tempat duduk sementara dirinya ikut sibuk di balik meja bar bersama Farrel. Caca. menyerahkan apron yang ia ambil dari bawah meja kasir pada Retha.

"Pesanan gue sama temen gue biar gue aja, Rel, yang bikin." ucap Retha mengikat rambut panjangnya yang kini benar-benar tak menyisakan warna pink di sana.

"Elo, kan, pelanggan di sini, Reth. Biar gue aja." balas Farrel.

"Gapapa, Rel. Gue kangen bikin latte sama frappe." balas Retha meminta lelaki berkacamata itu bergeser dari tempatnya.

Farrel akhirnya mengalah, membiarkan Retha mengambil alih ruang kerjanya untuk beberapa menit ke depan. Cukup lama Retha tidak bekerja di balik bar, Farrel akui tangan perempuan itu masih terampil. Lelaki berkemeja flanel bermotif kotak-kotak itu memilih membuat pesanan pelanggan lainnya di samping Retha. Selesai membuat minumannya dan Adel, Retha pamit pada Farrel dan Caca.

"Here's your Frappucino." ucap Retha menaruh Frappucino dan Green Tea Latte miliknya di atas meja kopi yang ditempati Adel.

"Wow, serius ini lo yang buat?" tanya Adel takjub.

Retha mengangguk, "Lo lupa kalo gue pernah kerja di sini?" tanyanya balik.

Adel yang baru saja menyedot minuman miliknya memekik senang, "Sumpah, Reth. Apa, sih, yang lo ga bisa? Ini enak banget."

Sore itu, Retha nikmati untuk berdiskusi panjang dengan Adel. Ternyata mereka memiliki kertertarikan yang sama dalam bidang sastra. Sedikit sedih jika Retha ingat sekarang ia bukan bekerja di bidang yang berhubungan dengan peminatan yang ia geluti di bangku perkuliahan. Namun tak apa. Apapun yang perempuan berusia dua puluh dua tahun itu jalani, ia mencoba bersyukur saja. Selalu ada bagian hidup yang tak lurus sesuai dengan jalannya, bukan?

We're getting closer to an end.

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang