21

2.5K 220 3
                                    

Saat lulus dalam ujian skripsi dan resmi mendapat gelar S. Hum., Retha mendapat kejutan dari teman-temannya. Tak hanya Dinda dan Wildan, tapi juga beberapa teman seangkatannya yang sempat sekelas dengannya. Retha ingat seberapa lega dan bahagianya hari itu karena akhirnya bisa melewati bagian hidup yang dirasa cukup berat ini. Selempang dengan tulisan 'Arretha Putri Widhiantari, S. Hum.' menghiasi pakaian formalnya selepas ujian skripsi. Ia ingat betul bagaimana teman-temannya yang turut berbahagia itu membawanya ke gedung rektorat untuk berfoto.

Dan kini Retha sedang menatap pantulan dirinya pada cermin di hadapannya. Kebaya berwarna coklat muda sudah membungkus tubuh rampingnya. Wajahnya sudah didandani senatural mungkin. Ditambah dengan sanggul di kepalanya yang membuat dirinya terlihat anggun. Tak perlu subuh-subuh pergi ke salon, Retha memilih mendatangkan salah satu MUA ternama di Bandung ke rumahnya. Ditambah, Fakultas Ilmu Budaya mendapat jadwal prosesi wisuda pukul dua siang.

Sejak semalam, Retha mencoba menghubungi Radyan. Tapi lelaki itu tak juga membalas pesannya atau pun mengangkat panggilan darinya. Bahkan pesan yang menunjukkan status terkirim di ponselnya siang ini tak juga mendapat balasan dari lelaki itu. Ada rasa khawatir saat Radyan mengabaikannya seperti ini. Bahkan Rasya yang ia tanyai juga tak membalas satu pun pesannya.

"Ayo, Dek. Berangkat sekarang." ujar Rakha dari arah pintu kamar adiknya yang terbuka.

Retha menoleh ke arah abangnya, "Iya, Bang. Bentar." balasnya sebelum beranjak menyusul abangnya.

Proses wisuda dilaksanakan di kampus Unpad Dipatiukur atau lebih tepatnya di Grha Sanusi Hardjadinata. Tak perlu ditempuh dengan waktu yang lama dari kediaman Retha. Retha dengan pakaian toga merah kebanggannya datang bersama keluarganya. Ferdi dan Indri mendampingi putri bungsu mereka sampai ke dalam gedung sementara Rakha dan istrinya, Saski, menunggu di luar gedung. Teman-teman Retha yang akan menyusul di wisuda gelombang selanjutnya juga ikut hadir di hari istimewanya itu.

Bersama Dinda, Salma, dan wisudawan jurusan Sastra Inggris lainnya, Retha berbaris di pinggir panggung menunggu namanya dipanggil. Hati Retha berdebar hebat saat nama lengkapnya disebut dengan predikat Pujian sebelum ia melangkah menerima ijazah dan bersalaman dengan rektor. Karena bentuk topi yang berbeda dari topi-topi toga wisuda di univertas lainnya, tak ada prosesi pemindahan tali di topi seperti pada umumnya.

"Retha, selamat!" seru Wildan yang menyambut kedatangan Retha di photobooth Gemasi dengan satu tangkai bunga warna putih di tangannya.

Retha menerima bunga itu dari Wildan, "Thank you, Wildan." balasnya sembari menyambut pelukan selamat dari lelaki itu.

"Oh, iya. Kenalin, Deandra." Wildan akhirnya mengenalkan perempuan dengan dress selutut berwarna biru dongker di sampingnya itu pada Retha, "Dea, ini Retha."

"Halo, Dea. Gue Retha. Salam kenal. Yang betah, ya, sama Wildan." sapanya ramah pada perempuan bernama Deandra di samping Wildan itu.

Deandra membalas senyuman Retha, "Iya, Kak. Selamat, ya, Kak, buat kelulusannya."

"Makasih..." balas Retha.

Nina dan Rio pun menyempatkan hadir sepulang kuliah mereka karena hari ini adalah hari Rabu. Bisa dikatakan bahwa Retha lulus lebih cepat dibanding teman-teman seangkatannya. Manda dan Farah tidak bisa hadir langsung mengucap selamat pada Retha karena kedua sahabatnya itu merantau ke luar kota. Mendapat buket bunga yang cukup banyak dari teman-temannya, Retha meminta Rakha membantunya membawanya.

Retha yang tersenyum bahagia di setiap pose foto yang diambil bersama keluarga maupun teman-temannya ternyata diperhatikan oleh lelaki dengan buket bunga mawar di tangannya yang memilih bersembunyi dari kejauhan. Lelaki yang matanya tak lepas dari perempuan yang dicintainya itu memilih menahan langkahnya saat Retha tertawa lepas dengan lelaki yang membuat kepercayaan dirinya luntur seketika. Tak ada yang mengetahui kehadirannya di tengah keramaian ini.

Tadinya lelaki berkemeja batik coklat itu ingin memberi kejutan pada Retha dengan kehadirannya yang pasti sudah sangat ditunggu-tunggu. Mengingat Retha tak henti-hentinya mengiriminya pesan sejak tadi pagi ia sampai di Bandung karena dirinya menghilang. Namun kepercayaan dirinya jatuh ke dasar seketika saat Retha dengan wajah paling bahagianya itu berfoto bersama Wildan. Radyan memilih mundur dan jadi pengecut hari ini. Rasanya sangat aneh melihat Retha tersenyum lepas dengan lelaki lain.

"Happy graduation, Retha." gumamnya sebelum meninggalkan kampus itu dengan berat hati.

Mata Retha terbelalak saat mendapati wajah yang sudah lama tak ia temui di tengah keramaian. Sesaat perhatiannya hanya terfokus pada Radyan yang berjalan menjauh. Tak mengalihkan pandangannya dari lelaki itu, Retha pergi begitu saja meninggalkan keluarga dan teman-temannya. Dengan heels tujuh centimeter dan kain sampingnya, Retha mencoba menyusul langkah lebar lelaki yang ia rindukan.

"Radyan!" seru Retha sekuat tenaga saat langkah Radyan tak bisa ia samai.

Lelaki itu menghentikan langkahnya sebelum meyakinkan diri memutar tubuhnya menghadap Retha. Buket bunga mawar merah di tangan kanannya ia genggam erat. Radyan memutar tubuhnya dan mendapati Retha jarak sudah lebih dekat dengannya. Perempuan yang sudah memindahkan topi yang menutupi kepalanya ke tangan kanannya itu hanya berjarak tiga meter dari posisinya berdiri. Bahkan Radyan mendapati mata Retha yang mulai berkaca. Tubuhnya membeku saat Retha menyebut namanya sekali lagi sembari memeluknya.

"Aku di sini. Kenapa kamu pergi?" tanya Retha yang masih menyandarkan dagunya di bahu kanan Radyan.

Radyan tak menjawab. Ia masih terlalu terkejut dengan Retha yang ternyata menyadari keberadaannya di sini. Bahkan saat Retha meregangkan pelukannya di leher lelaki itu, Radyan tak merespon apapun. Saat memeluknya, Retha juga tidak merasakan lengan lelaki itu melingkari pinggangnya. Retha menatap Radyan dengan penuh tanda tanya.

"Kamu kenapa?" tanya Retha yang mendapati kediaman lawan bicaranya itu.

"Wildan?" dari seluruh kata yang berputar di kepalanya, nama itu yang keluar dari bibir Radyan.

Alis Retha bertaut, "Hah? Wildan?" kemudian ia menyadari sesuatu dan langsung tersenyum, "Kamu cemburu sama Wildan?" tanyanya.

Radyan menunduk kemudian menyadari buket bunga mawar di genggamannya. Lelaki itu menyodorkan buket bunga itu pada perempuan cantik di hadapannya itu. Seketika Radyan merasa tindakannya itu bodoh. Untung Retha menerima bunganya dengan sembari menjelaskan bahwa ia tidak memiliki hubungan lebih dari sahabat dengan Wildan. Radyan merasa lega.

"Ucapannya mana?" tanya Retha selepas menghirup aroma bunga mawar yang ia sukai itu.

Tanpa diduga, Radyan melingkarkan lengannya pada tubuh mungil Retha, "Happy graduation, Sayang."

Retha ikut melingkarkan lengannya pada tubuh Radyan, "Makasih." dan ia tidak bisa lagi membendung air matanya.

Ada yg seneng aku updatenya cepet? Lega banget sumpah udah publish chapter ini. Buku ini mungkin cuma 3-4 chapter lagi.

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang