13

2.8K 219 15
                                    

"Reth, Genki, yuk!" ajak Radyan begitu Retha mengangkat panggilannya.

Retha yang baru saja terbangun dari tidurnya pun langsung melirik jarum jam di dinding kamarnya. Pukul sepuluh. Perempuan yang masih dengan piyama satinnya itu meminta waktu untuk bersiap pad Radyan. Selagi lelaki itu menempuh perjalanan menuju rumahnya, Retha segera bersiap. Sudah beberapa hari terakhir ini, liburan Retha diisi dengan sang mantan.

Menatap dirinya di cermin, Retha memastikan penampilannya sudah sempurna. Memakai jam di pergelangan tangannya, ketukan pintu menginterupsi kegiatannya. Rakha sudah membuka pintu terlebih dahulu sebelum Retha berhasil menyelesaikan kegiatannya. Abangnya itu bersandar di pintu.

"Radyan udah di depan, tuh." ucap Rakha kemudian berlalu, "Sebenernya lo lagi jalanin apaan, sih, sama Radyan, Dek?" tanyanya berbalik bersandar pada pintu.

Retha berbalik menghadap abangnya, "Temen?" jawabnya tak yakin.

"Hati-hati, loh, Dek. Jangan suka mainin perasaan orang." Rakha memperingati Retha sebelum berlalu meninggalkan kamar adiknya dengan pintu terbuka.

Retha berbalik melihat pantulan dirinya di cermin. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Tidak ada niatan dirinya memainkan perasaan Radyan. Ia hanya merasa jauh lebih nyaman dengan apa yang dijalaninya kini dengan Radyan. Tanpa status yang entah kenapa terasa seperti beban yang harus ia pikul. Ia merasa bisa lebih leluasa di lingkungan pergaulannya. Banyak hal yang kini berkecamuk di kepala Retha. Bahkan, perempuan yang menyimpan kedua tangan di atas pangkuannya itu hanya diam di samping Radyan.

Radyan yang menyadari sikap Retha yang tidak seperti biasanya, "Reth? Kamu kenapa?" tanyanya yang juga belum bisa mengalihkan perhatian perempuan di sampingnya, "Retha?"

Lamunan Retha buyar. Perempuan itu kembali ke dunianya. Rintik hujan mulai membasahi kaca mobil Radyan. Lantunan musik yang disetel melalui radio ikut menemani keheningan di antara dua insan yang sama-sama terdiam. Radyan membiarkan perempuan di sampingnya itu mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya.

"Rad, aku ga pernah tanya apa kamu baik-baik aja kita kayak gini?" tanya Retha menatap lurus jalanan di hadapannya, ia tak berani menoleh.

Genggaman Radyan pada kemudi mengerat. Retha menyadari perubahan raut wajah Radyan di sampingnya. Mungkin lelaki itu terlihat baik-baik saja, Retha tak pernah tahu isi hati lelaki di sampingnya itu. Sementara Radyan kini mencoba mengendalikan berbagai rasa yang kini berkecamuk dalam hatinya. Rasa bersalah, ego yang terluka, sampai cinta bercampur jadi satu dalam diri Radyan.

"Apa aku salah, Reth, kalo aku berharap di kehidupan kita berikutnya, kamu bakal sama aku lagi?" tanya Radyan yang kini menyerah dengan egonya, "I admit that I picture you."

Retha membeku di tempatnya. Kepalanya tertunduk sehingga helaian rambutnya menutupi sisi wajahnya. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa di depan lelaki itu. Sejauh ini, Retha hanya ingin menikmati waktunya bergaul seluas mungkin dengan siapa pun. Tidak memikirkan siapa yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya nanti. Ternyata Radyan sudah memikirkan sejauh itu mengenai mereka.

"Ma-maksud kamu, Rad?" tanya Retha masih enggan menoleh ke arah Radyan.

"Aku punya gambaran itu, Reth. Hidup berdua sama kamu. Is that okay, Reth?" tanya Radyan menyelipkan helaian rambut Retha ke telinga.

Apakah Radyan sedang menyatakan cintanya atau sedang melamarnya? Berbagai pemikiran berkecamuk di benak Retha. Ia juga tidak mau terlalu percaya diri bahwa Radyan masih menyimpan rasa. Perempuan itu kini bingung dengan perasaannya sendiri. Bahkan ia sama sekali bagaimana perasaannya pada Radyan sejak lelaki itu menyatakan ingin menjalin status dengannya. Retha tersesat.

Radyan di balik kemudinya menyadari kegelisahan Retha, tersenyum getir, "Biar aku aja, Reth. Gapapa."

"What if I don't belong to you?" tanya Retha lirih.

Radyan terdiam. Ia sama sekali tidak memiliki bayangan untuk jauh dari Retha. Tidak sekali pun.

"I'm so sorry, Rad. Mungkin selama ini aku udah bohongin kamu dan diri aku sendiri tentang perasaan aku." kalimat Retha membuat Radyan hampir mengerem mobilnya tiba-tiba, "Aku-"

"Aku sayang sama kamu. Itu yang perlu kamu tahu. Kamu ga nolak, aku udah sangat bersyukur, Reth. Jadi jangan salahin diri kamu sendiri kalo aku masih mau nunggu kamu." potong Radyan yang enggan mendengar kalimat penuh penyesalan dari perempuan yang sangat ia sayangi setelah ibu dan saudara-saudaranya, "Ga usah bahas ini lagi, ya? Aku gapapa." pintanya dengan senyum lembut.

Entah kenapa rasanya masih ada yang mengganjal. Retha ingin mengakhiri segala ketidak jelasan ini tapi juga tak ingin jauh dari Radyan. Lelaki itu terlalu banyak mempengaruhi harinya. Walaupun getar itu tak Retha rasakan hingga kini. Kata maaf sepertinya juga tidak akan membuat lelaki di sampingnya merasa lebih baik.

Berjalan bersisian menuju restoran Jepang itu, Radyan tak melepas genggamannya dari tangan mungil Retha. Dibanding merangkul pundak, Radyan merasa dirinya bisa lebih menghormati Retha dengan menggandengnya. Retha tak juga menolak. Sampai di lantai paling atas mall di daerah Pasir Kaliki itu, keduanya dipersilahkan duduk di sebuah bilik yang kosong.

Retha duduk di sisi dalam dan Radyan di samping kanannya. Pelayan memberikan perangkat tablet pada mereka untuk memesan makanan dan minuman. Retha sibuk memilih berbagai macam sushi yang dia inginkan. Kemudian Radyan melakukan hal yang sama setelahnya.

Menunggu pesanan diantar oleh kereta kecil yang ada di sisi kiri Retha, perempuan berbalit kardigan coklat itu membuka aplikasi kamera untuk sekedar merapihkan rambutnya. Radyan yang mendapati keseriusan di wajah Retha mengusik kegiatan perempuan itu. Menekan tombol putih yang berada di sisi tengah bawah layar ponsel beberapa kali, jadilah beberapa hasil jepretan.

"Ih! Aku, kan, belum siap. Bilang kalo mau foto." dumal Retha yang mengecek beberapa foto yang diabadikan dengan pose seadanya, "Eh, yang ini lucu, deng." celetuknya saat berhenti di sebuah foto yang menurut Radyan juga lucu.

Layar ponsel Retha menunjukkan foto keduanya dengan pose seadanya. Retha menaruh kepalanya di atas lengan kanannya karena terhimpit Radyan yang menekan kepalanya. Setengah tubuh Radyan yang berbalut kaus hitam tertutup oleh tubuh Retha. Keduanya tersenyum lepas. Sayangnya, Retha tidak menyadari keserasian itu.

"Tuh, Reth, semesta aja tau kalo kita cocok. Beneran ga mau balikan sama aku aja?" canda Radyan.

Retha mengerucutkan bibir bawahnya. Setelah bertukar percakapan yang cukup serius dan berat, Radyan selalu punya cara untuk mencairkan suasana. Bisa dibilang perempuan di sampingnya itu cukup canggung.

Masih ada yang bingung cerita ini mau dibawa kemana? Termasuk saya...

Makasih sudah baca dan kasih apresiasi.

Untuk chapter ini begini dulu, ya. Dan untuk kisah Retha dan Radyan mungkin bahasannya berbobot tapi alurnya ringan.

Oh, iya, kalo latar cerita ini endingnya setelah mereka lulus kuliah gmn?

Enjoy!

Love, Sha.

Make it RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang