Halaman 01

4.2K 361 31
                                    

Memasak.

Hal yang tengah dilakukan Irene saat ini. Apron warna merah muda, setelan rok sepanjang bawah lutut dan rambut yang di cepol keatas, begitulah keadaannya sekarang. Wanita itu berdiri menunggu minyak yang baru saja ia tuang ke penggorengan panas. Sebentar-sebentar ia dekatkan telapak tangan merasakan hawa panas yang ditimbulkan oleh minyak yang perlahan mengeluarkan bulatan-bulatan kecil.

Irene memasukkan ikan yang telah dibumbui kedalam minyak panas dengan hati-hati. Ia mengecilkan api pada kompor agar panasnya minyak tak membuatnya kecipratan minyak.

Meninggalkan ikan sejenak, wanita itu mulai memeriksa nasi yang sepertinya telah matang sampai sebuah lengan besar melingkar pada perutnya. Ia juga merasakan kecupan lembut di tengkuknya.

“Selamat pagi...”

Irene menolehkan kepalanya kebelakang dan seketika wajah mengantuk Sehun menyambutnya. Pria itu kemudian menelusupkan wajahnya pada perpotongan leher isterinya.
“Selamat pagi...”, balasnya kembali menyibukkan diri dengan nasi didalam magic com.

Hembusan nafas yang Sehun ciptakan sedikit mengganggu Irene dalam beraktivitas. Belum lagi tubuh besarnya yang terus menempel pada tubuh Irene. Huh berat!

“Hun, aku tidak bisa memasak kalau begini caranya...”, protes Irene yang mendapatkan erangan pelan dari Sehun.

Terpaksa Sehun melepaskan pelukannya. Irene segera berpindah untuk mengecek ikan yang sepertinya sudah siap untuk dibalik. Matanya masih menyipit karena kantuk yang belum kunjung hilang.

Sekarang baru pukul 6 pagi isterinya sudah rajin begini. Sehun selalu merasa ketakutan sendiri jika saat bangun tidur tak mendapati Irene disampingnya. Pikirannya sudah berjalan kemana-mana padahal kenyataannya isterinya sedang berkutat dengan alat-alat masak di dapur. Entahlah, Sehun selalu merasa begitu saat Irene tidak ada disisinya.

Maka dari itu mengesampingkan rasa kantuknya dan sempat menabrak pintu serta lemari, juga belum sempat mengumpulkan nyawa, Sehun langsung terbangun dan keluar dari kamar. Lega sekali melihat punggung kecil itu sedang berada didapur.

Karena tidak mendengar suara dari Sehun, Irene menoleh. Ditempat yang sama suaminya itu berdiri seraya mengerjapkan matanya berulang-ulang belum lagi kepalanya yang jatuh menunduk dengan kelopak mata yang masih ingin tertutup.

Kalau masih mengantuk untuk apa bangun?

Irene tersenyum merasa tak tega juga. Setelah selesai dengan urusan ikan, wanita 28 tahun itu menyentuh bahu Sehun. Menepuk pipi yang akhir-akhir ini jadi gembil itu perlahan.
“Hun, bangun...”

Suara merdu Irene selayaknya alarm bagi Sehun. Pria itu kontan menegakkan kepalanya.

Irene tersenyum, “Tidur lagi sana!”

“Kau tidak akan pergi kemanapun kan? Masih disini sampai nanti aku bangun kan?”

Irene sudah mulai membiasakan diri dengan pertanyaan semacam itu dari Sehun. Wanita itu mengangguk pelan.
“Nanti kubangunkan kalau sarapannya sudah siap.”

Dengan langkah berat Sehun meninggalkan dapur membawa rasa kantuknya. Melanjutkan tidur yang sempat tertunda karena terbangun untuk mencari Irene.

Kurang lebih 15 menit kemudian sarapan yang Irene buat telah siap. Wanita itu melepaskan apron dan hendak berjalan menuju kamarnya untuk membangunkan Sehun tapi, ketukan pada pintu merebut atensinya.

Ada tamu sepagi ini? Mungkin tetangga.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang