Halaman 24

1.9K 227 16
                                    

Irene mengelus surai hitam legam itu. Dengan perlahan ia singkirkan helai demi helai rambut yang menutupi paras polos yang saat ini masih sibuk terlelap menempel pada dadanya. Hhh bayi besarnya Irene.

“Rene, jangan pergi...”

Dahi Irene mengkerut mendengar racauan yang keluar dari mulut milik suaminya. Bahkan saat dalam keadaan mata tertutup Sehun masih merasa setakut itu. Irene eratkan pelukannya.
“Aku disini, sayang,” bisiknya lembut.

Sehun kembali mendapatkan ketenangannya. Gelisah yang terlukis samar perlahan lenyap. Ia melingkarkan tangannya, memeluk erat tubuh mungil isterinya.

Memandang wajah damai itu, Irene berpikir. Sehun tidak bisa dalam keadaan yang seperti ini terus menerus. Suaminya itu harus sembuh!

Rasa takut itu mau tak mau harus dilawan dan Sehun harus melakukannya. Irene tidak ingin ketakutan berlebihan yang Sehun derita bisa mengganggu kehidupan pria itu.

Aku harus membicarakan ini nanti!

Aku harus membicarakan ini nanti!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Psikiater?”

Wanita dengan sweater maroon itu mengangguk selepas menyesap greentea latte nya. “Bagaimana menurutmu?”

“Suamimu hanya memiliki phobia bukan sedang memiliki kelainan jiwa, Rene astaga!” sahut Suho menatap lawan bicaranya tak habis pikir.

“Aku tahu. Lalu jika bukan pada psikiater, aku harus datang pada siapa? Sehun harus sembuh dari phobianya!”

Menghela nafas, Suho mencoba menerawang, berpikir sejenak. “Kau sendiri.”

“Apa?”

Pria Kim menegakkan tubuhnya, meletakkan dua tangannya keatas meja seraya menatap wanita didepannya ini serius. “Rasa takutnya timbul karena kau, dirimu, Bae Irene. Jadi, yang bisa menuntaskan phobianya adalah kau!”

Alis Irene saling bertaut, kepalanya menggeleng pelan. Wanita itu terlalu awal untuk mengetahui maksud dari kawannya itu.

Aish, dia sungguh takut kau pergi dari hidupnya persis seperti ketika Ibunya meninggal dan pergi dari hidupnya selamanya. Dia tidak mau kehilangan orang yang begitu dia cintai lagi itu sebabnya phobianya mulai muncul. Mengendalikan otak dan pola pikirnya hingga hal-hal menakutkan selalu terbayang-bayang padahal itu belum tentu pasti terjadi.” Suho menjeda kalimatnya sesaat. “Satu-satunya orang yang bisa membantunya menghilangkan rasa takutnya adalah kau, orang yang membuat rasa takut akan kehilangannya itu muncul. Kau harus memberinya pengertian dan membantunya melawan rasa takut itu. Yakinkan padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja dan tidak ada yang perlu ditakutkan! Sampai disini paham, Nyonya?” sambungnya yang tak pelak mengundang senyum aneh dari Irene.

Penjelasan itu sontak membuka pikiran Irene. “Suho-ku astaga kau pintar sekali, aku jadi terharu huhuhu...” balasnya mengerucutkan bibir lantas menatap berbinar kearah Suho yang tengah memasang tampang datarnya.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang