++

2.1K 214 38
                                    

Ponsel yang tergeletak persis disamping lembaran tugas-tugas itu bergetar tanpa mengeluarkan bunyi menarik atensi. Sehun melirik kearah benda canggih miliknya itu, disana tertera nomor asing yang saat ini sedang membuat panggilan. Alisnya saling bertaut sedang dahinya berkerut. Tangannya segera terulur dan tanpa berlama-lama panggilan itu segera ia terima.

“Halo?”

“Halo, selamat siang, Pak Oh.”

Kerutan pada dahi Sehun semakin terlihat jelas. “Selamat siang. Ya dengan saya sendiri. Eum saya sedang berbicara dengan siapa?”

“Saya Guru Kim, wali kelas dari Rigel.”

Fokus Sehun sudah tak lagi tertuju pada pekerjaannya. Telepon yang ia terima kali ini lebih menarik atensinya.
“Ah begitu. Apa ada sesuatu, Guru Kim?”

Terdengar helaan nafas dari ujung sana. “Begini, Pak. Puteri anda baru saja berkelahi dengan teman sekelasnya.”

Astaga, ada-ada saja! Sehun meloloskan nafasnya pelan.

Temannya dipukul hingga memar. Bisakah anda berkenan untuk datang?”

“Baik, saya akan kesana.” Sehun lantas mengakhiri pembicaraan. Jemarinya memijit pangkal hidungnya. Rigel ini sebetulnya mirip siapa, sih?

Bibir mungil namun penuh itu mengerucut lucu, sedangkan buku-buku tangannya itu tengah dikompres menggunakan air es

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bibir mungil namun penuh itu mengerucut lucu, sedangkan buku-buku tangannya itu tengah dikompres menggunakan air es. Sepanjang perjalanan pulang hingga telah mendaratkan pantat pada sofa, Ayahnya tak henti menjejali telinganya dengan ceramah.

“...Kau dengar, Rigel?”

Namun, gadis kecil itu hanya bungkam. Tetap anteng duduk disamping sang Ibu yang masih berkutat dengan kompres.

“Nak, dengarkan apa yang Papa katakan,” tambah sang Ibu dengan nada lembut.

“Tapi, dia yang memulai duluan!” Rigel menyahut dengan tidak santainya. Wajahnya masih tampak emosi.

“Papa tidak peduli siapa yang memulai duluan! Jangan berkelahi! Kau ini anak perempuan, tidak sepantasnya berkelahi semacam itu!” Sehun menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

“Aku hanya membela diri, apa itu salah? Dia menumpahkan bekal yang dibuatkan Mama, dia tidak minta maaf dan pergi begitu saja, ya sudah kupukul saja kepalanya menggunakan kotak makan!”

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang