Halaman 09

1.9K 282 16
                                    

Irene menatap kedua pasangan itu dengan tatapan tak terbaca. Ia paham bagaimana perasaan Suho pada Jisoo yang telah membuat pria itu nekat berbuat sampai sejauh ini. Sementara tangannya digenggam oleh Suho, Jisoo terisak. Meredam suara tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya agar tak mengundang perhatian orang-orang disekitar.

Mereka telah membuat janji bertemu di salah satu cafe.

Irene menghembuskan nafasnya kasar membayangkan bagaimana nanti reaksi Kim Jeoghoon, Ayah dari Suho begitu mengetahui ini. Ayah temannya itu begitu keras dan tak bisa dibantah.

Kasihan sekali si jabang bayi yang tinggal di dalam rahim Jisoo jika seandainya mereka tak dapat bersama, pikir Irene. Tangannya tergerak untuk mengelus perutnya sendiri, teringat akan si kecil di dalam perutnya.

“Kau tidak perlu khawatir, kita akan terus bersama. Aku, kau dan bayi kita...”

Suara Suho yang dari tadi mendominasi, sedang Jisoo sibuk terisak dan Irene hanya duduk diam.

Semoga kalian bisa terus bersama, do'a Irene.

“Terima kasih, Rene

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Terima kasih, Rene.”, vokal Suho mengudara begitu mobilnya telah sampai didepan pintu pagar rumah Sehun dan Irene.

Tangan Irene tergerak untuk menepuk bahu Suho pelan beberapa kali. Masalah ini belum selesai sampai disini. Yang dapat Irene lihat tadi Paman Kim nyaris mengamuk jika saja Irene tidak ada disana menemani Suho dan Jisoo. Bibi Kim pun tidak bisa berbuat banyak untuk menghadapi suaminya yang kepalang marah itu.

“Bersabarlah. Semua masalah diciptakan beserta dengan jalan keluarnya. Jangan menyerah kau harus berjuang untuk Jisoo dan bayi kalian!”, nasihat Irene menurunkan tangannya dari bahu Suho.

Sedang Suho hanya mengangguk lemah. Wajahnya sedari tadi dipenuhi mendung pekat.

“Hati-hati dijalan...”, ucap Irene mengakhiri percakapan mereka. Mengambil langkah keluar dari mobil.

Dan mobil hitam mahal itu perlahan bergerak menjauh. Irene masih berdiri disana seraya menatap mobil temannya itu hingga menghilang diujung jalan. Ia pun berbalik hendak membuka pintu pagar tapi, sesuatu membuatnya merasa ganjil.

Slot pagarnya terbuka?

Apa ia lupa menutup slotnya saat keluar tadi?

Menggeleng pelan, wanita itu membuka pintu pagar besi itu lantas menutupnya kembali. Melenggang masuk melewati halaman kecil agar bisa sampai di beranda rumah.

Dirinya baru menyadari jika ponselnya tertinggal saat tiba di kediaman Suho. Ah, memang dasarnya ia pelupa!

Keningnya mengkerut begitu melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dari nomor Ibunya. Sekitar 10 kali Ibunya itu mencoba menghubunginya. Irene berinisiatif untuk menghubungi kembali.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang