Halaman 11

1.8K 266 45
                                    

Bulir-bulir keringat itu tampak menyebar memenuhi permukaan kulit pelipis juga dahi milik Irene. Guratan halus sesekali tampak pada dahinya diiringi perasaan semacam gelisah yang tak bisa dijabarkan dengan begitu mudah. Nafasnya berhembus tak teratur pertanda ia tak mendapatkan rasa nyenyak dalam tidur siangnya kali ini.

Di alam bawah sadarnya tengah terputar sebuah cerita singkat yang sulit otaknya untuk mencerna. Entah ia belum bisa menggolongkan itu sebagai cerita indah atau sebaliknya. Masih abu-abu.



Tepat dibawah pohon jati yang tengah meranggas, memaksa daun menguning lalu berguguran.

Angin berhembus begitu lembut dan terasa semacam menenangkan.

Tidak ada hal lain selain barisan pohon yang tertanam rapi.

Sampai netra itu memutuskan untuk menjatuhkan fokus pada seorang bocah yang tampak mengintip dan bersembunyi dibalik salah satu pohon yang telah habis daunnya.

Bocah asing yang terlalu malu untuk sekedar menampakkan diri.

Detik terus berlalu hingga tepat pada angka ke lima, bocah itu terlihat tersenyum namun, hanya sekilas.

Hengkang. Bocah itu membawa dirinya untuk enyah dari sana selang dua detik kemudian.

Sebelum keberadaannya lenyap, tangannya terangkat dan melambai kecil menutup perjumpaan pertama dan terakhir kali.

Sosok mungil itu telah tiada.




Perlahan tubuh itu mulai mendapatkan kesadarannya. Irene bangun dari tidurnya dalam keadaan berkeringat dingin cukup banyak. Ia merasa sedikit pusing.

“Mimpi apa tadi?”, monolognya seraya mengusap keningnya yang kepalang basah.

Wanita mungil itu beringsut turun dari ranjangnya. Melangkah untuk menjangkau gelas air putih yang tersimpan diatas meja dekat jendela.

Pyar!

“Ya ampun!”, kagetnya ketika gelas itu tak tertahan dengan benar digenggaman tangannya yang mengakibatkan benda bening itu meluncur begitu saja hingga terhempas ke lantai kayu.

“Irene!”

Pintu kayu itu terbuka secara agak kasar dan menampilkan sosok Hyejung, Ibu Irene dengan gurat wajah tak tenang.

“Ya ampun, kau kenapa?”, tanya wanita itu panik menatap pecahan gelas yang berserakan di lantai.

“Gelasnya jatuh. Aku tidak hati-hati.”, jawab Irene seadanya hendak berjongkok untuk memungut pecahan gelas tersebut namun, niatnya terhenti karena dirinya sudah terlebih dahulu dibawa menjauh dan duduk di pinggiran ranjang oleh Hyejung.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang