“Mama! Ayo bilang Mama!”
Dagu dipenuhi dengan air liur, Rigel mengerjap lucu menatap sang Ibu yang tengah mendudukkannya di pangkuan. Senyum menggemaskannya muncul.
“Papapapa,” ucapnya dengan tangan sibuk memegang mainan.“Mama. Ma... Ma... Mama!”
“Papapapa.”
Irene sedikit lagi menyerah. “Ma... Ma...” ejanya pelan agar sang buah hati mampu menirukan gerak mulutnya.
Kekehan milik makhluk mungil itu mengudara. “Papapa! Papa!” seru bayi itu dengan telunjuk mengacung kearah langit-langit ruang tengah.
“Hhh ya sudahlah, terserah saja,” sahut Irene angkat tangan soal mengajari Rigel untuk memanggilnya dengan sebutan Mama. Toh, Rigel lebih sering mengucapkan kata Papa.
Rigel anak Papa.
“Sayang, mainannya tidak boleh dimasukkan kedalam mulut,” vokal Irene mencoba mengambil alih mainan berwarna merah itu dari tangan gembul milik Rigel. Namun, yang terjadi selanjutnya bayi itu bersiap-siap untuk meledakkan tangis kala mainannya sudah berpindah tangan.
“Tidak boleh, sayang.” Irene menjauhkan mainan tersebut dan mengangkat tubuh Rigel, menggendongnya.
Usai membereskan mainan milik puteri kecilnya, Irene membawa Rigel untuk pergi mencuci tangan. Karena setelah ini Rigel akan diberikan biskuit bayinya.
Bayi itu didudukkan pada kursi tinggi dengan dua butir biskuit bayi pada mejanya. Sebelum membiarkan Rigel membuat dirinya sendiri belepotan karena biskuit, Irene memasang celemek pada leher bayi itu.
“Nah, sekarang Mama mau memasak untuk makan malam nanti. Rigel tidak boleh rewel, ya? Biskuitnya dihabiskan.” Irene berujar seraya mengusap dagu puterinya yang berlumuran air liur menggunakan celemek yang telah terpasang pada leher Rigel.
Biskuit bayi itu memberikan pengaruh besar terhadap Rigel. Buktinya fokusnya sama sekali tak berpindah. Sibuk memasukkan makanan ringan itu ke dalam mulut sampai meleleh bercampur dengan air liur menodai dagunya. Irene yang tengah memotong daging hingga tersenyum dibuatnya.
Bunyi panggilan telepon menarik atensinya. Benda canggih itu kebetulan ia letakkan diatas lemari es. Meninggalkan kegiatannya sejenak, Irene berpindah tempat, memeriksa siapa yang tengah menghubunginya saat ini.
Incoming video call from Papa Oh...
Dua sudut bibir Irene tertarik. Mencipta senyum mengembang sempurna. Di jam-jam segini Sehun pasti merindukan puteri kecilnya yang gembul itu. Segera Irene menggeser ikon berwarna hijau keatas dan tak lama panggilan video telah dimulai.
Disana terlihat Sehun tengah melihat kearah lain sementara layar ponsel mengarah keatas dan menampilkan wajahnya dari bawah. Usai menyadari bahwa panggilan video yang ia buat diterima, Sehun langsung menegakkan layar ponselnya. Bibir yang dihiasi titik-titik hitam diatasnya itu tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖
Romance[COMPLETED] thantophobia (n.) the phobia of losing someone you love ♥hunrene ♥baku ©ainiierv