Halaman 02

3.1K 343 25
                                    

Ketukan pintu lagi-lagi mendistraksi Irene yang tengah sibuk menonton acara masak-memasak di televisi. Meninggalkan acara favoritnya, wanita itu mengambil langkah menuju pintu depan. Nampak ia memutar kunci sebanyak 2 kali kemudian pintu telah terbuka.

“Kunjungan!”

Obsidian Irene melebar. Sosok yang ia sayang sudah berdiri dihadapannya.
“Ibu!”

Keduanya menghambur, saling memeluk. Menuntaskan rindu meski seminggu yang lalu masih bisa bertemu.

“Bagaimana? Terkejut tidak?”

Kontan Irene terkekeh kecil, merangkul sang Ibu untuk masuk kedalam rumahnya. Membawa wanita paruh baya itu ke ruang tengah, tempat dimana ia nonton TV barusan.
“Kenapa tidak memberitahu kalau akan datang?”

“Namanya juga kejutan!”

Irene mengajak sang Ibu duduk di sofa panjang yang ia tempati tadi.

“Wah rumah kalian rapi.”, puji Ibu Irene mengamati setiap barang-barang yang tertata di meja juga beberapa hiasan yang menempel di dinding.

“Sehun yang melakukannya. Dia menata semua benda yang ada disini!”, beritahu Irene.

“Lalu kau?”

“Dia bilang aku boleh istirahat dan dia tidak ingin melihatku kelelahan...”

“Astaga beruntung sekali kau hmm?”

Irene tergelak begitu saja. Lantas ia beranjak untuk membuatkan Ibunya minuman juga membawakan kudapan.

Menyusul puterinya, Ibu Irene sudah berpindah tempat duduk di meja makan yang berada didapur. Menunggu puterinya selesai membuat teh untuknya.

“Ibu kesini naik apa?”, tanya Irene yang sudah mulai mengaduk teh.

“Taksi.”

Teh sudah siap dihidangkan bersama dengan cookies yang sengaja Irene buat sendiri.

“Bagaimana kabar Ayah, Bu?”

“Hmm dia merindukanmu. Kalau tidak sibuk, berkunjunglah...”

Sejujurnya Irene juga merindukan sosok pria paruh baya itu. Irene itu manja sekali pada Ayahnya, dulu mau pergi kemanapun pasti Irene tidak diijinkan untuk berangkat sendiri. Kemana-mana diantar. Sekarang puterinya sudah dewasa, sudah jadi nyonya besar dalam sebuah rumah.

Lalu spontan pikiran Irene teralih pada tetangga sebelah di rumah sang Ibu yang memiliki sifat usil tiada tara. Namanya Bibi Park, wanita yang suka sekali mengurusi hidup orang lain. Wanita ini yang terus mengganggu ketentraman Irene yang kala itu belum menikah.

Usia Irene dinilai sudah cukup untuk membina hubungan rumah tangga tapi, Irene tidak kunjung menikah. Mulutnya yang sejatinya tidak punya rem dari sananya itu terus membanding-bandingkan Irene dengan puterinya yang usianya dibawah Irene terpaut jauh tapi sudah menikah.

“Bu, bagaimana dengan Bibi Park? Masih suka membicarakanku?”, tanya Irene dengan nada bicara tidak enak didengar.

Ibu Irene tertawa pelan, “Dia akan terus berbicara. Tuhan memang mendesain mulutnya fleksibel jadi mustahil kalau dia berhenti mengurusi hidup orang!”

Sejak Irene dinikahi Sehun, wanita tua itu seperti tertohok apalagi Irene mendapatkan suami tampan dan mapan seperti Sehun tapi, hanya sebentar lalu kebiasaan buruknya mulai lagi. Membahas soal lain agar ia tidak terlihat kalah.

“Dia terus menyinggung soal cucu.”, cerita Ibu Irene masih dengan senyum kalemnya.

Irene terhenyak.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang