“Apa? Kau serius, Rene?”
Dengan pipi yang menggembung berisikan sesuap makanan, Irene menganggukkan kepala. Pasal fakta yang baru ia ketahui tadi, ia beritahukan pada Sehun. Makan malam kali ini diselingi obrolan mengenai pertunangan Minho dan Mijoo.
“Dunia ini benar-benar sempit,” balasnya seraya menyisihkan beberapa potong sayuran ke pinggiran piring.“Astaga,” lanjut Sehun masih tak habis pikir.
Irene mengangkat sendoknya. “Katanya Mijoo sempat melarikan diri ke luar negeri dalam waktu yang cukup lama untuk menghindari perjodohan itu. Setelah sekian lama, wanita itu berpikir bahwa rencananya pasti berhasil dan mengira kedua orang tuanya membatalkan perjodohan tapi, perkiraannya meleset. Ya Tuhan, ini seperti di drama-drama saja, ya kan?” katanya meminta persetujuan dari Sehun.
Hanya anggukan samar yang Sehun berikan. Sepasang netra arangnya menatap sayuran yang sengaja disisihkan oleh Irene. Alisnya bertaut, dahinya mengkerut, merasa tidak biasanya isterinya itu pilih-pilih makanan seperti itu.
“Rene?”“Hmm?” jawab Irene mengangkat kepalanya. Yang dilakukan wanita itu masih samaㅡmemilah serta memisahkan nasi, lauk dan sayur. Sungguh seperti kebiasaan baru.
“Kenapa dengan sayurnya?”
Sayur yang didominasi warna hijau itu telah tertata rapi di pinggiran piring hingga membentuk huruf O. Irene menggerakkan bola matanya secara acak.
“Hehe tidak suka,” jawabnya diselingi kekehan kecil.“Bukankah brokoli adalah favoritmu?” tanya Sehun yang menghentikan aktivitas makannya, menatap sang isteri terheran-heran.
Dua bahu mungil milik Irene terangkat. “Tidak tahu. Aku tiba-tiba tidak ingin makan, melihat warnanya saja aku tidak selera. Aku masih memasak beberapa sayur karena kau juga ikut makan,” tuturnya meraih gelas minum, meneguk isinya sedikit.
Sehun mengarahkan sendoknya untuk mengambil salah satu potongan sayur yang masih teronggok di pinggiran piring milik Irene lantas memakannya. “Eum ini enak. Rasanya masih sama seperti yang kemarin-kemarin. Kenapa tiba-tiba tidak selera? Kau harus makan sayur juga, sayang!”
“Untuk saat ini aku tidak mau! Aku mau makan corndog yang dijual di pasar Dongdaemun,” sahut Irene menjauhkan piringnya yang masih dipenuhi tumpukan sayur.
Gelas yang awalnya penuh itu ditandaskan isinya oleh Sehun. “Hmm besok saja, ya?”
“Aku mau makan sekarang, Hun!” seru Irene melebarkan maniknya.
“Butuh 30 menit untuk sampai kesana, aku belum selesai mengoreksi lembar kuis anak-anak siang tadi, besok nilainya sudah harus direkap,” balas Sehun mencoba meminta sedikit pengertian dari isterinya itu.
Keinginannya tidak terpenuhi membuat mood Irene tiba-tiba memburuk. Wanita itu menekuk wajahnya lantas anjak dari kursinya, membawa dua piring kotor bekasnya dan Sehun untuk dicuci. Melengos begitu saja tanpa memberikan Sehun kesempatan untuk melanjutkan ucapan.
Sehun menatap punggung mungil itu seraya menghela nafas. Andai saja tidak ada tanggungan mengoreksi lembar kuis mahasiswanya, keinginan Irene pasti akan dikabulkan malam ini juga.
Dengan perasaan dongkol, Irene menggosok permukaan piringnya sedikit keras. Entah kenapa semuanya terasa begitu tidak menyenangkan baginya.
“Rene...”
Yang diajak bicara acuh. Masih dengan bibir mengerucut dan alis saling bertaut. Pun wajah tertekuk.
Karena panggilannya tak disahuti oleh Irene, Sehun bangun dari duduknya, berjalan mendekat kemudian. Menghentikan langkah begitu tubuhnya berada tepat dibelakang tubuh mungil yang tengah berkutat dengan cucian piring itu.
“Beli corndognya besok saja, ya? Nanti sekalian kita jalan-jalan, mau beli apa saja juga boleh,” bujuknya meraih pinggang Irene, mengharap suasana hati sang isteri kembali membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖
Romance[COMPLETED] thantophobia (n.) the phobia of losing someone you love ♥hunrene ♥baku ©ainiierv