Halaman 13

1.6K 248 32
                                    

Pukul dua dini hari.

Lenguhan singkat samar-samar terdengar. Irene merasakan nyeri di kepalanya lantas perlahan membuka kelopak matanya. Tidak banyak pergerakan yang wanita itu buat, hanya diam mengerjap beberapa kali menatap langit-langit ruangan yang didominasi warna putih.

Ia berusaha menelan saliva kala merasa tenggorokannya kering. Satu-satunya pertanyaan yang muncul dikepalanya, sedang dimana ia sekarang?

Hingga baru menyadari sebuah jarum infus tertanam di punggung tangan kanannya. Rumah sakit, ya pasti sekarang ia berada ditempat pesakitan itu.

Detik selanjutnya ia mulai tersadar dengan kecelakaan yang ia alami di kamar mandi selepas buang air kecil. Ia terbangun dengan terburu-buru dan merasakan nyeri pada perutnya. Mulutnya tak bisa untuk tidak mengaduh dan itu memancing kesadaran Sehun yang tengah tidur disamping ranjang yang ia tempati. Pria itu terlelap dengan posisi yang tidak cukup nyaman.

“Rene? Kau sudah bangun?”

Masih mencerna apa yang telah terjadi, Irene menatap Sehun dalam kebungkaman. Tangan kanannya tergerak mengelus perutnya.

“Rene...”, panggil Sehun untuk yang kedua kalinya. Menatap wanitanya lamat-lamat.

“Aku terjatuh di kamar mandi lalu aku tidak ingat apapun.”, tutur Irene yang wajahnya masih kentara dengan kebingungan. “Semuanya baik-baik saja kan?”

Mendengar kalimat tanya yang terlontar dari mulut sang isteri membuat Sehun merasa terluka dan bersalah dalam waktu yang bersamaan untuk kedua kalinya. Bagaimana reaksi Irene setelah mengetahui bahwa bayi mereka telah tiada?

“Hun, kenapa menangis?”

Tanpa bisa dikendalikan satu bulir bening yang tadinya sempat menggenangi pelupuk mata Sehun terjun begitu saja, mencipta garis lurus vertikal pada pipi kiri pria itu.

Kening Irene semakin berkerut kala isakan itu semakin keras terdengar disusul Sehun yang menunduk menutupi wajahnya. Merasa seolah ia yang paling bersalah disini.

Pundak kokoh itu terlihat bergetar disela sesenggukan yang timbul atas perbuatan pria itu sendiri.

“Sehun kau kenapa?”, tanya Irene lekas menyentuh wajah sang suami. Sedikit memaksa untuk kembali menatapnya.

“Maaf... Maaf... Hiks...”

Irene mengerjap berusaha menerka-nerka apa yang baru saja terjadi dan ia tidak mengetahuinya. Kedua tangannya masih terangkat menahan wajah Sehun.

Yang semula hanya setetes kini telah menganak sungai. Pipi Sehun telah basah.

Sedikit menggeser duduknya, Irene menurunkan tangannya, mendorong sedikit kepala serta bahu Sehun agar mendekat kearahnya. Ia memeluk pria yang masih sibuk menangis itu. Posisinya Irene lebih tinggi dari Sehun hingga wanita itu dapat membenamkan kepala sang suami didalam dadanya. Menancapkan dagunya tepat di pucuk kepala Sehun dengan tangan yang lain sibuk mengelus bahu Sehun menenangkan.

“Hiks maaf... Maafkan aku...”, lirih Sehun yang melingkarkan lengan kokohnya pada tubuh mungil Irene.

Irene tidak paham mengapa sedari tadi Sehun terus meminta maaf, memang apa yang telah terjadi?

Irene tidak paham mengapa sedari tadi Sehun terus meminta maaf, memang apa yang telah terjadi?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang