Halaman 15

1.7K 259 35
                                    

Senda gurau dengan tema pembahasan acak masih terdengar memenuhi setiap sudut kamar. Bertepatan dengan Key yang hendak angkat suara, pintu kamar terbuka. Keempat pasang mata itu secara kompak menjatuhkan fokus kearah pintu.

“Wah seru sekali! Apa yang sedang kalian bahas?”

Irene tersenyum mendapati sang Ibu yang datang. Begitu juga dengan ketiga pria yang ada bersamanya, mereka mengangkat kedua sudut bibir, mengulas senyum secara cuma-cuma.
“Ibu!”

Senyum dari ketiganya perlahan memudar kala seseorang muncul dari balik tubuh Hyejung. Namun, tidak dengan Irene. Wanita itu semakin mempertegas lengkungan bibirnya. Mencipta senyum yang begitu menawan.

“Sehun!”, responnya teramat senang setelah beberapa saat yang lalu menantikan kehadiran suaminya itu namun, tak kunjung muncul.

Hati Sehun terasa menghangat bagai diterpa musim semi dengan ribuan kelopak sakura yang berjatuhan begitu melihat paras menawan milik Irene. Ia sedikit menyayangkan dirinya mengapa tidak masuk kesini saja dari awal.

Seiring detik yang berganti, atmosfer kamar semakin terlihat tak nyaman dan hanya kaum pria lah yang merasakan. Sehun masih bisa merasakan sorot mata tajam yang dilayangkan Minho padanya secara diam-diam. Begitu juga Suho yang menatapnya datar dan Key yang tadinya berada disisi Irene berpindah tempat menghampiri kedua pria yang bersantai di sofa itu, mendudukkan diri disana juga.

“Sudah merasa lebih baik?”, tanya Sehun sedikit mendekatkan wajahnya. Sorot netranya begitu meneduhkan.

Dengan senyum yang masih bertahan, Irene mengangguk agak cepat. Ia sudah benar-benar merasa lebih baik dari sebelumnya. Sekarang pun menjadi berkali lipat baiknya karena Sehun sudah hadir.

Sepasang sabit indah milik Sehun itu membalas anggukan kepala Irene. Merasa bersyukur Irene tak membiarkan diri untuk bergelung dalam kesedihan terlalu lama.

Sesuatu kini berhasil menyita atensi Irene. Senyumnya usai digantikan dengan kerutan pada dahinya yang nampak tercetak jelas sedang kedua alisnya saling bertautan.
“Sehun, ini kenapa?”

“Sshh!”, ringis Sehun ketika jemari Irene telah bersentuhan dengan permukaan kulit wajahnya.

Hyejung yang semula tengah menata buah-buahan diatas meja nakas pun tak pelak ikut memperhatikan. Wanita paruh baya itu bahkan baru menyadarinya sekarang.

Luka lebam di tulang pipi kiri Sehun.

“Kau terluka? Apa yang terjadi?”, tanya Irene setengah panik. Tak lagi membiarkan punggungnya bersandar nyaman dengan beralaskan tumpukan bantal, memaksanya untuk tegak sementara kedua tangannya sudah meraih kedua tangan Sehun.

Hal itu tak pelak membuat perhatian ketiga pria yang berada disofaㅡyang tak jauh dari keduanya itupun menoleh.

“Ah benar. Pipimu memar! Kenapa Ibu baru sadar?”, sahut Hyejung turut mendekatkan diri pada menantunya itu.

Terlihat jelas bagaimana senyum cantik bunga sakura di musim semi milik Irene itu tergantikan dengan gurat cemas yang begitu kentara, membuat Sehun merasa perasaannya menjadi campur aduk.

“Sehun... Apa kau terjatuh?”, terka Irene yang kelihatannya tidak cukup yakin juga Sehun mendapatkan luka itu karena terjatuh.

“Eum ya, akuㅡ aku terjatuh tadi di toilet. Aku terpeleset dan sedikit terantuk wastafel.”, bohong Sehun.

Kedua tangan Irene telah berhasil menarik Sehun agar duduk di kursi yang berada disisi ranjang. Mimik cemasnya masih belum hilang. Disentuhnya pipi sang suami yang terlihat memar itu.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang