Halaman 03

2.8K 313 22
                                    

“Aku tidak bisa keluar rumah sekarang!”

“Yah, Rene...”

Satu tangan memegang ponsel dan tangan yang lain tengah menulis. Irene mendapatkan telepon dari sahabatnya ketika sibuk mencatat kebutuhan dapur yang stoknya mulai menipis.

“Hey pendek, kau sudah janji!”

“Batal! Aku batal ikut! Kau menyebalkan!”, sungut Irene mendekatkan mulutnya pada layar ponselnya. Wanita itu paling benci dipanggil pendek, meski kenyataannya begitu.

Terdengar gelak tawa diujung sana. Si tinggi Minho itu memang menyebalkannya nomor 1!
Tidak ada pembatalan secara sepihak! Aku kesana!”

“Hey, ya Choi Minho!ㅡ”

Tut... Tut... Tut...

“Sialan!”, umpat Irene meletakkan ponsel pintarnya diatas meja, persis disamping catatan kecil yang masih sibuk ia coret sana-sini.

Sekitar satu jam yang lalu pasca Ia berdebat kecil dengan Sehun soal pergi belanja, suaminya itu sudah berangkat ke kampus. Ya seperti hari-hari biasanya. Hari ini Ia lupa kalau sudah ada janji dengan ketiga sahabatnya.

Tersebutlah Choi Minho, Kim Suho dan Kim Key.

Bersama Irene, mereka sudah berteman sangat baik sejak kecil. Mereka berempat ditakdirkan bertetangga. Ada Minho yang paling tinggi diantara keempatnya, Suho yang paling kaya raya, Key yang paling berisik dan Irene yang paling cantik, tentu saja.

Janjinya hari ini mereka akan bertemu untuk merecoki Suho yang katanya akan melamar gadisnya. Berita ini sungguh mengejutkan Irene karena gadis yang merebut hati Suho ini kastanya tak sebanding dengan Suho beserta kekayaannya yang melimpah ruah itu. Pria kaya yang jatuh cinta pada wanita biasa, bukankah ini seperti cerita dongeng? Disela kegiatannya Irene terkikik. Ia bisa sebegitu murahnya tertawa oleh lontaran kalimatnya sendiri.

Ketukan pintu sebanyak tiga kali itu mendistraksi Irene dari kegiatan tulis menulisnya. Ia menggeser mundur kursi yang ia tempati lantas bergerak kedepan untuk memeriksa siapa tamunya pada hari ini. Dan...

“Baechu~~”

“Maaf kau siapa? Aku tidak kenal, silahkan pergi!”

Pintu yang semula terbuka nyaris tertutup kembali sesaat setelah Minho berhasil menghalanginya menggunakan tungkainya yang kelewat panjang itu.
“Dasar pemarah! Sudah pendek galak pula!”

Ijinkan Irene untuk menendang tulang kering pria dihadapannya ini!

“Aku mendatangi isteri orang yang sedang sendirian dirumah, apa suaminya akan marah?”

Irene memutar bola matanya, merasa Minho itu banyak bicara.

Dahi Minho mengkerut begitu menyadari Irene mengenakan turtle neck di musim panas seperti ini. Irene ini benar-benar tidak sinkron dengan cuaca hari ini yang kelewat cerah, pikirnya.

“Apa lihat-lihat hah?”, tanya Irene galak.

“Astaga!”

“Mau masuk tidak? Kalau tidak ya bagus, pergi sana!”, usir Irene tidak ragu-ragu.

“Hey Bae, jangan terlalu galak! Itu tidak baik! Aku mulai kasihan pada suamimu yang mendapatkan isteri galak seperti dirimu!”, nasihat Minho yang sama sekali tidak penting bagi Irene.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang