Halaman 18

1.7K 236 34
                                    

“Ibu ke toilet sebentar ya?”

Minho yang baru saja selesai makan pun mengangguk sembari menyusut bibirnya menggunakan tisu. Usai kepergian Ibunya, pria itu menyandarkan punggungnya seraya bermain-main dengan ponselnya.

Suara bel yang terpasang di pintu cafe itu terdengar. Seseorang baru saja masuk ke dalam cafe yang siang ini tak begitu padat. Minho masih sibuk membuka random ponselnya hingga pria itu merasa ada seseorang yang duduk di meja lainㅡyang ada satu didepannya, seseorang itu duduk memunggunginya.

Merasa bosan, pria Choi menyimpan ponselnya kembali ke saku blazzernya. Menunggu sang Ibu dengan duduk menopang dagu dan mata yang berkeliling di setiap sudut tempat makan itu.

Sepasang netranya berhenti disana. Pada seseorang asing yang menghuni meja yang ada didepannya. Wanita dengan surai panjang hitam kecokelatanㅡyang tunggu dulu, apa Minho mengenalnya?

Matanya mengecil memicing memperhatikan baik-baik sosok wanita yang kini tengah berbicara pada seorang waiters. Kepalanya sedikit menengok ke samping dan detik itu juga Minho baru menyadari kalau wanita itu adalahㅡ

“Lee Mijoo...”

Menunggu pesanannya diantar Mijoo hanya duduk terdiam tanpa melakukan apapun, hanya sesekali menengok kearah jendela yang jaraknya hanya beberapa langkah dari mejanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menunggu pesanannya diantar Mijoo hanya duduk terdiam tanpa melakukan apapun, hanya sesekali menengok kearah jendela yang jaraknya hanya beberapa langkah dari mejanya. Namun, kesendiriannya tak bertahan lama karena seseorang tiba-tiba menempati kursi yang ada diseberang mejanya.

Kontan Mijoo menoleh dan matanya mengerjap secara cepat begitu mengetahui bahwa yang duduk didepannya kali ini adalah pria yang mendatanginya beberapa hari yang lalu. Ya, Mijoo masih mengingat dengan baik bagaimana bentuk rupanya.

“Halo, masih ingat denganku?”

Susah payah Mijoo menelan salivanya, pria yang kini membuka konversasi dengannya itu entah bagaimana membuatnya sedikit takut.

Minho menatap Mijoo lurus. Mengamati setiap gerak dan gerik wanita yang sudah mulai merasa tak nyaman itu.
“Ada beberapa hal yang harus kukatakan padamu.”, suaranya menginterupsi. Tenang dan berat.

Masih bertahan dengan kebungkamannya, wanita itu memberanikan diri untuk bersitatap dengan Minho secara langsung.

“Aku tidak begitu paham apa hubunganmu dengan Sehun dulu dan yaaa aku tidak mau peduli tentang masa lalu. Yang perlu kujelaskan disini tidak kurangnya sama seperti malam itu, jauhi Sehun! Kau tau? Malam itu mereka harus kehilangan bayinya. Andai saja Sehun tak mengantarmu pulang dan lebih cepat sampai rumah mungkin hal menyedihkan itu tak akan pernah terjadi. Hebat sekali kau ini, sekali muncul bisa menciptakan kekacauan seperti ini!”

Sederet kalimat bersifat menyudutkan itu mau tak mau ditelan bulat-bulat oleh telinga Mijoo. Pandangan Minho tentang dirinya akan selalu begitu, buruk. Padahal ia tidak sehina itu. Malam itu memang cukup membuatnya bingung dan frustasi, tidak ada yang bisa menolong dan entah bagaimana bisa kedua tungkai jenjangnya mengantarnya sampai kembali berjumpa dengan sosok pria yang dulu ia suka, Sehun.

𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang