Halaman 25

1.7K 242 36
                                    

Pukul dua belas kurang lima menit.

Pria itu masih terjaga, bahkan sepertinya kelopak matanya sangat sulit untuk dipejamkan. Sedang isteri disampingnya sudah menyelami alam mimpi dengan damainya.

Kalimat milik Irene beberapa jam yang lalu mau tak mau mengusiknya hingga rasanya ia jadi kesulitan untuk mendapatkan rasa kantuk. Mungkin memang benar ia tidak sadar jika yang Irene katakan tadiㅡpasal rasa takut teramat besarㅡterjadi padanya atau benar-benar ia alami.

Takut.

Perasaan yang mendominasi kala orang terkasih tak ada sisinya. Ia ingat mula-mula rasa takut itu muncul kala kepergian sang mendiang Ibu. Satu-satunya orang tersayang yang ia miliki ketika itu. Kini, berlaku pada isterinya sendiri. Sehun tidak mengerti bagaimana bisa ia memiliki phobia semacam itu. Semuanya ia alami begitu saja.

Sejenak Sehun memejamkan matanya rapat. Membiarkan gelap menguasai. Jika rasa takut berlebihan ini tetap mengendalikannya maka hal buruk yang akan banyak terjadi nantinya. Ia juga kadang merasa lelah ketika tiba-tiba merasa takut tanpa sebuah alasan yang jelas. Hanya karena Irene tak dapat ia temukan. Padahal bisa saja Irene sedang pergi karena ada keperluan. Hal tidak wajar seperti ini harus dihentikan.

“Sehun...”

Suara lenguhan memaksa perhatian Sehun untuk berpindah. Isteri cantiknya perlahan mulai terjaga, walaupun masih dengan kelopak mata yang terlihat lengket tak mau terbuka.

“Hun, kenapa belum tidur?” Irene mengucek matanya sejenak. Merubah posisinya menjadi miring lantas memeluk lengan besar suaminya.

Senyum tipis terbit dari wajah tampan Sehun. Sebuah kecupan ia daratkan pada pucuk kepala Irene.
“Kenapa terbangun, hmm?” tanyanya tak menjawab pertanyaan yang Irene lontarkan.

Tidak ada jawaban. Irene dengan mata sipit khas orang mengantuk memperhatikan baik-baik Sehun yang kini juga tengah menatapnya. Irene naikkan sedikit posisinya lantas mengecup pipi Sehun sekilas.
“Jangan terlalu dipikirkan. Kita akan lalui ini semua sama-sama. Aku akan membantumu untuk lepas dari rasa takutmu itu,” ujarnya lembut.

“Maaf karena sudah banyak merepotkanmu,” vokal Sehun tiba-tiba.

Yang mengundang Irene untuk melebarkan dua netranya. Rasa kantuknya lenyap entah kemana.
“Apa yang kau katakan, Hun? Kau suamiku, sudah sewajarnya kau merepotkanku begitupun sebaliknya. Akupun juga sering membuatmu cemas. Tolong jangan bicara seperti itu lagi, ya? Aku tidak suka,” balasnya menatap tepat pada manik sehitam arang milik Sehun.

Sehun hanya mulai mencemaskan Irene yang bisa saja mulai sebal karena phobia yang ia miliki. Tidak jarang Sehun melarang Irene untuk melakukan ini-itu, pergi kesana-kemari dan bertemu dengan beberapa orang hanya karena rasa takut itu yang mendadak muncul dan berhasil menduduki atas dirinya. Sehun tidak ingin dicap menjadi suami yang menyebalkan dan tidak pengertian.

“Kau pasti bisa melawannya. Aku ada disini, aku akan membantumu,” kata Irene lantas menyunggingkan senyum madunya.

Manik yang Sehun tatap detik ini seperti menghipnotis, menurutnya. Sehun seperti tengah diberikan sebuah kepercayaan besar, percaya bahwa suatu hari nanti ia dapat terlepas dari rasa takut berlebihan yang membelenggunya saat ini. Irene sangat percaya bahwa Sehun bisa melakukannya.

“Kita coba pelan-pelan, ya?” Irene menaikkan dua alisnya. Mencoba mentransfer semangat untuk sang suami.

Yang diangguki oleh Sehun. Sudah pria itu putuskan bahwa ia harus bisa sembuh dari phobianya. Harus!

 Harus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙏𝙝𝙖𝙣𝙩𝙤𝙥𝙝𝙤𝙗𝙞𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang