7. Frittata

4.2K 493 3
                                    

"People go but how they left always stay."

-rupi kaur-

.

.

.

"Hai! Ini Niken, aku sedang sibuk sekarang jadi silahkan tinggalkan pesan."

Suara beep terdengar dari ponsel di nakasnya. Selain suara itu, keadaan di sekitarnya terlalu hening. Yang terdengar hanyalah suara jarum jam dinding yang berputar di dalam ruangan gelap itu. Bahkan suara napas dari gadis yang ada di dalam ruangan itu tidak terdengar karena suaranya sangat pelan. Tapi gadis itu sedang duduk di atas ranjangnya dan berselimut tebal. Tubuhnya menggigil sejak dia bangun dan rasanya dia tidak bisa bergerak. Kedinginan itu sama sekali bukan karena suhu ruangannya.

"Niken, kamu sibuk hari ini?" Suara Leon terdengar di kotak suara ponselnya. "Kamu tidak bilang jadwalmu untuk hari ini. Semalam kamu terdengar kurang sehat. Telepon aku jika kamu menerima pesan ini, mungkin kita bisa makan siang bersama jika kamu sempat."

Beep

"Niken!" Suara cempreng dengan nada kesal milik Krystal, teman satu profesi MUA-nya terdengar. "Kenapa kamu mengambil libur hari ini? Banyak sekali klienmu yang akhirnya berpindah padaku, aku super sibuk sekali! Kamu harus mengajakku makan untuk ini!"

Beep

"Kak, aku dan Nicole akan pergi ke tempat biasa," ucap suara yang Niken kenali adalah milik adik laki-lakinya, Nathaniel. "Aku menculik Nicole dari Mama. Kalau kakak mau datang, kami berencana datang jam sepuluh pagi."

Beep

Itulah isi kotak suaranya sejak tadi pagi. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Tidak seperti biasanya, Niken masih duduk di atas ranjang. Karena memang hari itu bukanlah hari biasa. Tanggal di hari itu adalah pengingat kesedihan Niken di masa lampau. Satu-satunya hari dimana dia memperkenankan dirinya merasa lemah dan hancur dalam satu tahun. Karena memang tanggal itu adalah hari tersedih yang pernah dia alami. Enam tahun lalu di tanggal yang sama, bisa dibilang dia kehilangan segalanya.

Mata Niken terasa kering. Kesedihan yang dia rasakan bahkan sampai membuatnya kehilangan kemampuan untuk menangis. Karena kesedihan itu begitu besar, hingga memori soal tangisannya enam tahun lalu masih terngiang dengan jelas. Hari itu, Niken menangis hingga dia kehilangan suara esok harinya. Dia bahkan menolak untuk keluar kamar selama tiga hari. Jika bukan karena Nathaniel, adiknya, yang mendobrak pintu kamarnya, Niken bahkan tidak yakin dia masih bisa melihat langit. Tapi Niken sudah berjanji dia tidak akan kembali ke tempat yang sama. Dia berjanji pada dirinya bahwa dia tidak akan mengulangi tindakan cerobohnya lagi di masa lalu.

Karena itu dia membatasi dirinya. Dia hanya akan mengenang masa-masa itu hari ini. Hari dimana dia mengunci diri dari semua yang terjadi dalam dunianya. Gadis itu kembali memejamkan matanya dan memeluk lututnya di dalam selimut. Kegelapan menelannya pelan-pelan dan rasanya sesak sekali. Dia ingin menangis tapi hal yang ditunggu-tunggu tidak terjadi. Mungkin matanya lelah menangisi hal yang sama bertahun-tahun. Tapi hatinya menolak untuk melupakan memori hari itu.

Drrt.. Drrt..

Getaran ponselnya di nakas membuat gadis itu menoleh. Matanya menangkap nama Leon di dalam layar ponsel yang sedang menyala itu. Sejak pagi, Leon tidak berhenti meneleponnya. Mungkin laki-laki itu menganggapnya aneh karena tidak biasanya dia belum mengabari Leon jam sebelas. Biasanya, Niken sudah membalas pesannya jam delapan pagi, tepat sesudah Niken menyelesaikan kebiasaan paginya dan bersiap berangkat untuk melewati harinya. Niken menggigit bibir ketika getaran itu tidak kunjung berhenti.

Affogato (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang