"Be careful, every salt looks like sugar."
-Anonymous-
.
.
.
Leon merasa lega karena dia bisa memperbaiki kencan pertamanya.
Saat ini dirinya tengah bersandar di sofa bed maroon milik Niken. Gadis itu sendiri sedang terlelap di atas dadanya setelah tadi selesai menghubungi adiknya. Awalnya Niken tidak terlihat mengantuk dan sibuk menghabiskan makanannya. Tapi begitu perutnya kenyang, dia sibuk menonton televisi sambil bersandar di atas pundak Leon. Ketika sadar gadis itu terlelap, Leon langsung meraih selimut rajut warna-warni yang tersampir di lengan sofa untuk menghangatkan Niken. Gadis itu menggumam pelan sebelum kembali terlelap dengan balutan selimut di atas dadanya. Tangan Leon sejak tadi hanya mengusap kepala Niken pelan, berusaha tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang akan membangunkan gadis itu.
Ini adalah hasil dari Niken yang tidak bisa tidur semalaman dan bangun terlalu pagi. Sepertinya tubuh gadis itu baru merasakan lelahnya sekarang. Leon menguap pelan dan sadar dirinya juga merasakan hal yang sama. Matanya menatap televisi yang menyetel acara komedi sejak satu jam yang lalu. Leon teringat wajah pucat Niken ketika dia menangkap sosok adiknya muncul di televisi. Dia tidak pernah melihat wajah takut Niken seperti tadi. Saat itu Leon sadar, kalau apa yang Niken rasakan mungkin sebuah bentuk trauma. Gadis itu bahkan mengakui bahwa dia pernah mengalami trauma yang berhubungan dengan dirinya muncul di acara talkshow di televisi.
Leon salah mengira bahwa Niken sejak dulu tidak ingin mengembangkan bakatnya. Dia tidak pernah tahu bahwa Niken dulu sempat tampil di acara televisi. Leon menduga kalau dulu Niken juga sempat menginjak dunia tarik suara. Tapi ada sesuatu yang membuatnya berhenti dan semua itu berkaitan dengan traumanya. Leon merapatkan bibirnya dan memijat pelipisnya pelan. Kepalanya terasa terlalu pusing dan lelah untuk memikirkan hal-hal berat yang tidak dia ketahui kebenarannya. Dia akan menanyakannya pada Niken nanti.
Ironis, batinnya berbisik pelan. Leon berharap pacarnya akan membuka diri dengannya sementara Leon sendiri tidak pernah benar-benar membuka dirinya dengan Niken.
Pemikiran tentang bagaimana Leon harus membuka diri pada Niken terasa memberatkan kepalanya. Kedua matanya terpejam karena rasa lelah yang tiba-tiba datang. Dia sendiri bahkan tidak sadar kapan dia mulai terlelap. Sebelah tangannya masih melingkar di punggung Niken. Untuk sesaat, Leon melupakan semua pikirannya di dalam gelap itu.
"Papa."
Kedua mata Leon terbuka tiba-tiba ketika mendengar suara lirih itu. Entah berapa lama dia tertidur barusan sampai dia mendengar suara Niken yang ternyata masih terlelap. Matanya menatap ke arah jendela apartemen dan melihat kalau langit sudah sangat gelap. Dia sudah tertidur cukup lama. Perhatiannya kembali terarah pada Niken yang bergerak gelisah di dalam tidurnya. Mulutnya terus menggumamkan kata yang sama. Seperti dia sedang bermimpi buruk dan sangat ingin bangun dari tidurnya.
Apa dia bermimpi buruk soal ayahnya? Leon mengusap punggung Niken naik turun. Tapi lirihan gadis itu perlahan berubah menjadi isakan. Leon mulai merasa dia harus membangunkan gadis itu. Tangan Leon menyentuh satu sisi pipi Niken. "Kenny," bisiknya pelan. Gadis itu masih terisak pelan dengan mata terpejam. "Bangun, Kenny," desak Leon pelan.
Beberapa saat kemudian kedua mata almond Niken terbuka. Mata itu terlihat berkaca-kaca karena tangisan yang tertahan. "Eh," Niken langsung bangun dari pundak Leon. "Aku ketiduran ya?" Tanyanya sambil menghapus jejak air matanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affogato (FIN)
Roman d'amour(Seri Kedua dari Coffee Series) "Banyak orang bilang mencintai itu mudah. Tapi perihal bertahan, itu adalah sebuah pilihan." -Niken Carabella Widjaya #3 dalam kategori #kopi (27/06/20) #9 dalam kategori #ceritacinta (27/06/20)