1. Fatamorgana

9.2K 689 10
                                    

"Forgiving and forgetting are two different things."

-Anonymous-

.

.

.

"This is great!"

Gadis itu tersenyum dengan wajah berseri ketika mendengar kepuasan kliennya. Mata kliennya berbinar di cermin sambil mengerjap. Dia berbalik menatap gadis itu dan tersenyum lebar. Ini adalah reaksi yang pada umumnya terjadi ketika gadis itu selesai melakukan pekerjaannya. Padahal dia selalu menganggap hasil kerjanya tidak sebaik itu. Tapi dia tetap senang mendengar pujian yang masuk ke telinganya. Siapa yang tidak suka dengan pujian atas hasil kerja keras sendiri?

"Syukur deh kalo lo suka, Nad," balas sang make-up artist sambil tertawa pelan. Dia mengecek jam dinding di ruangan itu. "Waktunya udah ga banyak, lo harus segera ke ballroom sekarang. Kevin pasti udah nungguin lo."

Nadya, kliennya hari ini sekaligus temannya itu mengangguk dengan semangat. Matanya menatap penata riasnya itu dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya sedikit bergetar. "Akhirnya, Ni. Akhirnya hari ini gue nikah sama Kevin."

Niken, penata rias sekaligus temannya itu tersenyum samar. Dia menepuk pundak Nadya satu kali. "Selamat, sekali lagi," matanya menatap ke arah pintu ruangan itu. "Udah siap sekarang?"

Nadya mengangguk semangat dan langsung berdiri dari kursinya. Dia memakai sepasang sepatunya dan berjalan keluar dari ruangan. Niken menatap pintu tertutup itu sebentar sebelum dia bergegas merapikan peralatan dan produk make-upnya. Perannya hari ini sudah selesai. Selebihnya dia akan pulang, berendam di dalam bubble bath sambil menonton drama sampai kulitnya keriput setelah itu dia akan tidur. Dengan intensi ingin berendam lebih lama di dalam bak mandinya, Niken membereskan barangnya lebih cepat.

Tok. Tok.

Niken bahkan tidak mendengar kapan pintu ruangan hotel itu terbuka.

Tapi saat ini di depannya ada sosok seorang laki-laki sedang bersandar di bingkai pintu kamar hotel yang terbuka. Laki-laki itu terlihat terlalu malas untuk menata rambutnya dengan benar atau memang karena dia terburu-buru datang. Tapi penampilannya tidak buruk, berhubung dia masih mengenakan kemeja abu-abu gelap dan celana bahan. Lengan kemejanya dia gulung sebatas lengan untuk kesan casual, dipadukan dengan jam tangan Rolex hitam yang terpasang di pergelangan tangannya.

Niken sedikit tidak suka dengan Rolex yang laki-laki itu gunakan karena jam itu tampak sudah tua. Tapi laki-laki itu mengatakan kalau itu adalah benda yang diberikan ayahnya. Niken berhenti protes ketika dia sadar kalau benda itu punya sentimental value. Tapi bukan berarti Niken harus menyukainya 'kan? Untung saja semua penampilan itu ditambah dengan wajah yang cukup tampan, setidaknya itu membuatnya bisa ditatap.

Baiklah, dia berbohong.

Dia bukan cukup tampan, tapi bisa dibilang wajah laki-laki itu bisa membuatnya masuk ke sampul majalah. Ditambah dengan tubuhnya yang memang terlihat cukup bidang karena dia selalu rutin workout. Dan semua itu ditambah dengan senyuman tanpa lesung pipi tapi membuat matanya melengkung seperti bulan sabit? Unbelievable. Niken sampai saat ini masih bingung kenapa dia tidak mau mendaftar ke agensi model padahal dia punya wajah dan tubuh yang pantas dipuja sejuta umat.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, rasanya Niken tidak ingin dia dipuja sejuta umat.

Cukup Niken saja yang tahu namanya dan memujanya dalam diam.

Affogato (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang