"Imagine meeting someone who wanted to learn your past not to punish you, but to understand how you needed to be loved."
-Anonymous-
.
.
.
"Mitchell."
Suara berat itu menyapanya seperti hantaman batu di wajah Leon. Pria itu terlihat dingin dan angkuh seperti biasanya. Semakin hari Leon semakin meragukan dirinya yang berhubungan darah dengan pria itu. Karena mereka sama sekali tidak terlihat sama. Leon bahkan takut memikirkan bahwa dalam darahnya mengalir kemiripan dengan pria itu. Setelah mengetahui semua hal di balik punggung laki-laki itu, Leon menemukan dirinya bahkan sulit bertatapan langsung dengan pria itu.
"Papa," gumam Leon pelan.
"Kamu terlihat sehat," ucap pria itu lagi kemudian menoleh ke arah Niken. "Dan akhirnya kamu membawa seorang gadis lagi. Apa kali ini dia pacarmu atau hanya teman seperti gadis setahun lalu itu?"
Leon merasakan ketegangan di tubuh Niken. Tangan Leon meremas tangan Niken pelan. "Dia pacarku, namanya Niken," Leon menoleh ke arah Niken yang sedang mempertahankan senyumnya. "Niken, ini ayahku, Joseph Aditama."
"Senang bertemu dengan Anda," balas Niken sopan sambil menunduk.
Joseph terdiam sebentar kemudian tersenyum tipis. "Aku senang akhirnya Mitchell membawa seorang pacar ke pesta ini. Sejak ibunya meninggal, dia bilang dia tidak ingin terlibat dengan hubungan romantis dengan seorang gadis sampai kapanpun," dia menatap Leon lagi. "Syukurlah gadis ini berhasil mengubah jalan pikiranmu."
"Aku akan merasa lebih lega jika papa tidak membahas mama hari ini," balas Leon dengan nada dingin. "Dia sudah tenang di alam yang berbeda. Papa tidak perlu menyebutnya untuk mengganggu ketenangan jiwanya."
"Aku mengerti," Joseph mendorong kursi roda nenek Leon. "Kalau begitu, kami permisi dulu untuk menyapa beberapa tamu lain."
Leon merapatkan giginya, berusaha mengendalikan rasa marah yang selalu tersulut setiap kali dia berhadapan dengan ayahnya. Pandangannya kemudian beralih pada sosok Niken yang masih terlihat biasa saja. Gadis itu bahkan tidak bereaksi ketika ayahnya berusaha memprovokasi emosinya. Dia menoleh pada Leon kemudian tersenyum tipis. Senyumnya masih sama seperti senyumnya sebelum masuk ke dalam ruangan itu.
"Aku lapar," gumam gadis itu sambil mengelus perutnya dengan sebelah tangannya yang bebas. Matanya mengitari tempat itu. "Jadi, makanan apa yang ingin kamu rekomendasikan padaku?"
Leon menemukan dirinya ikut tersenyum. Dia langsung membimbing Niken menuju meja penuh makanan. Niken tanpa basa-basi langsung mengambil porsi untuknya sendiri dan mulai makan. Dia bahkan tidak mempedulikan tatapan sebagian besar tamu undangan pada mereka berdua. Leon merasa sangat iri pada Niken karena dia bisa setenang ini. Dia bahkan makan dengan lahap seperti biasanya.
"Mitchie!"
Kepala Leon menoleh ke sumber suara. Seorang perempuan bergaun merah darah berjalan ke arahnya dengan membawa gelas wine di tangan kanannya. Seluruh perhatian tamu undangan berpindah ke arahnya saat dia lewat. Dia terlihat sangat elegan dan cantik. Matanya bersinar ketika dia tiba di depan Leon dan Niken. Leon mengerjap ketika perempuan itu meletakkan gelasnya di tepi meja. Kedua tangannya langsung mencubit pipi Leon saat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Affogato (FIN)
Romance(Seri Kedua dari Coffee Series) "Banyak orang bilang mencintai itu mudah. Tapi perihal bertahan, itu adalah sebuah pilihan." -Niken Carabella Widjaya #3 dalam kategori #kopi (27/06/20) #9 dalam kategori #ceritacinta (27/06/20)