4. White Knight Syndrome

4.8K 543 11
                                    

"Some days, we have that one time where we don't know what to feel."

-Anonymous-

.

.

.

Leon melamun.

Dia jarang sekali melamun. Anggapannya, melamun bukanlah tindakan yang produktif. Biasanya dia lebih memilih untuk duduk di meja kerjanya untuk membaca laporan keuangan atau mengusulkan ide baru untuk toko atau kedainya. Tapi saat ini dia sedang berdiri di dalam Java Hut sambil melamun. Isi kepalanya juga bukan tentang pekerjaan. Beberapa hari ini kepalanya sedang tidak fokus untuk bekerja walaupun dia sudah berusaha untuk mengalihkannya. Ternyata masalah di kepalanya tetap tidak mau pergi.

Ini semua karena kalimat melantur yang diucapkan Niken secara tidak sengaja di mobilnya beberapa hari lalu.

Gadis itu bahkan tidak ingat dia mengatakannya. Leon tahu karena saat mobilnya tiba di depan apartemen gadis itu, Niken bangun dan bersikap normal. Dia berpamitan pada Leon sebelum masuk ke dalam dan tersenyum seperti biasa. Walaupun hanya diucapkan setengah sadar, Leon tetap saja mendengarnya. Kalimat itu tetap terngiang di kepala Leon karena sejak awal dia memang tidak pernah memikirkannya terlalu dalam. Dia bahkan tidak pernah berpikir kemungkinan kalau Niken memiliki perasaan untuknya.

Sejak hari itu, Leon bahkan tidak bisa membalas pesan Niken.

Jarinya kembali membuka pesan terakhir dari Niken semalam dan tiga hari belakangan.

Niken : kalau kamu ada niat membuat variasi baru untuk kuemu, aku mau mencobanya dengan senang hati

Niken : kamu sibuk? Hanya ingin mengabarkan aku ada jadwal photoshoot untuk Bon-Bon hari ini.

Niken : photoshoot baru selesai. Kamu masih sibuk? Bagaimana kalau kita makan siang bersama?

Niken : Leon? Kamu sudah tidur?

Niken : hei, kamu sakit? Kamu tidak mengangkat teleponku semalam.

Leon bingung dia harus mengatakan apa pada gadis itu. Yang jelas, dia butuh waktu untuk menyusun kata-kata yang ingin dia ucapkan. Dia takut Niken akan membahasnya lagi karena dia teringat dengan ucapannya malam itu. Karena pada dasarnya, Leon tidak pernah berpikir soal perasaannya untuk Niken. Dia nyaman dengan hubungannya dengan Niken. Leon senang dia bisa membantu gadis itu untuk terus berusaha bekerja lebih giat lagi untuk mengejar keinginannya.

Tapi untuk perasaan suka atau cinta?

Leon sama sekali tidak pernah memikirkannya.

Jari Leon berusaha mengetik balasannya tapi dia menghapusnya lagi. Apa seharusnya dia mengabari Niken dan mengatakan kalau dia memang sedang sibuk? Dia tidak ingin gadis itu khawatir. Di tengah dilemma itu, mendadak ponselnya bergetar. Roman meneleponnya. Leon langsung mengangkatnya. "Ada apa, Roman?"

"Bisakah Bapak datang ke kantor sekarang?" Tanya Roman yang terdengar panik. "Ada sesuatu yang mendesak."

"Ada apa?" Tanya Leon kaget. Lamunannya soal Niken terbang begitu saja ke udara.

"Aku tidak bisa menjelaskannya lewat telepon," balas Roman masih dengan kepanikan di suaranya. "Bapak harus datang sendiri ke kantor untuk melihatnya."

Affogato (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang