When you make a commitment, you build hope.
When you keep it, you build trust.-Anonymous-
.
.
.
Niken merasa Leon sangat aneh sore itu.
Setelah mereka kembali dari toko furniture, Leon sangat diam. Bisa dibilang terlalu diam. Bahkan tingkahnya juga sangat aneh. Dia tidak melepas pegangannya di tangan Niken ketika mereka berjalan maupun di dalam mobil. Hingga sekarang, dia meletakkan sebelah lengannya di pundak Niken. Matanya sibuk menatap tirai warna abu-abu yang kini sudah terpasang di jendela besar ruang tamu yang masih kosong. Mereka langsung memasangnya ketika mereka tiba di rumah. Selain itu, Leon juga menurunkan beberapa perabotan kecil yang mereka beli hari itu.
Bibir laki-laki itu tersenyum puas, masih dengan sebelah lengan di pundaknya. "Ini terlihat keren sekali, tidak berkesan feminin tapi terlihat modern," gumamnya puas sambil menatap tirai yang sudah terpasang.
"Warna abu-abu belakangan ini memang sedang populer," Niken akhirnya bersuara. "Lagipula warnanya tidak cepat kotor jika terkena debu, makanya aku memilih warna ini."
"Sudah kubilang, seleramu memang bagus," Leon menepuk pundak Niken pelan.
Niken tidak tahu bagaimana cara menjawab pujian itu. "Ngomong-ngomong, aku tidak pernah tahu kamu suka warna apa," gumam Niken pelan, memilih mengganti topik pembicaraan.
"Biru, hitam, abu-abu, coklat," Leon berpikir sebentar. "Aku juga suka merah dan putih."
"Bagaimana dengan hijau dan kuning?"
"Lumayan."
Niken mendengus kesal. "Jadi intinya kamu suka semua warna?"
"Terutama biru tua," Leon mengerling. "Kenapa? Kamu sedang mencari ide untuk hadiah ulang tahunku tahun ini?"
Niken merapatkan bibirnya. Nyatanya dia memang belum terpikir akan memberikan Leon apa sebagai hadiah ulang tahun. Gawatnya, ulang tahun Leon dua minggu lagi. Tahun lalu Niken membelikannya jam tangan baru tapi Leon tidak pernah memakainya. Dia lebih memilih memakai jam tangan pemberian ayahnya yang sudah butut dan tua itu. Tapi Niken tahu Leon menyimpannya. Hanya saja, Niken benar-benar ingin memberikan Leon sesuatu yang berguna untuknya. Atau setidaknya, membuat Leon benar-benar senang melihat hadiahnya.
"A-aku sudah punya beberapa ide untuk hadiahmu tahun ini kok," ucap Niken berbohong.
"Oh gitu?" Leon mengangguk. "Yang pasti bukan jam tangan seperti tahun lalu 'kan? Aku belum sempat memakainya. Masih rapi di dalam kotak di laci kamarku."
Sudah Niken duga. "Bukan kok," ucapnya sambil memaksakan senyum. Niken tidak tahu apa yang harus dia berikan untuk Leon tahun ini. Dia tidak punya ide sama sekali. Karena Leon memang tidak punya hobi dan sangat mencintai pekerjaannya. Satu hal lain yang disukai Leon adalah kopi. Tapi Niken tidak mungkin membelikan mesin pembuat kopi karena bisnis Leon justru menjual mesin kopi. Dia benar-benar kehabisan ide. Apa sebaiknya dia membelikan Leon dompet dari designer ternama? Pasti harganya cukup mahal.
"Jangan yang mahal-mahal," Leon berucap tiba-tiba. Sepertinya dia bisa membaca isi pikiran Niken. "Aku tidak begitu menyukai barang mahal."
"Mobilmu mahal," balas Niken sengit. Nyatanya Leon memang membeli mobil yang menurutnya tergolong mahal dan cukup mewah.
"Karena aku suka model dan merknya, selain itu, aku nyaris tidak pernah membeli barang mahal lain," Leon tersenyum sambil menatap isi rumahnya. "Kecuali rumah ini. Aku merasa harganya sangat cocok dengan isinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Affogato (FIN)
Romance(Seri Kedua dari Coffee Series) "Banyak orang bilang mencintai itu mudah. Tapi perihal bertahan, itu adalah sebuah pilihan." -Niken Carabella Widjaya #3 dalam kategori #kopi (27/06/20) #9 dalam kategori #ceritacinta (27/06/20)