Takdir itu... lucu.
Kenapa aku bilang demikian? Karena memang begitu faktanya. Kami yang berbeda, dipertemukan dan dipisahkan seolah kami tak memiliki perasaan.
Perasaan kami tulus namun mengapa takdir dengan kejamnya berlaku demikian? Sungguh, jika...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yerim mengamati dengan teliti setiap sudut tempat yang ia pijak. Mobil yang membawanya pulang sudah pergi. Hanya tinggal ia seorang diri dengan dua koper besar.
"Masih sama," gumam Yerim lalu melepaskan kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di batang hidungnya. Ia lalu memasukkan kacamata itu kedalam tas dan berniat membawa dua kopernya masuk ke dalam pekarangan rumah besar.
Rumah besar yang terlihat seperti bangunan kuno sama seperti hal kesukaan Yerim. Terlihat megah namun juga mengeluarkan aura yang cukup membuat orang biasa merinding. Gerbang dibuka dan dua orang wanita datang menyambut Yerim.
"Selamat datang kembali nona," ucap kedua wanita itu yang tak lain adalah pelayan di rumah besar itu. Yerim mengangguk. Ia membiarkan kedua wanita itu membawakan kopernya ke dalam rumah.
Yerim berjalan perlahan diikuti oleh dua wanita yang enggan untuk mendahuluinya. Yerim berjalan sembari meneliti tiap inchi dari bangunan yang ada didepannya. Ada rasa kagum, rindu, dan menyesakkan.
"Sepuluh tahun berlalu, apa kau sudah kehilangan kemampuan dasarmu itu nona?" ketus suara berat dari seorang pria. Ia tertawa lalu tersenyum begitu lebar. Berdiri di depan Yerim tepat lalu membungkukkan badan menyapa Kim Yerim. "Selamat datang kembali, Kim Yerim."