Yerim memasuki kamar Kim Haeun. Melihat putrinya yang sedang membereskan peralatan lukis. Memang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, bisa dilihat dari bagaimana sifat-sifat dominan yang dimiliki Haeun adalah perpaduan antara dirinya dan Jungkook. Akan tetapi, khusus untuk yang satu ini, hobi Haeun sedikit berbeda. Jika Jungkook dan Yerim suka barang-barang bersejarah yang memiliki nilai, Haeun lebih menyukai melukis. Seperti Taehyung.
"Mau melukis? Apa perlu mama panggilkan Taehyung?"
Haeun menghentikan kegiatannya sejenak sekedar untuk melihat mamanya yang sudah duduk di tempat tidur Haeun.
"Aku ingin pergi ke kolam belakang, ma. Sendiri."
Yerim mengangguk. "Kau mendatangi dia?"
Haeun mengangguk tanpa ragu. Ia pasti tau jika wanita cantik dihadapannya itu bisa mengetahuia apapun dengan mudah. "Aku hanya ingin melihat keadaannya ma."
"Haeun, mama sudah bilang sebelumnya ka-..."
"Iya, ma. Aku tau. Tapi dia tidak menyerangku, ma. Mama tenang saja. Lagipula, tadi ada nenek Shin."
"Kalian berharga buat mama. Jika dia tak sadar dan mencelakaimu, maka kalian berdua bisa berada dalam bahaya."
"Baiklah, Haeun salah. Tapi, jika mama kesana, jangan lupa kabari Haeun, okey?" Haeun mengangkat kardus yang berisi peralatan lukisnya.
"Kenapa mama harus memberi kabar padamu?" Tanya Yerim yang membuat Haeun menghentikan langkahnya. Gadis itu berhenti tepat di pintu kamar.
"Karena dia bilang, Jika kau kembali kesini nanti, peluklah aku."
Setelah mengatakan hal tersebut, Haeun berlari meninggalan Yerim. Ia masih merasa bahagia dan malu-malu. Mengatakan hal tersebut pada Yerim membutuhkan keberanian lebih. Bahagia? Tentu saja.
Yerim hanya bisa memandangi kepergian putrinya dengan perasaan lega. Sedikit demi sedikit, keduanya bisa dekat. Memang awalnya terasa canggung, tapi beberapa kemudian rasa canggung itu terkikis dengan sendirinya.
Taehyung mengetuk pintu kamar Kim Haeun, dan hal tersebut membuat Yerim terkejut. Ia tak tau jika pria berwajah tampan itu sudah berdiri tegak di depan pintu yang masih terbuka. Wajahnya terlihat serius.
"Apa ada hal yang ingin disampaikan?" Tanya Yerim tanpa basa-basi.
"Sebaiknya kita berkumpul. Minum bersama sambil menikmati matahari yang sebentar lagi terbenam."
Yerim mengangguk. Ia berjalan keluar dari kamar Haeun dan melewati TAehyung, membiarkan pria itu menutup pintu kamar putrinya. Ajakan minum bersama, bukanlah hanya minum semata. Yerim sangat memahami itu.
*COLD BLOOD*
"Jeon Somi. Gadis kota yang sebenarnya bukan manusia lagi. Kau sengaja diubah di kota agar aromamu tidak bercampur dengan aroma khas klan Jeon. Begitu, bukan?"
Somi terdiam ketika pertanyaan tersebut dilemparkan dari mulut merah cantik itu padanya. Ia enggan menjawab karena memang ia tak perlu menjawabnya. Ia tak akan membuat anggota klannya kesulitan jika ia membuka mulut meski hanya satu kata.
"Well, kau memilih diam. Aku sangat menghargai tindakan yang kau ambil. Tapi, kau perlu tau, setiap tindakan akan ada konsekuensi. Kau memilih diam, akupun akan memilih mencari jalan lain agar kau berbicara," kata demi kata yang keluar dari mulut wanita cantik itu tetap saja membuat Somi tak ingin membuka mulut. Gadis itu memilih memalingkan wajahnya. Ia tak boleh menatap wanita dihadapannya secara langsung.
"Baiklah. Tetaplah diam dan rasakan besi panas ini menembus tubuhmu."
"Hwang Miyoung," panggil Somi membuat wanita itu gagal beranjak dari tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Blood √
FanfictionTakdir itu... lucu. Kenapa aku bilang demikian? Karena memang begitu faktanya. Kami yang berbeda, dipertemukan dan dipisahkan seolah kami tak memiliki perasaan. Perasaan kami tulus namun mengapa takdir dengan kejamnya berlaku demikian? Sungguh, jika...