"Roa?" panggil Yerim setelah meletakkan secangkir kopi di sebuah meja tamu. Ia baru saja selesai memasak dan membuat secangkir kopi. Untuk ia nikmati aromanya karena Roa tentu saja enggan untuk memakan makanan manusia.
Gadis yang baru dikenal Yerim itu memberikan lirikan misterius. Ia tersenyum menampilkan giginya yang sedikit kemerahan, terutama di sela-sela gigi terlihat sangat merah. Tentu saja itu bekas dari cairan yang baru saja ia masukkan ke dalam mulut.
"Apa kau selalu haus darah? Aku sudah melihat kau menghabiskan tiga kantong."
Roa menggelengkan kepala. "Aku hanya ingin saja. Aku bisa menghabiskan lima sampai tujuh kantong sekali minum. Tapi, aku juga bisa berpuasa sangaaatttt lama," ujar Roa menggebu-gebu. Ia kembali fokus pada Yerim. Tersenyum sampai gigi lancipnya mengintip. "Kakak siapa dan boleh aku tau darimana kakak menjadi seperti ini?"
Yerim mendecih. "Konsisten sekali ingin tau siapa aku, huh?" wanita itu segera merebahkan diri di sofa panjang yang ada disana. Tangannya memeluk bantal sofa yang berbulu lembut dan aroma wangi. Bantal baru. "Aku dari klan Kim dan namaku Yerim."
"Wahh... enak sekali punya keluarga dari kalangan yang sama," ujar Roa dengan ekspresi wajah memelasnya.
"Memangnya kau tak punya? Kenapa kau bisa berkeliaran tanpa embel-embel asal klanmu darimana? Bagaimana kalau ada vampire jahat yang ingin mencelakaimu? Kau tak bisa mengatakan pada orang-orang kalau kau tak memiliki klan."
Roa bangkit dari rebahannya. Ia duduk lalu mencomot sebuah chips cokelat yang Yerim letakkan berdampingan dengan secangkir kopi. Ia menggigit chips itu lalu mengunyah dengan ekspresi yang konyol. "Dulu camilan seperti ini favoritku. Sekarang, lidahku tak bisa menganggap ini enak," gerutu Roa lalu kembali menyedot minumannya dari sebuah kantong.
"Siapa yang mengubahmu?"
Roa menoleh pada Yerim lalu tertawa. "Vampire."
Bugh
Yerim melemparkan bantal yang ia peluk pada Roa membuat gadis itu semakin terkikik puas.
"Kembali ke duniamu sana. Jangan bermain di apartementku!" kesal Yerim.
"Slow, kak... tenang... Aku bercanda," Roa kembali berbaring setelah memastikan kantong minumannya itu benar-benar habis, bersih. "Aku diubah setelah aku diperkosa. Aku pulang sekolah dan aku diseret beberapa preman kampung, sh*t," umpat Roa menjeda penjelasannya. Ia masih kesal karena gerombolan preman itu telah mengambil harta berharganya. Harta berharga bagi setiap gadis.
"Jadi kau..."
Roa mengangguk. Ia terlihat santai dan tak sedih sama sekali, hanya saja terlihat kesal. "I'm not virgin anymore."
"Oh, maaf. Aku turut bersimpati dan menyesal membuatmu mengingat kejadian itu," ucap Yerim sebagai balasan dari pernyataan Roa.
"Tenang saja kakak cantik. Aku tidak sedih atau tersinggung. Mungkin jika aku masih manusia, aku sudah gila. Tapi aku sudah menjadi vampire. Ya, setelah mereka menggilirku, ada yang menusuk jantungku. Aku ingat sekali rasanya dingin, perih dan sesak. Tentu saja, tanpa pakaian, mereka menusukku dengan pisau. Aku rasa aku sudah mati sampai aku merasa hidup kembali."
"Dia vampire perempuan atau laki-laki?"
"aku tak ingat. Dia hanya bilang aku harus bertahan dan jadi wanita tangguh. Wanita tidak boleh lemah. Aku terbangun dan sudah lengkap. Sudah mengenakan seragamku lagi."
"Tak ada siapapun?"
Roa menggelengkan kepala. "Tak ada. Dan sebagai vampire baru, kakak pasti tau. Haus darah dan tak bisa mengendalikan diri. Ya, itulah aku. Aku menghabisi preman-preman itu. Menghabiskan darah mereka dan aku puas!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Blood √
Fiksyen PeminatTakdir itu... lucu. Kenapa aku bilang demikian? Karena memang begitu faktanya. Kami yang berbeda, dipertemukan dan dipisahkan seolah kami tak memiliki perasaan. Perasaan kami tulus namun mengapa takdir dengan kejamnya berlaku demikian? Sungguh, jika...