40

714 31 9
                                    

"Ya, lo juga harus, dek!"

Kenapa Azka juga?

Masih itu yang di pikirannya. Logikanya menolak tapi hatinya ingin. Duh kegalauan yang hakiki.

"Gak! Gue gak mau. Dia bukan anak gue!"

"Gimana kalo ternyata dia anak lo?"

"Kak!"

Tadinya Azka yang terbelalak. Lalu dia membentak. Membuat Arka tersentak. Apalagi Azka sampai tarik kerah sang kakak.

"Lo gak inget apa yang lo bilang sama mertua lo? Gue denger ya, gue ada di situ waktu itu"

Huh.
Arka lemparkan senyum miringnya. Ya betul. Dia memang bilang pada orang tua Fisca bahwa dia akan bertanggung jawabkan. Tapi,

"Lo pikir gue bego? Mikir! Berapa kali lo berbuat kayak gitu sama dia? Peluang kalo lo bapaknya itu lebih besar daripada gue"

Jika merujuk pada fakta itu. Maka benar apa yang Arka katakan.

Tapi kan, kalau saja Arka tidak ikut bercocok tanam sudah pasti Azka yang memanen. Kalau Arka tidak ikut menanam benih. Sudah pasti Azka akui meski Arka yang Fisca nikahi.

Nah kan. Makanya, jangan berani coba coba deh kalau belom pasti. Jangan suka main main kalau belum jadi.

Tidakkah salah satu di antara mereka merasakan ikatan batin seorang ayah? Kenapa tega sekali tidak mengakui anak kandungnya sendiri?

Hufth
Azka hela nafasnya. Di lepaskan cengkramannya pada kerah Arka.

"Cuma tes DNA."

Ya cuma. Tapi hasilnya tidak mungkin cuma cuma. Gak tahu deh. Pening kepalanya cuma gara gara bocah kecil.

Bruk
Dia banting pintu kantornya. Meninggalkan Arka dengan keyakinan bahwa Afka bukan anaknya. Sebab,

"Lo gak mungkin nolak kalau dia emang bukan anak lo, Dek. Lo cuma takut ngakuin dia anak lo, kan."

***

Sungguh, kepercayaan dalam sebuah hubungan sangatlah penting. Sekali kepercayaan itu di rusak, maka tidak akan bisa itu kembali utuh. Seperti kata Merry Riana : Seperti selembar kertas yang sudah diremas, akan sulit untuk menjadi mulus kembali; demikian pula dengan Kepercayaan.

Tapi, bagaimanapun Kepercayaan itu harus kembali di dapatkan. Dan pertanyaannya sekarang adalah Bagaimana caranya untuk mengembalikan kepercayaan itu?

Seharian penuh Azka kurung dirinya di kantor. Seolah menghukum dirinya sendiri dengan pekerjaan. Dia bahkan lewatkan makan siang.

"Permisi, Pak. Sudah jam 10. Apa masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan"

Azka terkesiap. Bolpoin di lengannya hampir saja terjatuh. Pria itu sedang melamun rupanya. Duh untung Bos. Kalau bukan sih bisa kena SP tuh.

Langsung Azka lirik jam di tangannya. Ya ampun. Ini sudah jauh dari jam pulang.

Zulfan betulan orang paling setia. Oh atau mungkin berdedikasi pada pekerjaan. Padahal jam kerjanya selesai di pukul 5 sore. Atau paling telat juga jam 7 malam deh.

Kalau ada kerjaan numpuk atau deadline ada kemungkinan tuh jam 10 baru beres. Tapi itu sangat jarang. Dan hari ini kerjaannya cuma duduk duduk manis di belakang meja.

"Kamu boleh pulang"

"Pak Azka gak pulang?"

Pulang ya?

Pulang kemana? Ke rumah yang kosong?

Kemana Azka harus pulang disaat tempat ia pulang tidak mau menerimanya?

*** BAMBINO PICCOLO *** S-2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang