sisi lain

47 6 1
                                    

Bagi Wendi saat ini dunia hanya gambaran kelabu suram seperti hatinya. Meski sudah diputuskan Nick sepihak. sakit hatinya tak juga berkurang, malah kian bertambah. Ah, apa yang harus Wendi lakukan?

Terhitung sejak malam di mana dia mengunjungi rumah Nick guna menuntut penjelasan. Dua hari berselang dia masih menutup diri di kamar. Tidak pergi kuliah maupun sekedar mengobrol bersama keluarga. Entahlah yang ingin dilakukan Wendi hanya diam meratapi pupusnya hubungan cinta dengan Nick.

Suatu sore saat Wendi keluar kamar hendak mengisi perut di dapur.

"Aku kira kau tidak butuh makan atau minum," celetuk Melanie yang baru saja pulang sekolah.

Wendi tak peduli, dia membuka kulkas dan mengambil apa saja yang ada di dalam. Dia kelaparan.

"Putus dengan pacar itu hal biasa. Tapi plis, jangan siksa dirimu seperti ini." kini Melanie duduk di kursi makan.

Memperhatikan penampilan kakaknya yang berantakan dan awut-awutan. Mengenaskan sekali.

"Buat dirimu lebih enjoy dan buktikan pada Nick. Kalau kau baik-baik saja meski sudah tak lagi bersama. Kalau kau tetap begini, Nick akan senang."

Mata Wendi menyipit. Semua makanan yang diambilnya dia letakkan di atas meja, setelahnya dia duduk menyantap makanannya. Hatinya hancur dan ucapan Melanie barusan hanya gelitik kecil di telinga.

"Kau tahu Greg, dia tak henti-hentinya mencemaskanmu. Aku rasa kau harus memperhatikan hati seseorang Kak."

Greg, pemuda itu nyaris hilang di pikirannya. Dia benar-benar lupa pada Greg karena terlalu memikirkan Nick yang telah memutuskannya. Apa benar kata Melanie, bahwa dia harus segera bangkit dan menerima putusan ini dengan lapang dada.

Berkabung dalam cinta memang tidak menyenangkan, sebab bisa membuat pikiran buntu dan merana.

"Di mana dia sekarang?" Wendi membuka suara.

Melanie tersenyum. Sejak putus dari Nick baru kali ini Wendi menyahut kalau diajak bicara.

"Membantu Dad di kandang sapi."

Wendi mengernyit. Sepertinya dia sudah ketinggalan banyak momen. Persetan dengan cinta. Gara-garanya pula dia sampai melupakan keluarganya sendiri. Mom, Dad, mereka pasti khawatir padanya.

Baiklah, ini keputusannya. Mulai detik ini Nick sudah mati baginya. Pemuda itu harus segera dia singkirkan jauh-jauh. Wendi harus kembali seperti sedia kala sebelum bertemu Nick.

Sisi lain dari dirinya meminta di bebaskan. Pengalaman putus pada cinta pertama sangat menyakitkan, namun tak seharusnya hal itu membuatnya berduka. Bodoh.

"Apa aku terlihat menyedihkan, Mel?" Wendi memandang Melanie minta pendapat.

Dia merasa matanya selalu sembab dan bengkak, mungkin terlalu sering menangis. Kulit wajahnya juga kering banget.

"Buruk sekali. Hanya gara-gara putus kau memperburuk penampilanmu. Bodoh sekali."

"Ya, aku memang bodoh," gumam Wendi memelas.

Bagaimana bisa dia sebegitu bersedih? Tapi alasan Nick yang tak masuk akal selalu membekas dibenaknya.

"Lupakan dia, buat hatimu bahagia dengan caramu sendiri." Melanie menyarankan.

Sebenarnya dia kasihan melihat Kakaknya begini. Putus cinta memang menyakitkan, tapi kalau kita tidak menyakinkan diri sendiri agar bisa pulih dan bangkit, selamanya kita akan merana.

"Kau mau menemaniku pergi ke kota?"

"Untuk apa?"

Wendi minum jus buahnya lalu berkata. "Aku mau senang-senang."

Ketika Werewolf Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang