peduli

47 4 1
                                    

Wendi tidak tahu harus berkata apa? Lelaki itu teramat tampan juga memesona.

Tapi mengingat dia bukan manusia membuat Wendi merinding. Apa ia bermimpi? Semoga saja memang demikian atau ini pengaruh minuman, jadi yang ia lihat tadi merupakan delusi belaka.

Pertarungan serta suara-suara tadi terdengar nyata, tidak mungkin jika hanya delusi. Kalau tidak delusi, berarti, apa semua ini nyata? Apa lelaki dingin nan tampan ini benar-benar manusia serigala.

"Apa yang kau pikirkan Wendi?" Kata Zeck sambil tertawa kecil.

Ia tahu Wendi sulit mencerna apa yang baru saja dia lihat. Zeck memang sengaja berubah wujud di hadapan Wendi supaya gadis itu tahu jati dirinya. Dan agaknya itu menjadi masalah besar. Wendi tampak ketakutan dan hanya menatapnya nanar.

"Ah, aku lupa, kau pasti tidak pernah menerima bahwa mitos manusia serigala itu memang benar adanya."

Wendi menyipitkan mata, Ia masih membatu.

"Mari ku tunjukkan padamu."

Wendi menatap nanar.

"Kau tidak perlu takut padaku, aku tidak akan melukaimu."

Ada rasa lega kala Zeck mengatakannya, entah bagaimana Wendi percaya apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Seingatnya pertama kali mereka bertemu, tidaklah seramah saat ini. wajah ganas, kejam serta tak berekspresi selalu dia tampakkan.

Apa yang terjadi pada lelaki yang mengaku sebagai manusia serigala itu? Kenapa tiba-tiba sikapnya berubah dratis?

Dalam kebimbangan, Wendi menurut kala Zeck menarik tangannya. Suasana hutan yang gelap tak menghalangi langkah manusia siluman itu, saat mengandeng sang gadis pujaan.

Cahaya perak rembulan bagai lentera redup menembus cela ranting menimbulkan ketenangan bagi Wendi. Berada di tengah hutan sebenarnya menyenangkan, apalagi di waktu malam. Tenang serta damai.

Asumsi akan hutan baginya jungkir balik. Belantara ini tak semenakutkan dulu, saat pertama ia datang kemari. Keadaan jauh berbeda.

Terlampau semangat Zeck nyaris  meremukkan jemari Wendi di genggaman. Hati Lelaki itu tengah
Meletupkan kembang api kemenangan. Akhirnya setelah proses melelahkan ia bisa sedekat ini.

Walaupun banyak rintangan, keadaan ini tidak akan mencapai hasil andai saja Lexel tak ikut andil. Ia harus berterimakasih kepada saudaranya itu, terimakasih yang banyak.

Setelah melewati barisan batang raksasa yang memiliki akar mencuat ke permukaan, mereka tiba pada sebuah batu besar menjorok ke tepian jurang. Gemercik air terdengar dari bawah.

Bibir Zeck merekah ketika cahaya perak menyambut tubuhnya serta Wendi. Bentuk bulan tampak sempurna tanpa terhalang satupun mendung. Angkasa menampakkan wujud keindahan hakiki, cerah bertabur bintang.

Wendi takjub, belum pernah ia melihat langit malam seindah ini, bukankah mirip semacam lukisan yang dulu pernah ia lihat.

"Indah sekali, sangat indah," celetuk Wendi tak menyadari.

Zeck bangga bercampur senang. Tempat favoritnya ternyata di sukai Wendi. Keinginan terpendamnya telah terwujud, dan untuk mencapai langkah kedepannya, ia sudah menyiapkan kematangan lebih.

"Kita bisa duduk di atas batu itu Wen," ujar Zeck menoleh kearah gadisnya.

Tak perluh meminta kesediaan Wendi. Zeck segera menuntun pelan agar mereka bisa duduk di atas batu tersebut dan menikmati indahnya malam.

Dinginnya batu granit tak mampu mengalahkan beku hati mereka kala duduk bersebelahan memandang rembulan. Damai sekaligus kaku.

"Maaf." Tiba-tiba saja kata itu meluncur dari mulut Zeck.

Ketika Werewolf Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang