perhatian kecil

79 9 0
                                    

Wendi masuk rumah dalam keadaan kalut. Bagaimanapun kehadiran lelaki itu di kota sangat mempengarui ketenanganya. Apalagi statusnya sebagai mahasiswa yang pastinya akan menambah jam terbangnya di perkotaan.

George yang masih penasaran akan tingkah laku Wendi sejak di restoran tadi, makin tak mengerti karena anaknya itu kini telah mengunci diri di kamar. Dia terbenggong sembari mengingat-ingat semua percakapannya bersama Wendi selama di kota tadi. Adakah yang menyinggung hati putrinya?

Jesi membuka pintu dan mendapati suaminya mematung di ruang tamu rumahnya. Karena ingin tau yang diperbuat suaminya dia pun menegur.

"George kau sedang apa? Mana Wendi?"

"Dia di kamarnya. aneh, tiba-tiba dia terlihat murung, padahal aku yakin, aku tidak mengatakan hal yang membuat hatinya terluka," ungkap George binggung.

"Mungkin dia kacapekan?" Jesi mencoba menghibur.

"Kalau kecapekan, kenapa tidak bilang saja, bukannya murung kayak gini."

"Sudahlah George, dia remaja, pikirannya masih labil. Apalagi selama ini dia terkukung di asrama. Dia hanya beradaptasi ok." Jesi menepuk pundak suaminya.

"Iya semoga saja yang kau katakan itu benar, dia sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya."

"George, kau sudah lihat ternakmu?"

Jesi berjalan menuju ruang dapur guna mencuci tangan.

"Mengapa?" George mengikuti istrinya.

"Aku khawatir saja, soalnya banyak ternak tetangga pada kena luka gores dan gigit. Siapa tau ternakmu juga terkena?"

"Hah, benarkah? Sayang sekali tadi pagi aku tidak sempat memeriksanya. Aku terlalu sibuk dengan bayi sapi yang baru lahir. Apalagi luka sobek sang betina, itu sudah membuatku stres."

Jesi melepas sarung tangan lalu membuka westafel.

"Kau sudah menemui Tuan Marb?"

"Sudah kemarin, dan hari ini harusnya aku mengambil ramuan itu."

"Baiknya sebelum kau menemui Tuan Marb, kau lihat dulu ternakmu?" ide Jesi kemudian mencuci sisa piring kotor.

"Oh baiklah."

Setelah itu George segera beranjak pergi keluar rumah menuju pekarangan belakang guna memeriksa beberapa ternak.

**

Melanie mengernyit melihat ada tukang pos yang sedang mengamati rumahnya sambil sesekali memeriksa surat yang dipegang.

Melanie segera menghampiri. Dia sendiri baru pulang sekolah bersama Lily.

"Ada yang bisa saya bantu?" tawar Melanie menghentikan laju sepeda tepat di depan pagar rumahnya.

Tukang pos itu semringah lega.

"Ah, iya nona, saya kesulitan mencari alamat ini?" dia menyodorkan surat berwana perak itu kearah Melanie.

Kening Melanie mengkerut menerima surat berbau khas lavender itu. Dia membaca pelan.

"Eh bukannya ini, inisial kakakmu? W, Z, C. Wendi Zeusy Colhan." Lily yang ikut melihat mengutarakan pendapatnya.

Ah, benar juga, batin Melanie. Lalu kenapa tukang pos ini kebinggungan?
Dibacanya sekali lagi tulisan alamat yang ada dipojok kanan atas. Alamatnya sih bener, hanya saja yang membuat binggung adalah singkatan nama kakaknya serta tidak adanya nama Dad, yang harusnya ada disitu.

"Pak, surat ini memang untuk alamat rumah ini," terang Melanie menunjuk rumahnya.

"Ya, tadi saya juga berpikir seperti itu nona, tapi karena nama yang tertera hanya singkatan saya jadi ragu." tukang pos menjelaskan.

Ketika Werewolf Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang