Karena ketakutan, Wendi akhirnya berbalik hendak memberitahu keluarga lainnya perihal serigala tadi, namun sebelum dia melakukan semua itu kepalanya terbentur kepala Melanie yang memang sedang berdiri di belakangnya.
"Aw," pekik Wendi, kepalanya sedikit pusing akibat benturan kecil tadi.
Sementara Melanie hanya meringis sambil mengelus-elus keningnya.
"Kau kenapa sih kak?" tanya Melanie kesal.
"Tadi aku, aku melihat serigala," jawab Wendi terbata.
"Lalu?" Melanie sama sekali tidak terkejut ataupun panik.
"Aku mau memberitahu semua, bahwa bahaya mengintai kita, kita hidup berdampingan dengan serigala dan aku rasa semua harus tahu," jelas Wendi cemas bukan main. Dalam hatinya dia menegaskan bahwa dia akan secepatnya pergi dari kota ini.
Melanie menarik napas panjang dengar penuturan kakaknya barusan. Dia tahu jika selama ini Wendi sama sekali buta akan alam liar. Tapi jika pemikiran pendek yang dimiliki kakaknya itu dibiarkan terus berlarut, bisa jadi hidup kakaknya tidak seimbang.
Melanie tau bahwa ada banyak hewan liar yang hidup di hutan seberang jalan rumahnya. Dia tidak menyangkal karena dia juga pernah menjumpai mereka, namun sebagai keselarasan hidup asal manusia tidak mengusik ketenangan mereka, tentu mereka tidak akan melukai manusia, intinya saling menghargai saja.
"Kak tenang, tenang ok." Melani meremas kedua bahu Wendi yang gemetar.
"Bagaimana aku bisa tenang Mel, di sini ada serigala, kau tau serigalakan? Hewan buas pemangsa daging. Kota ini berbahaya kau tau," solot Wendi geram.
Cukup kejadian semalam itu saja yang tidak mendapat respon dari keluarganya. Kali ini Wendi tidak mau hal itu terulang, dia harus memperjuangkan opini yang menurutnya benar.
"Kak, aku tau banyak hal tentang kota ini. Soal serigala yang kau lihat tadi aku juga melihatnya," tutur Melanie sedikit santai.
Mata Wendi menyipit curiga. Adiknya tau tapi tidak cerita.
"Kakak tau kebijakan yang diterapkan kota ini?"
Wendi mengerak-gerakkan mata keatas mencari tahu tentang kebijakan-kebijakan yang terlampir di seluruh kota di dunia ini.
"Kota ini menggusung kelestarian alam, lingkungan serta hidup saling berdampingan dengan semua makhluk. Karena kita hidup di kota yang berada jauh di pelosok hutan serta pegunungan. Tentu kebijakan itu sangat berperan penting demi kelangsungan hidup makhluk yang tinggal di sini. Jadi kakak tidak usah panik jika melihat hewan buas berkeliaran di sini. Kita tidak mengganggu habitatnya otomatis kita tidak akan diterkam atau terluka. Paling penting sih, kita jangan mengganggu hidup mereka. Mengerti."
Wendi mengangga dengar penjelasan aneh tentang kebijakan kota ini. Dahinya mengkerut seakan sulit memahami bahwa ada juga pemerintah kota yang menerapkan kebijakan nyeleneh seperti itu.
Jika memang kebijakan itu sudah terlaksana sejak dulu di sini. Maka apa yang dilihatnya tempo hari di samping gereja itu adalah memang benar hewan buas semacam serigala atau anjing liar. Baiklah, meski agak ragu Wendi mencoba menerima penjelasan adiknya.
Hewan buas bebas berkeliaran di kota adalah hal yang biasa. Namun mengenai sorot mata anjing atau serigala saat kali pertama datang kemari, mendelik kearahnya, apakah itu juga hal yang biasa? Lalu intaian di balik kegelapan semalam serta di hutan tempo hari, apa masih bisa dibilang biasa?
Tidak, itu tidak biasa. Jelas bahwa ada yang mengawasi Wendi diam-diam. Siapa? Kenapa? Wendi tidak bisa menerkanya. Kemudian dia teringat kejadian semalam. Dada bidang sudah pasti milik seorang pria. Orang itu nyata karena Wendi bisa merasakan kehangatan serta terpaan napasnya. Yang jadi pertanyaannya, siapa lelaki itu? Kenapa dia masuk ke kamarnya dan tidur di sampingnya? Kenapa dia tidak melukai Wendi? Dan kenapa pula dia pergi serta datang tidak meninggalkan jejak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Werewolf Jatuh Cinta
Manusia SerigalaBerkisah tentang gadis bernama Wendi yang tidak sengaja menjadi buruan manusia serigala semua jenis yang begitu menginginkan darah serta dagingnya untuk dikonsumsi. Kelompok manusia serigala itu percaya jika berhasil memakan Wendi maka kekuatannya a...