Setelah menerima Hoka-hoka Bento yang Kevin bawakan, Disa berbincang beberapa saat dengan Kevin. Lalu, Disa meminta Kevin untuk segera pulang ke rumah karena waktu sudah menunjukan lebih dari jam tiga pagi.
Kevin pamit dan menjalankan sepeda motornya, "Yaudah. Gue balik dulu. Dimakan Hokben-nya cepetan. Jangan diliatin aja."
"Ya, makanya lo cepetan pulang. Supaya langsung gua makan, nih, makanan dari lo. Hehe." Disa menyeringai sembari menatap Kevin, "Sekali lagi makasih, ya, Vin. Udah repot-repot ke sini. Sampe dibawain makanan segala."
"Sama-sama, sahabat gue yang paling nyebelin! Jangan ngambek kayak gini lagi, ya. Nanti gue yang pusing."
Disa mengangguk, "Yaudah. Hati-hati di jalan, ya."
Kevin segera menjalankan sepeda motornya. Disa masih menunggu di depan pagar rumahnya hingga sepeda motor Kevin hilang dari pandangan. Dalam hati, Disa merasa dadanya menghangat. Persahabatannya bisa terselamatkan.
Sambil menutup pagar rumahnya, Disa senyum-senyum sendiri. Masih terbayang jelas wajah plonga-plongo Kevin yang meminta Disa untuk segera memaafkan Kevin. Setelah menutup pagar, Disa masuk ke rumahnya. Dia duduk di meja makan sambil memakan pemberian dari Kevin. Saat makan Hokben, Disa senyam-senyum lagi. Norak. Tapi, itu yang Disa rasakan.
Seusai makan, Disa naik ke lantai atas kamarnya untuk terlelap sejenak. Disa bisa mencuri tidur beberapa saat sebelum gadis itu berangkat ke sekolah. Disa sampai di tempat tidur, tapi sebelum memejamkan mata, Disa berpikir untuk sejenak menelepon Kevin.
Kevin pun, yang ternyata sudah sigap sampai rumah, langsung mengangkat panggilan dari Disa, "Kenapa, Dis? Gue udah sampe rumah, kok. Nggak usah dikhawatirin."
"Syukur, deh, kalau gitu. Gue cuma mau ngomong sesuatu aja." ucap Disa dari ujung telepon.
"Lo mau ngomong apaan emang? Mau komen soal makanannya nggak enak? Udah dingin Hokben-nya? Atau apa?" Kevin menyelidik, "Apaan? Jangan bikin penasaran."
"Haha! Nggak, kok. Hokben-nya enak banget. Hokben terbaik yang pernah gue makan di jam-jam subuh kayak gini." Disa mengaku.
"Terus, lo mau ngomong apaan? Nggak jadi ngomongnya?"
"Cuma mau bilang makasih. Karena lo itu jadi cowok paling nyebelin sedunia, tapi juga cowok paling baik yang pernah gue kenal."
Setelah ucapan Disa tersebut, Kevin langsung terdiam. Disa juga terdiam. Mereka berdua sama-sama canggung. Tapi, Kevin memecah kecanggung tersebut dengan tawa.
"Lo apaan, sih, sok-sok muji gue. Nggak bagus pujian lo! Udah sana tidur! Bocah lemah! Tidurnye cepet-cepet." Kevin tertawa, "Oh, iya. Siswa berprestasi mah bobonya harus cukup, yah. Asupan gizi dan makanannya harus bener. Supaya otaknya tetap encer dan bisa mikir."
"Nah, makanya udah bener, kan, tuh, lo beliin gue Hokben. Makanan paling bergizi!"
"Udah. Sana tidur!" Kevin memerintah.
"Yaudah. Iya. Gue tidur. Nite, Kevin."
Disa langsung memutus telepon. Disa tersenyum tanpa sebab. Di pikirannya penuh dengan senyuman Kevin ketika mengantar makanan tadi. Disa memejamkan mata dengan pikirannya yang masih tertuju pada Kevin.
Pagi harinya, Disa bersiap ke sekolah. Mama sudah menyediakan sarapan untuk Disa. Disa mengecup pipi mamanya dengan hangat.
"Pagi, Ma." Sapa Disa, "Ngantor jam berapa?"
"Mama nggak ngantor, Sayang." Balas Mama, "Paling langsung ke tempat meeting nanti jam 10-an."
Disa mengangguk paham dan langsung melahap sarapan yang Mama buat. Sambil menatap Disa yang sedang sarapan, Mama tertawa kecil. Disa menangkap tawa yang ditunjukan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tiga Kata
RomantikDia sahabatku. Tapi, melihat kedekatan kami berdua, orang lain tidak ada yang percaya bahwa kami hanyalah teman biasa. Aku mungkin tidak menyimpan rasa apa-apa. Dia juga tidak menyembunyikan perasaan apapun. Namun, mengapa amarahnya memuncak, ketik...