Sudah lewat beberapa hari sejak kejadian Disa marahan dengan Kevin di depan pagar rumah Disa. Sejak hari itu, Disa tidak pernah lagi menyapa Kevin. Bahkan, untuk menatap Kevin pun, rasanya Disa masih terasa kesal.
Sikap buruk Kevin membuat Disa kesal, terutama ketika ucapan Kevin seakan terus melibatkan Kian. Kian tidak tahu apapun soal betapa posesifnya Kevin, tapi dari sifat buruk Kevin kemarin, tentu Kian mudah menyimpulkan bahwa Kevin marah besar pada Kian. Dan, dalam hati, Disa masih merasa tak enak pada Kian. Akibat mengantar Disa pulang sampai rumah, Kian jadi dimarahi habis-habisan pada Kevin.
Ternyata benar firasat Disa. Ketika selesai makan bakso aci, Disa mati-matian menolak Kian mengantarnya ke rumah karena firasatnya tak enak. Ternyata firasat buruk itu benar-benar terjadi. Ada peristiwa Kevin yang ngamuk-ngamuk di depan Kian.
Disa jelas merasa tak enak. Apalagi tujuan Kian mengantar Disa ke rumah karena berdasarkan tujuan yang baik. Tidak ada niat jahat sedikitpun yang muncul di benak Kian, tapi Kevin menuduh Kian ini-itu, seakan Kian ingin berbuat aneh-aneh pada Disa.
Karena masih ada rasa kesal di hatinya, Disa masih tidak memperhatikan Kevin beberapa hari terakhir. Disa ingin Kevin segera menyadari kesalahannya selama ini, agar Kevin tidak posesif berlebihan pada Disa.
Selama tidak saling menyapa bersama Kevin, Disa mulai sibuk dengan les SD-SMP yang Disa buka di rumahnya. Semakin hari, siswa yang Disa ajarkan semakin bertambah. Anak-anak yang belajar di tempat les Disa rata-rata juga tetangga Disa, yang mengetahui dengan pasti bahwa Disa memang mumpuni dalam mengajarkan anak-anak tersebut.
Pagi ini, Disa sampai di sekolah, beberapa menit setelahnya Kevin juga sudah sampai di sekolah. Kevin cari-cari muka dengan sok-sok batuk ketika melewati meja Disa. Tapi, Disa tidak memedulikan sikap Kevin, dia malah sibuk dengan buku pelajaran matematika SMP yang sedang dia baca. Karena dia akan menyiapkan materi ajar untuk les hari ini, kebetulan hari ini jadwal Disa mengajar adik-adik SMP di tempat les yang dia jalankan.
Dalam pikirannya, Disa sama sekali tidak ingin menyapa Kevin barang sedetik. Masih teringat di benak Disa bagaimana saat Kevin dengan lancang membentak Kian. Kian yang harusnya tak pantas diperlakukan seperti itu.
Setelah Kevin duduk di bangku kelasnya, Danilla, pacar baru Kevin datang menghampiri Kevin. Memang setiap Danilla berjalan melewati koridor sekolah, setiap mata jelas akan memandangi Danilla. Danilla salah satu siswi cantik yang ada di sekolah Disa dan Kevin. Jelas saja, kehadiran Danilla akan mencuri perhatian setiap pasang mata yang melirik.
Perempuan yang menjadi kandidat calon ketua OSIS ini adalah perempuan kritis yang ada di sekolah. Danilla adalah salah satu kandidat terkuat di antara tiga kandidat calon ketua OSIS. Danilla adalah adik kelas Disa dan Kevin.
Kevin melihat Danilla menghampirinya, secara sengaja Kevin memanggil Danilla dengan suara nyaring, "Halo, Sayang! Kamu, tuh, kayak embun pagi tau nggak. Senyum kamu bikin setiap mata ngerasa adem."
Danilla tersenyum malu, "Makasih, Sayang. Eh, iya. Aku mau mastiin ke kamu. Nanti kamu jadi nemenin aku orasi di lapangan, kan?"
"Iya, dong!" ucap Kevin setengah teriak, berharap Disa mendengar ucapan Kevin tersebut, "Apa, sih, yang nggak aku lakuin buat pacar aku yang jago bikin puisi dan cantik ini? Surat cinta kamu selalu aku tunggu, lho. Ini udah hari Selasa. Aku selalu nungguin surat cinta kamu di laci meja kelas aku. Kenapa hari ini nggak ada surat cinta dari kamu, Sayang? Dari tadi aku cariin di laci meja aku."
"Eh. Anu. I-i-itu..." Danilla terbata-bata menjelaskan, gadis itu seperti memikirkan sesuatu, "Ada! Surat cintanya ada di tas aku, kok. Nanti aku ambil ke kelas dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tiga Kata
RomanceDia sahabatku. Tapi, melihat kedekatan kami berdua, orang lain tidak ada yang percaya bahwa kami hanyalah teman biasa. Aku mungkin tidak menyimpan rasa apa-apa. Dia juga tidak menyembunyikan perasaan apapun. Namun, mengapa amarahnya memuncak, ketik...