Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam saat mereka berdua selesai makan bakso aci. Jalanan di kota Depok tidak terlalu menunjukan kepadatan. Kian menawarkan diri untuk mengantarkan Disa pulang ke rumah. Karena merasa merepotkan Kian terlalu banyak, Disa tak enak jika harus membebani Kian lagi. Disa memutuskan untuk pulang sendiri dari tempat makan bakso aci ke rumahnya. Tapi, Kian jelas ingin mengantar pulang Disa.
"Nggak usah ngerasa sok nggak enak gitu, Dis." jelas Kian.
"Gue hari ini udah ngerepotin lo banget, Kian." Disa berucap dengan nada tak enak, "Lo besok, kan, juga masuk sekolah. Gue nggak mau repotin lo terlalu jauh. Kalau lo nganterin gue sampe rumah, lo bakalan kemaleman sampe rumah."
Memang, Disa dibesarkan menjadi anak yang tidak boleh sering-sering merepotkan orang. Terutama, ketika keretakan rumah tangga kedua orangtuanya, Disa pun belajar untuk hidup lebih mandiri tanpa kehadiran seorang ayah.
Bersama dengan ibunya, Disa setia menghadapi kehidupan yang keras. Disa belajar lebih giat daripada anak-anak lainnya. Disa berjuang lebih banyak daripada anak-anak lainnya. Kehidupan yang keras, lingkungan keluarga yang tidak harmonis, membuat Disa tumbuh jadi anak yang berusaha untuk tegar menghadapi apapun. Makanya, jika merepotkan orang lain, Disa merasa mudah tidak enak.
Tapi, keramahan dari Kian tentu tak dapat dibendung. Disa adalah tanggung jawab bagi Kian. Mengantarkan Disa pulang adalah suatu keharusan. Mengetahui Disa sampai di rumah dengan selamat adalah kewajiban bagi seorang Kian.
Sebagai laki-laki, Kian ingin dipandang hangat oleh Disa. Setidaknya, Kian ingin menawarkan apapun yang bisa Kian tawarkan. Jika rasa amanlah yang bisa Kian tawarkan, tentu Kian tak segan-segan menawarkan rasa aman itu untuk Disa.
Kian menatap gadis di depannya dengan tatapan memohon, "Nah. Lo juga besok masuk sekolah, makanya gue anterin pulang sekarang, supaya sampe rumah nggak kemaleman. Dan, lo bisa langsung istirahat."
"Nggak, Kian. Gue balik sendiri aja." Disa sudah mengambil ponselnya, bersiap memesan ojeg online, "Ini nama rumah makan bakso acinya apa, ya? Gue mau nulis lokasi jemput ojolnya. Supaya abangnya bisa langsung jemput di sini aja."
Kian lantas mengambil ponsel Disa dengan cepat, "Gue pinjem HP lo bentar. Nanti pas sampe rumah lo, gue balikin lagi HP lo."
"Balikin sekarang, dong, Kian!" Disa meminta, "Nanti gue dicariin nyokap gue. Gue mau mesen ojol sekarang, nih."
"Yuk, makanya." ajak kian, "Pulang sekarang supaya lo nggak dicariin nyokap lo."
Disa tersenyum sesaat sembari menatap cowok di depannya. Kevin tidak pernah menawarkan kehangatan seperti yang Kian tawarkan. Kevin senang memaksa. Apapun yang Kevin inginkan harus terpenuhi, tapi meskipun Kevin kasar, Kevin selalu berkorban banyak hal demi Disa.
Nah! Disa kesal dengan otak dan pikirannya sendiri. Nampaknya, hatinya sulit diajak kerja sama untuk sedetik sejak tidak membela Kevin. Dia ingin hatinya membela Kian saja, karena sekarang hanya sosok Kian yang menawarkan rasa aman dan nyaman--rasa yang tidak Disa temukan dalam Kevin.
Bagi Disa, kalau dipikir-pikir, Kian sangat menggemaskan juga. Apalagi, di wajah Kian nampak ketulusan setiap kali Kian membantu Disa. Wajah Kian kelihatan tidak merasa terbebani sama sekali. Bahkan, Kian selalu lebih dulu menawarkan bantuan, sebelum Disa meminta bantuan. Kepekaan Kian itulah yang bagi Disa langka. Karena Kevin tidak punya tingkat kepekaan yang sama seperti yang Kian miliki.
"Nggak apa-apa kalau lo nganterin gue balik? Gue ngerepotin lo, nggak?" Disa masih merasa tak enak, gadis itu terus bertanya berulang-ulang, "Lo maksa banget nganterin gue, sih. Heran gue. Apa lo lagi latihan jadi ojol, ya?"
"Haha! Kenapa, sih, Dis, lo selalu curiga setiap kali ada orang baik dan tulus sama lo?"
"Nggak curiga, gue cuma nanya."
"Jangan semuanya dibawa curiga. Lo kebiasaan ketemu orang jahat, sampe nggak pernah punya pikiran bahwa di deket lo pasti ada orang baik yang beneran sayang sama lo."
"Kalau gue bisa ketemu orang itu sekarang...." ucap Disa pelan, "Gue mau ketemu dia. Mau bilang makasih karena udah tulus sayang sama gue."
"Iya. Sama-sama." ucap Kian pelan.
"Eh? Kok, lo yang ngomong sama-sama, sih?" Disa tertawa, "Emang lo tulus sayang sama gue?"
"Tau, ah! Yaudah buruan. Ngobrol mulu, nggak pulang-pulang ntar kita." Kian menggerutu.
"Makasih, Kian. Maaf ngerepotin." Disa pun luluh juga untuk diantar pulang.
Mereka berdua sama-sama berdiri dari tempat duduk mereka, kemudian Disa memasukan HP dan tisu wajah miliknya di tas.
"Jangan sampe ada yang ketinggalan." Kian mengingatkan.
"Iya. Nggak ada yang ketinggalan, kok." kata Disa, "Beneran nggak ngerepotin, kan, Kian?"
"Gue nggak ngerasa repot kali," Kian langsung mengambil tas Disa dan membawa tas tersebut, "Gue bawain sekalian, ya. Supaya punggung lo nggak keberatan."
"Haha! Lebay banget lo, Kian! Yaudah. Kalau lo mau bawain tas gue nggak apa-apa." Disa tertawa, "Sekalian, nih, beban hidup gue dibawain sama lo."
"Ye. Janganlah. Kalau beban hidup, kita pikul bareng-bareng. Supaya sama-sama ringan." ucap Kian dengan nada penuh canda.
Disa dan Kian berjalan ke sepeda motor. Setelah mesin sepeda motor dinyalakan, mereka langsung menuju rumah Disa. Saat di atas sepeda motor, Kian menggerakan kaca spionnya untuk melihat wajah Disa yang berada di jok belakang penumpang.
Dari kaca spion itu, Kian melihat kepolosan dalam wajah Disa. Gadis yang baru Kian kenali ini nampak membuat Kian begitu penasaran. Lebih penasaran lagi, kenapa Disa mau berteman dengan sosok Kevin yang tengil?
Sambil menatap jalanan, Kian terus berpikir. Mungkinkah dua orang yang bersahabat tidak merasakan perasaan cinta apapun? Mungkinkah dua orang yang sudah berteman lama tidak menyimpan rasa apapun? Mungkinkah mereka berdua tidak saling jatuh cinta? Atau dua-duanya saling jatuh cinta tapi tak berani mengungkapkan karena ketakutan segalanya akan mengubah persahabatan?
Kian terus berpikir, sembari menatap Disa dari kaca spion. Disa nampak sangat menikmati perjalanan. Dia menikmati terpaan angin malam yang menyentuh wajah Disa. Sesekali, Disa tersenyum ketika menatap boneka yang tubuhnya bergoyang-goyang di lampu merah.
Dan, sungguh, Kian menyukai senyum itu. Bahkan, kelewat jatuh cinta. Mengapa cara Disa tersenyum membuat Kian terus bertanya-tanya dalam hatinya, "Jika ini memang cinta, mengapa datangnya di waktu yang tidak gue minta?"
- BERSAMBUNG -
***
GILA! Apaan-apaan, nih, Kian! Bisa segitu cepatnya jatuh cinta sama Disa? Tapi, masuk akal juga, sih. Disa baik, tulus, dan orangnya nggak milih-milih dalam berteman. Wajar aja kalau ada cowok yang cepat nyaman. Cuma, Kevin aja yang matanya terlalu ketutup sama keegoisan dia sendiri, sampe dia gengsi buat minta maaf sama Disa! Bener nggak?
Setelah baca ini. Jangan lupa LIKE, KOMEN, SHARE, VOTE yah! Setiap apresiasi dari kamu, sangat menyemangati aku untuk terus menulis. Ajak temen-temen kamu buat baca #HanyaTigaKata juga!
- Jangan lupa follow penulis #HanyaTigaKata di Wattpad
- IG/TWITTER: DWITASARIDWITA
- Pembelian buku Dwitasari dengan HARGA TERMURAH dan bonus TTD, bisa langsung pesan di akun Shopee: DWITASARISME atau WA: 0822-610-22-388
***
GIVE AWAY ALERT HANYA TIGA KATA. BUKA INSTAGRAM: DWITASARIDWITA
Buat kamu yang setia mengikuti episode 1-13 #HanyaTigaKata di Wattpad, aku punya 5 hadiah buat kamu yaitu novel HAPPY BIRTH-DIE @rismami_sunflorist, STRAWBERRY CHEESECAKE @myayuwidya, FIND A WAY TO MY HEART @dindaryne, STARSTRUCK SYANDROME @ayawidjaja, dan CARAMEL MACCHIATO @ariqohf.
GIVE AWAY DIPERPANJANG SAMPAI 30 DESEMBER 2019. IKUTAN SEKARANG! Jadi, kamu makin punya kesempatan buat menang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tiga Kata
RomanceDia sahabatku. Tapi, melihat kedekatan kami berdua, orang lain tidak ada yang percaya bahwa kami hanyalah teman biasa. Aku mungkin tidak menyimpan rasa apa-apa. Dia juga tidak menyembunyikan perasaan apapun. Namun, mengapa amarahnya memuncak, ketik...